Ini sudah lima kali dalam waktu kurang dari 24 jam. Aku bercermin pada benda persegi lusuh yang menempel pada dinding kamar kecil ini.Lecek.
Satu kata itu yang terlintas saat ku lihat pantulan diriku disana.
Ponsel yang terjatuh dilantai tak kunjung ku ambil. Aku pusing. Kepalaku seakan berputar, padahal aku diam saja.
Ku putuskan untuk keluar dan tetap melanjutkan wawancara. Kepalang tanggung. Kalau jadi dan aku sudah dapat gaji yang pertama ku lakukan adalah hengkang dari sini.
Naik turun tangga beberapa minggu ini menjadi cobaan.
Apa seiring tergerusnya usia aku melemah ya?
Aku menghela napas, belum juga dua bulan aku bergelar sarjana. Masak sudah muncul gejala pada sendi? Mencium usia 25th saja belum.
Hell. Tahun depan aku baru 22th. Kalau iku berbaris dengan para adik maba masih pantas pantas saja.
Duh. Aku pusing kebanyakan berdiri. Setelah ku pungut kembali ponselku, aku duduk pada pinggir ranjang. Aku mau mengabari Kalya kalau Mas Arka sepertinya jadi menjemputku.
Thanks to nepotisme.
Jalur orang dalam kalau kata Kalya.
Ya, aku tidak menampik. Kalau saja, family mas Arka bukan salah satu investor penting di kantor yang akan aku masuki mungkin saja, pagi ini aku tidak perlu bangun.
Tidur saja.
Tidur sampai busuk di kost.
Namun itu tidak mungkin terjadi mengingat hidup itu perlu uang, dan uang ada karena kita bekerja.
Aku sudah berusaha mati-matian bertahan beberapa bulan ke depan.
Ini tinggal melangkah dan bermanis-manis sedikit untuk dapat kerja, jadi... ayo Sid, bangkit.
Ku tutup pintu reyot yang sering di gedar gedor oleh Kalya ini.
Oh no, hiasan di pintunya miring sedikit. Tulisan "Sweet NaNaNa" tergantung disana.
Itu yang buat mas Arka, katanya biar hidupku lebih bernada.
Mas Arka lucu?
Kalian harus tau, dia memberi oleh-oleh berupa lakban dan cermin kecil, untuk Kalya. Katanya biar si centil Kalya bercermin dulu sebelum berbicara, dan lakban untuk membungkam mulutnya.
Sependapat sih, Kalya kadang memang harus menjaga mulutnya.
Dia pernah meneriaki dosbingnya perawan tua karena skripsinya lagi-lagi salah lagi.
Untung saja, dosbingnya tidak tahu, tapi aku, temannya, tentu saja tahu, karena dia mengumpat tepat disebelahku.
Naraka incoming call.
Nah, betulkan. Pasti mas Arka sudah sampai didepan.
Aku agak lebih cepat menuruni anak tangga. Pusing kepala ku abaikan sedikit.
Apa aku magh ya? Belakangan ini memang aku tidak doyan makan.Khusus pagi ini, aku mau saja beli roti tawar. Biasanya aku tidak suka roti. Sarapanku minimal bubur ayam. Itu saja kalau darurat sekali.
Tapi pagi ini, aku ingin roti, jadi semalam aku beli sebelum tidur. Di minimarket aku pilih yang beli 2 gratis 1, hematkan?
"Mau, mas?"
Aku menawari roti terakhir yang ku miliki pada mas Arka.
Yang ini roti selai kacang. Kalau yang tadi kumakan roti coklat dan selai pisang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE TO SIDE
RomanceAku, Sidna Minara. Bukan Janda, karena aku tidak pernah menikah. Bukan Nona, karena aku sudah punya anak. Semua baik-baik saja, kalau hari itu, anakku, tidak bertemu dengam boneka kutukan bernama Annabella!