Cermin

234 23 2
                                    

Tidak seperti biasanya, malam ini dengan senyum mengembangnya Anna melenggang masuk ke kamarnya.

"Fer," dia memanggil.  Memastikan suaminya sudah tidur.

Tidak ada jawaban.

Ini sudah biasa. Maksudnya, suaminya memang selalu begini.

Buat kalian yang merasa kehidupan pernikahan itu menyenangkan, lihat Anna dan suaminya, sekarang.

Anna melucuti pakaiannya, membiarkan tubuhnya bebas gerah. Hanya tinggal tank top dan hotpants saja. Lalu membaringkan tubuhnya, memunggungi suaminya.

Dia menolehkan kepala sekali lagi, berharap suaminya terganggu dengan hentakan keras badannya ke kasur.

Hm. Benar. Suami terganggu, nyatanya dia berbalik untuk memunggunginya.

Sial. Lima tahun lalu tidak begini, suaminya pasti memeluknya, meskipun kemudian tidur lagi. 

Masih menjadi misteri dikepalanya apa memang semua pernikahan lambat laun menjadi begini, atau hanya ia sendiri yang mengalaminya?

Dia kembali teringat pertemuannya dengan wanita muda di restoran Jepang tadi.

Sungguh. Iri menyeruak dalam dadanya ketika anak manis dan lucu itu terkesan pamer bahwa Papanya selalu mengkhawatirkan Mamanya.

Ck, kalau dinilai dari usia anaknya tentu saja umur pernikahan mereka kurang lebih sama.

Hah...

Anna mendesah panjang.

Mungkin... mungkin saja ia dan suaminya masih bisa romantis kalau saja ada buah hati ditengah mereka.

Tapi, nyatanya belum ada apapun dalam rahimnya. Sekalipun. Belum pernah.

Mungkin itu sebabnya ia tidak pernah bisa menjadi cahaya bagi suaminya lagi. Menantu yang baik bagi mertuanya, atau kakak ipar yang berjasa memberi keponakan yang lucu untuk adik iparnya.

Dia kembali teringat wanita cuek dan menurutnya sadis yang baru saja dia temui.

Bayangkan saja, anaknya hilang dan memiliki reaksi cemas saja tidak.

Saat itu hanya satu yang tercetus di kepala Anna, berikan anakmu kepadaku dan akan ku rawat dengan sebaik-baiknya.

Tapi,...

Bah! Ternyata si anak mengejar Papanya yang sedang meeting sementara Mamanya sibuk menelfon klien.

Inilah salah satu alasannya tak ingin bekerja lagi dulu, dia ingin fokus menjadi ibu yang baik. Tidak terpecah dengan pekerjaan yang dia yakin... tak akan ada habisnya.

Dia yakin, Sidna, ibu muda tadi, tidak tau betapa inginnya dia menghabiskan waktu melihat anaknya meloncat aktiv di rumah balon, rumah boneka, rumah udara atau apalah itu di taman bermain.

Kalian tidak lihat ekspresi dia ketika anaknya ku gandeng di pusat informasi, sih.

Bukannya terlihat bersyukur malah wajahnya kelihatan kesal.

Anaknya itu hilang lho, dicari, jangan dimarahin.

Puncaknya adalah ketika dia dengar dengan telinganya sendiri. Sidna, ibu sok teguh itu bertanya tanpa nada bersalah kepada suaminya, kamu meeting disini?

Aku, Annabella Maheswara selalu tau kemana suamiku pergi.

Bukan. Aku bukan istri kelewat posesif. Suamiku begitu menyayangiku jadi dia selalu memberitahuku kemana dia pergi, kemana dia dinas.

Bahkan sekarang, dia ikut memboyongku pergi dinas, hanya karena kuatir aku cemas karena dia akan sibuk seharian.

Suamiku baik?

Iya. Dia baik. Dia tidak penah banyak protes sekarang.

"Ferdi..." Anna kembali memanggil, kali ini dengan guncangan pada bahunya.

Aku ingin dipeluk...

Tapi kalimat itu tertelan karena bahkan suaminya bangun saja tidak.

Hah. Sudahlah, sudah malam. Besok mereka harus check out dan kembali bertolak ke Gurnita.

SIDE TO SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang