Melantai

159 14 8
                                    

Aku bergerak terburu. Sialan... Kenapa Kalya harus teler sih.

Untung saja Rendra sudah tidur. Meski begitu, aku tetap waswas meninggalkannya. Tapi Kalya juga penting. Dan aku tahu, suaminya sedang keluar kota. Aku tidak menguntit ya, aku tahu karena Kalya cerita.
Maka setelah makan malam bersamaku, Kalya melanglang lagi. Kesempatan, begitu katanya. Yang tidak ku sangka adalah, dia amat sangat riang hingga benar-benar tidak sadar.

Untung, Gerald rekan kerja merangkap teman minum Kalya kali ini, mengenalku, dan memberitahuku untuk menjemput Kalya.

Hah.
Ini tidak benar. Harusnya Kalya berhenti minum-minum demi janinnya, dan agar tidak merepotkan siapa-siapa. Apalagi sampai aku harus meninggalkan Rendra.

"Kal..." aku berhasil menerobos segerombolan para manusia yang dilimpahi euforia. Menemukan Kalya yang tertawa menggelegar bersama Gerald.

"Lihatkan... Sidna cinta sama gw, sama kayak gw cinta dia. Coba dia pria, pasti dia nikahin gw, ngebahagian gw, bukan seperti--uhuk-uhuk,"

Kalya benar-benar mabuk, melantur hingga terbatuk.

"Minum." Aku menjejalkan minuman youghurt yang kubawa dari kulkasku. Aku sering membelinya, karena Kalya sering mabuk.

"Sidna... Gw bersyukur punya lo, sangat bersyukur. Gw bahkan lebih bersyukur lihat lo tersenyum daripada lihat matahari terbit. Hihihi."

Dia tertawa lagi. Aku dengan sabar menunggui sambil mengangsurkan separuh yogurt lagi.

Paling tidak supaya pengarnya berkurang.

"Terimakasih sudah mengabariku Gerald. Aku akan membawanya pulang sekarang."

Aku berkata cukup keras, supaya Gerald mendengar. Persetan dengan dia yang hanya tertawa sambil mengangguk saja. Aku berpamitan sebagai formalitas. Aku juga sempat menganggukan kepala sebagai tanda perpisahan kepada teman-teman Kalya. Lalu mengangkat gadis teler ini. Sendiri.

Gila. Kalya berat juga.

Aku tanpa sengaja menyenggol perempuan yang minum sambil menangis, kurasa. Karena sempat terlihat olehku, bahunya bergetar beberapa kali. Sedang ditempa masalah besar, mungkin?

"Maaf." Aku berseru, meski gelasnya tak terlepas, tetap saja aku mengganggunya kan?

Sementara aku mengutarakan maafku, Kalya terlepas. Dia tertawa nyaring lagi. Lalu terduduk dilantai.

Gawat! Aku buru-buru menariknya lagi. Gadis ini betulan teler.

Tanpa ku duga, gadis yang tadi ku senggol turut membantu.

Tunggu, gadis ini... sepertinya aku pernah lihat.

"Anna..." aku memanggilnya lirih karena ragu.

Dia hanya mengenakan coat tipis, tidak seperti biasanya.

"Sidna?"

Aku tersanjung. Bahkan dikeremangan dia gampang mengenali orang.

"Terimakasih, aku duluan ya." Aku tidak ingin memperpanjang sesi pertemuan ini lagi. Kalya dan aku harus segera sampai rumah. Rendra sendirian, itu masalahnya.

Namun manusia teler satu ini sungguh merepotkan. Lagi-lagi dia tertawa keras. Lalu menunjuki ku dan Anna, bergantian.

"Kalian seperti---hihihi---hihihi"

Apa kalau orang mabuk seperti ini?

Memalukan diri sendiri.

"Hey!" Dia menatap galak ke arah Anna. Berseru. Anna yang diteriaki tapi aku yang kaget.

SIDE TO SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang