Jantungku berdebar-debar. Aku menggenggam nomor antrean rumah sakit. Kurang dua pasien lagi, aku dipanggil.
"Antrean B 11 silahkan menuju poli kandungan."
Aku berdiri, itu bukan nomor antreanku sih, aku cuman mau ke kamar mandi saja, aku nomor B 13.
Aku lapar. Entahlah aku sendiri tidak sadar sejak kapan aku ini jadi sering lapar. Makan terus tapi sama sekali tidak tau, kalau aku ini... Hamil?
Aku tidak tau harus apa. Mas Arka mendesakku untuk menikah, padahal sudah jelas bukan dia bapaknya.
Otakku kosong. Yang bisa ku lakukan hanyal periksa USG.
Itu yang kemarin di sarankan oleh dokter rumah sakit saat aku bedrest kemarin.
Disinilah aku, melihat janin yang sudah membesar. Tanpa suami.
"Ibu Sidna?"
Suara dokter itu lembut, sedangkan aku masih hilang kesadaran. Aku hilang pegangan.
"Sidna saja dok," aku menolak dipanggil Ibu.
Edan! Aku belum punya suami.
Kecuali kalau...
Ah! Aku harus telfon mas Ferdi. Rendra kita akan lahir.
Eh, tunggu. Bagaimana kalau perempuan? Duh!!! Gimana ini?!
"Mbak Sidna... Janinnya baik-baik saja kok. Tensi normal, djj normal, semua normal. Kemarin sempat pingsan mungkin karena kecapekan."
Penjelasan dokter tidak masuk ke kepalaku. Kata-katanya hanya membendal kepalaku kemudian jatuh ke tanah. Alias aku benar-benar tidak bisa mengerti apa-apa.
Namun tetap saja ku jawab, "Baik dok."
"Ada pertanyaan?"
Dokter itu seakan mengerti kebingunganku.
Seharusnya ini kesempatan, tapi entahlah aku masih berada dalam batasan nyata dan tidak nyata. Ada dan tidak ada.
Aku butuh mas Ferdi, setidaknya jika dia ada hatiku tenang.
"Tidak ada dok, sudah cukup."
Aku menjadi terburu, aku harus bertemu mas Ferdi sekarang.
Dokter tersebut tersenyum penuh wibawa.
"Jaga dirimu dan bayimu baik-baik ya, makan yang cukup, ini resep untuk vitaminnya."
Aku mengangguk lantas keluar, sedikit berlari. Aku harus mencari taksi.
Mas Ferdi harus diberi tahu. Dia pasti akan senang sekali. Iya kan?
Langkahku melambat, aku berlari ke arah yang salah. Ini pelataran rumah sakit, sebentar lagi taman samping.
Aku tertawa, kenapa aku jadi linglung begini...
Aku terduduk, mendekap kedua lututku, lalu tertawa pelan sekali lagi.
Hahaha.
Aku mengambil ponselku, aku buka dan kemudian mengetikkan satu nama.
Ferdiansyah outgoing call.
Angkat mas, plis...
Angkat...
Aku coba lagi... Lagi... Dan... Tut....
Your number ur calling is not reachable.
Finish. Aku diblokir. Di sosial media. Di telfonnya.
Aku benar-benar dihapus dari dunianya.
Padahal... Aku ini pacarnya kan? Aku yang memiliki hatinya kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE TO SIDE
RomansaAku, Sidna Minara. Bukan Janda, karena aku tidak pernah menikah. Bukan Nona, karena aku sudah punya anak. Semua baik-baik saja, kalau hari itu, anakku, tidak bertemu dengam boneka kutukan bernama Annabella!