Kaukasia Blok A Nomor 17.
Aku menoleh ke Pak Boby, penjaga rumah warisan mendiang Papa dan Mama. Beliau hanya membukakan pintu, kemudian pergi.
Aku lupa bilang, aku ini yatim piatu. Hanya punya nenek yang tepat sebelum aku wisuda beliau meninggal. Baguslah daripada dia meninggal setelah ku beritahu aku hamil diluar nikah.
"Aku bingung mau bagaimana, yang jelas kalau kamu disini terus-terusan bisa jadi gunjingan warga."
Iya, aku tau. Salahku tiba-tiba menyeret serta Abram dalam pelarian diriku ini. Entahlah. Salah dia juga kan merengsek mengganggu saat aku menangis. Dia ini kena sial, pasti kalau aku susah ada dia jadi, dia kena getahnya.
"Bilang saja aku suamimu." Celetuk dia.
Aku segera melotot. Bola mataku nyaris keluar.
"Bercanda." Dia menjawab takut.
"Seminggu bagaimana?"
"Aku bisa gila dihujat sana sini." Aku menolak.
Mauku sih dia segera pergi. Tapi mobil cuma satu.
"Memangnya disini tidak ada penginapan? Aku nginep situ deh, aku mau nemenin kalian."
Untuk ukuran orang yang tidak tau apa apa dalam hidupku, Abram terlalu ikut campur.
Tapi bodo amatlah, aku juga butuh bantuan dia.
"Sudahlah. Seminggu paling lama ya. Sehari 500k. Deal?"
Dia tertawa. Aku juga. Mana mungkin aku sangat licik begitu kan.
Rendra sudah tertidur dan kesempatan ini aku gunakan sebaik mungkin untuk beres" rumah.
Ini akhir semester dan the fucking corona menyelamatkan ku dari kejaran kantor.
Aku bilang aku positif dan perlu karantina.
Orang kantor percaya saja dan mereka tidak terlalu pusing menanyakan aku dimana. Yang penting kerjaanku kelar.
"Sid, aku pakai kamar belakang ya."
Padahal aku sudah menyiapkan kamar untuknya. Dulu itu kamarku, dan aku akan tidur berdua bersama Rendra, yang hendak dia pakai sebetulnya gudang.
"Emang masih bisa dibenerin?"
"Butuh perjuangan sih. Tapi ada kasur lantainya kok. Lumayan. Aku pernah dengar dari Kalya kalau kamu enggak terlalu suka tidur sama orang lain, sekalipun itu Rendra."
What the?
"Enggak usah bahas Kalya dulu deh. Sekarang cuman ada Sidna Minara. Yang lain enggak usah dibahas."
Aku mendadak sewot.
Abram memilih diam. Dia membantuku mengelap meja makan. Sedangkan aku membersihkan kulkas. Kami persis suami istri yang baru saja pindah ke kontrakan di desa demi menghemat anggaran.
"Kamu enggak jadi nikah sama Naraka kan Sid?"
Penting banget di bahas?
Aku melirik kamar depan yang terbuka. Rendra masih tidur pulas.
"Kalau mau, aku udah nikah sama dia dari dulu."
Aku mengedik acuh.
Aku memasukan bumbu lalu menumisnya diatas wajan.
Sayur mayur menyusul terjun ke dalam wajan.
"Then... Why not?"
Aku menoleh. Memberi dia tatapan. Tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE TO SIDE
RomansaAku, Sidna Minara. Bukan Janda, karena aku tidak pernah menikah. Bukan Nona, karena aku sudah punya anak. Semua baik-baik saja, kalau hari itu, anakku, tidak bertemu dengam boneka kutukan bernama Annabella!