EmpatPuluh

429 45 6
                                    

"Pejamkanlah kedua matamu. Ini sudah sangat larut SoHyun".
Aku tersenyum sekilas kearahnya, lalu membenamkan kepalaku di dadanya yang bidang
"Terimakasih Oppa".
"Untuk?".
"Untuk semuanya".
Sehun mengusap pucuk kepalaku lembut, lalu mengecupnya lumayan lama.
"Tidurlah sayang, ini sudah larut".
Saat mendengar panggilan sayang dari bibirnya membuatku semakin semangat, rasa kantuk yang tadinya mendatangiku kini telah
menguap entah kemana. Aku mendongkak kearahnya yang kini juga tengah menatapku.
"Sayang?" Ulangku untuk menggoda Sehun.
"Ya sayang, kenapa memangnya? Kamu tidak suka kalau aku memanggilmu seperti itu?".
"Bukan, bukan begitu Oppa, aku menyukai panggilan itu, bahkan sangat sangat menyukainya". Ucapku jujur sembari tersenyum malu-malu kearahnya dan kulihat Sehun ikut tersenyum juga kearahku.
"Baiklah, mulai sekarang Oppa akan memanggilmu dengan panggilan Sayang".
Aku hanya terkekeh geli sambil mengangguk. Dan kembali masuk kedalam pelukannya Sehun menghirup aroma badannya yang kuakui membuatku nyaman.
Rasanya sangat aman, nyaman dan hangat saat dipeluk seperti ini oleh Sehun. Aku mencoba memejamkan mataku dengan Sehun yang masih merengkuhku seperti tidak ada niatan untuk melepaskan pelukannya. Hingga tanpa kusadari akhirnya aku telah memasuki dunia mimpi.

.
.

"Sudah bangun?"
Suara Sehun yang pertama kali kudengar saat aku membuka kedua mataku.
Tanpa menghiraukan sapaan Sehun, kuraih ponselku yang berada diatas meja nakas tepat disampingku.

Deg.
Sudah pukul delapan pagi sekarang, itu artinya aku telah terlambat untuk pergi kesekolah.
"Kenapa Oppa tidak membangunkanku?". ujarku dengan nada jengkel.
"Memangnya ada apa?".
Sambil menggulung kemejanya yang berwarna hitam Sehun berjalan mendekatiku.
"Aku terlambat sekolah sekarang dan itu karena Oppa tidak membangunkanku padahal Oppa bangun lebih awal dariku ". Ucapku cepat menyalahkan Sehun,mengutarakan isi hatiku, tenggorokanku seperti tercekat sekarang .
Dadaku juga serasa sesak, pandanganku mulai mengabur saat cairan bening itu mulai menutupi pandanganku. Dan dalam sekali kedipan air itu jatuh membasahi pipiku. Entah kenapa akhir-akhir ini aku merasa sangat sensitif. Hal-hal sepele bisa membuatku begitu sedih. Contohnya kejadian saat ini.Apakah ini semua terjadi karena aku hamil? Entahlah.

"Kenapa menangis? Astaga". Sehun mendekatiku, duduk dipinggiran ranjang tepat disebelahku.

Dia menatapku intens, lalu kedua tangannya diletakkan dipundakku.
"Hey, kenapa menangis?". Tangan kanan Sehun turun dan bergerak menghapus air mataku dari pipiku.

"A.. aku terlambat sekolah sekarang." Jawabku terbata-bata karena nafasku tercekat.

Sehun memandangku sambil tersenyum, mencubit ujung hidungku gemas.
"Kenapa jadi sangat manja sekarang?  Apakah mungkin ini pertanda kalau anak kita wanita? Ibunya telah berubah menjadi sosok yang seperti ini, sangat mudah menangis".

Disebut begitu aku malah semakin sedih. Air mataku semakin berjatuhan.
"Udah nangisnya ya Sayang". Sehun menghapus airmata yang membanjiri pipiku lalu medekapku, menyenderkan kepalaku didadanya.

"Bukankah semalam kau mempercayai ku untuk menyelesaikan masalah beasiswa itu?".
Aku mengangguk membenarkan ucapan Sehun.
"Kalau begitu jangan terlalu panik dan sedih seperti sekarang".
Sehun melepaskan pelukan kami.
"Setelah kupikir-pikir aku berniat membuatmu untuk sekolah di rumah saja".
"Homeschooling?". Tanyaku memperjelas, Sehun mengangguk.
"Mengingat keadaanmu yang saat ini tengah berbadan dua, aku takut nantinya kau akan jadi bahan bully  teman-temanmu, takutnya mereka berpikir yang tidak-tidak tentangmu".
Aku diam, berpikir sebentar mencerna ucapannya.
"Aku tidak ingin mereka mengatai mu yang tidak-tidak. Hal itu akan membebanimu, aku tahu hal itu nantinya akan mempengaruhi kesehatanmu".
Lagi aku hanya mengangguk membenarkan kalimat Sehun.
.

Karena kalau dipikirkan kembali memang benar semua kalimat yang dikatakan Sehun, itu benar adanya.
Mereka pasti akan mengataiku sebagai perempuan yang tidak benar dan tidak bisa menjaga diri.

