Ku pakai baju warna hitam, rok span warna hitam, sepatu warna hitam, kaca mata hitam. Semuaaaa warna hitam.
Kalian tau bayangan ninja? Aku lebih hitam dari itu.
Di belakangku ada mas Arka yang setia mengekor sedari tadi.
"Nah. Masuk."
Aku masuk dengan langkah tegap sempurna. Ku tatap perempuan yang mungkin saja daritadi menunggu datang kemari.
Ruangan dinyalakan.
Pertanyaan yang pertama kali ku lontarkan adalah, "Sudah makan?"
Ku lirik para ajudan milik mas Arka. Tidak satupun menjawab pertanyaanku, pun mas Arka.
Ku cermati sekali lagi.
Ah, bagaimana bisa makan, mulutnya dilakban.
"Kasih makan dong, minum minimal. Kasian kan, mau dibangkrutin, masa gak dikasih tenaga."
Mas Arka tertawa, "Ngelawak aja lo Sid."
Aku tersenyum. Lebar. Tepat di depan wajah Annabella.
"Kamu yang nyulik anak aku?"
Dia melotot, menggeleng dengan cepat.
Aku melepas lakban dimulutnya dengan hati-hati. Tangannya masih terikat. Kuat.
Pasti sakit.
Ya sama lah. Tangan Rendra kemarin juga diikat kok. Aku lihat bekasnya kemerahannya waktu mandi.
"Aku enggak suka pembohong lho."
Aku berkata lagi dengan manis.
"Aku cuman—"
"Cuman mau ngajak Rendra jalan-jalan?" Potongku cepat.
Dia mengangguk.
"Sid, ngapain sih? Udahlah dia akan terus mengelak, kalo aku telat sebentar aja, dia bakal bawa Rendra ke luar negeri. Hidup bareng disana. Passport udah siap semua kok. Tinggal jalan."
Aku mengangguk.
"Oh... Gitu... Hebat ya, kamu pinter malsuin dokumen. Terus kamu tulis apa didokumennya? Kalau Rendra ups... Maksudku Gabriel ini anak kamu?"
Mulut Annabella mengatup, tenggorokannya kering, napasnya jadi berat.
"Emangnya kamu bisa ngelahirin? Yakin? Kamu kan... Mandul. Iri yah sama aku? Aku bisa punya anak sama suami kamu? Ups. Mantan pacar aku maksudnya."
Aku mendekat, memperlihatkan senyumku yang manis ini tepat di depan matanya.
"Penasaran nih, jadinya bangkrut banget apa bangkrut aja ya? Kan kalian juga gak punya anak. Gak usah repot-repot mikir biaya sekolah yang mahal kan ya?"
Semua diam. Anginpun tak bersuara. Oksigen seperti menipis karena napas tiba-tiba merasa diirit-irit.
"Bener kan mas?" Aku bertanya kepada mas Arka.
"Bener Sid, kamu bebas ngapain aja. Aku dukung."
Aku tersenyum lebar mendengarnya.
"Bakar kapal pesiar yang mereka pakai buat bulan madu?"
"Boleh, itu kapal bapaknya Kalya sih, tapi sabi lah, gw beli dulu..."
"Bakar perusahaan textilenya yang lagi booming itu gimana?"
"Boleh... Ntar gw urusin bpjs ketenagakerjaan buat karyawannya. Beres itu."
Annabella menganga. Tidak menyangka semua yang keluar dari mulutku, satu persatu melahap hartanya.
"Kalo—"
"Sidna,"
Sial, kalimatku dipotong. Dengan cepat aku menoleh.
"Apa? Mau request dibunuh aja? Enggak bisa," sahutku, mantap.
Mas Arka terbelalak. Aku jarang jahat sih. Mungkin dia terkejut. Apa malah bangga?
"Maaf, tapi lo udah ngerebut semuanya dari gw. Lo yang brengsek!"
Annabella wanita malang ini masih membela diri.
Merebut katanya?
Memangnya aku tidak tahu kalau dia yang kirim text tiap malam setelah pertemuan dia dengan Ferdi pertama kali itu?
Dia buta kalau Ferdi dulu sempat menggandeng aku ketika lewat butik ibunya?
Kalau aku merebut, terus yang dia lakukan kemarin apa? Meminjam?
Silahkan bawa dari rambut sampai ujung kaki milik Ferdi.
Tapi Rendra itu anakku.
Mengambilnya sama dengan mengambil nyawaku.
"Annabella... Kamu ada disini karena aku masih berbaik hati. Aku ingin kamu bangkrut dan bersusah payah untuk hidupmu sendiri.
Seperti aku dulu, aku bingung besok beli susu Rendra uang darimana? Besok masuk kerja terus meeting Rendra dengan siapa? Aku ingin, kamu juga merasa menderita seperti aku.""Sid, please, lo boleh ambil Ferdi, tapi please... Kasih Rendra ke gw. Lo boleh bakar semua perusahaan gw, usaha bokap gw, asal Rendra sama gw..."
"Hahahaha,"
Tanpa sengaja mas Arka terbahak, membuatku melempar wajah sinis ke arahnya.
"Sorry... Soalnya lucu sih, masak lo di suruh ambil orang yang lagi koma, dituker sama anak lo yang sehat wal afiat."
Seketika wajah Annabella kaku.
"Koma? Mas Ferdi koma?"
"Mau nyusul?"
Dan tanpa menunggu lama, Annabella pingsan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE TO SIDE
RomanceAku, Sidna Minara. Bukan Janda, karena aku tidak pernah menikah. Bukan Nona, karena aku sudah punya anak. Semua baik-baik saja, kalau hari itu, anakku, tidak bertemu dengam boneka kutukan bernama Annabella!