"Tapi apa hubungan hal ini dengan Oppa yang tidak membangunkan ku tadi pagi?" Tanyaku masih tidak mengerti mengapa Sehun tidak membanguniku.

Sehun kembali tersenyum.
"Hari ini kau beristirahatlah. Biarkan Oppa yang menyelesaikan semuanya untukmu. Takutnya namamu akan mendadak terkenal dikalangan guru saat mengetahui hubungan pernikahan kita".

"Maksudnya Oppa tidak ingin memperkenalkanku sebagai istri sah mu dihadapan semua guru-guru?".
Lagi dan lagi dadaku serasa sesak.
Dan tanpa kusadari, airmataku sudah terkumpul, bersiap-siap untuk jatuh.

"Bukan begitu, astaga". Sehun menggaruk kepalanya seperti orang kebingungan.
"Oppa pasti akan memberitahukan kalau kita adalah suami istri, sungguh Oppa tidak ada niatan untuk menutupi hal itu lagi. Tapi setelah dipikirkan kembali ada baiknya kalau kamu tidak perlu pergi kesekolah untuk menjelaskan pembatalan beasiswa ini. Takutnya mereka akan membuat acara dadakan untukmu, menyalamimu dan membuat dirimu menjadi lelah. Kau tau sendirikan sayang, kalau suamimu ini sudah menjadi pemengang saham terbesar di sekolah itu. Jadi sudah pasti mereka akan memperlakukan mu juga dengan istimewa, perlakuan yang kau dapat akan berbeda dengan siswa lainnya. Dan juga satu hal lagi, aku tidak ingin kau masih harus bertemu dengan Naeun, takutnya dia juga melakukan hal yang tidak-tidak denganmu. Apalagi kandunganmu masih terlalu dini, aku tidak ingin mengambil resiko bahkan sekecil apapun itu. Ini kulakukan demi kebaikan kita semua, kuharap kau mengerti Sayang."
Jelas Sehun sambil meraih kedua tanganku menggenggamnya lembut
"Sayang, tolong percaya lah padaku,aku akan melakukan yang terbaik semampuku untukmu dan untuk anak kita". Sehun melepaskan pegangan tangan kami lalu mengelus perutku lembut.
Aku tersenyum lega setelah mendengar penjelasan langsung darinya, walau kedua mataku masih sembab.

Aku mengangguk mengiayakan dan menyetujui keputusannya.
Sehun ikut tersenyum..
"Kalau begitu istirahatlah dirumah".
Lagi aku hanya mengangguk.
Setelah aku pulang nanti aku berjanji bahwa aku telah menyelesaikan masalahmu".
Aku mengangguk lagi.
"Terimakasih Oppa".
Sehun mendekat kearahku merengkuh badanku kedalam pelukannya.
"Tidak perlu adanya ucapan terimakasih dari mu SoHyun, biarkan aku menebus  semua kesalahan yang pernah kulakukan padamu".
Mendengar penuturannya yang tulus, aku semakin memeluk erat tubuhnya yang kokoh. Rasanya sangat nyaman.
"Baiklah kalau begitu Oppa pergi dulu ya. Oh ia, sebentar lagi sarapanmu akan diantar kekamar".
"Hah... Maksudnya mama disini?". Tanyaku sedikit kaget mengetahui ada orang lain dirumah ini yang kuyakini itu adalah mama Sehun.
"Bukan Mama, tapi Bibi Jung. Dia yang akan mengurus kebutuhan makanan dan membantumu membersihkan apartemen ini".
"Oh begitu". Aku mengangguk paham sekarang.
Cup.
Sehun mencium keningku tiba-tiba,
"Kalau begitu Oppa pamit".
"Hati-hati Oppa".
Sehun tersenyum sekilas, berjalan keluar kamar, lalu membuka kenop pintu, hingga akhirnya badan yang tegap itu hilang dibalik pintu.

Aku kembali membaringkan badanku,memeluk boneka panda yang selalu kuletakkan diatas kepalaku..
Kuraih boneka pandaku, memeluknya erat. Kupejam kan mataku hinggga rasa kantuk tu kembali menyerang yang membawaku kealam mimpi.
.
.
"Nona.. nona...nona..."
"Heum...." erangku masih setengah sadar.
"Bangun nona,  sarapannya mohon untuk dimakan, takutnya nanti jadi dingin".

Suara siapa ini? aku tidak mengenalinya.
Otakku berputar sejenak. Mataku terbuka dan dengan gerakan cepat aku berbalik, penasaran dengan siapa pemilik suara itu. Rupanya Bibi yang tadi dikatakan oleh Sehun.
.
"Maaf nona mengagetkanmu".
"Ya tidak apa-apa Bibi".
Aku tersenyum sambil bergerak bangkit dari tempat tidur.
"Kalau begitu Bibi pamit keluar ya".
"Baik Bi, terimakasih banyak untuk sarapannya".
"Sama-sama Nona"
Ucap Bibi Jung sambil berjalan meninggalkan kamarku ini.
Tanganku meraih  nampan yang berisi sarapanku.
Dengan pelan aku mulai memakan sarapanku.

OH MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang