TIGA PULUH DUA

2.3K 201 40
                                    

Semuanya berubah, yang kurasakan saatini seakan-akan dunia sedang berpihak kepadaku.

Sehun memperlakukanku dengan baik  perhatian yang lebih diberikannya kepadaku setidaknya itu yang kurasakan saat ini.

Seolah-olah aku adalah benda yang akan mudah hancur ketika tersentuh dengan sesuatu benda walau sekecil apapun itu.

Aku bersyukur setidaknya Tuhan memberikan hikmah dari setiap kesulitan yang aku alami.
"Sudah makan, sayangku?".
Sehun yang baru saja tiba langsung menghampiriku memberikan ciuman di keningku lalu beralih keperutku yang masih terlihat datar.

Aku hanya menganguk pelan sambil tersenyum menjawab pertanyaan dari Sehun,suamiku.

"Eheemmmm.... baiklah tapi bagaimana dengan susu, apakah kau sudah meminumnya cantik?"

Aku tersipu dan mungkin wajahku pun ikut memerah ketika jari telunjuk Sehun menoel hidungku diakhir kalimatnya yang terasa memabukkan.

"Aku yakin kau pasti belum meminumnya".

Sehun beranjak dari depanku berjalan menuju dapur, aku tau apa yang akan dilakukannya. Aku beranjak berdiri mengikuti Sehun kedapur.

"Mau kemana"?  Tanya Sehun dengan cepat memutar  kepalanya yang kemudian diikuti badannya hingga kami berdiri berhadapan.

"Dapur." Jawabku polos.

"Mau buat susu"?. tanya Sehun sambil berjalan mendekatiku hingga jarak diantara kami semakin menipis.
"Ia" jawabku.

Aku menurut ketika Sehun menuntunku supaya kembali duduk di tempat ku sebelumnya.

"Tungggu disini, biar aku saja yang buatkan susu untuk mu", ucap Sehun sambil mengelus perutku lagi dengan lembut.

Aku menganggguk kepada Sehun yang dibalas dengan senyum manisnya.
Sehun berbalik dan kemudian kembali berjalan kearah dapur.

☆☆☆☆☆

Sekarang aku dan Sehun sudah berada di dalam kamar yang dulunya hanya milik Sehun tapi sekarang kamar ini sudah menjadi milik kami berdua.

Disinilah aku diatas kasur menonton tv sedangkan Sehun dia berada disudut ruangan kamar ini yang terdapat satu buah meja serta satu kursi untuk mengerjakan berkas-berkas yang entah apapun itu aku tidak tahu.

Semenjak Sehun sudah mengetahui perihal kehamilanku dia semakin overprotective kepadaku.

Ruangan kerjanya saja yang biasanya menjadi sahabat karibnya sekarang diacuhkan. Dengan sengaja dia membelikan satu set meja kerja lengkap dengan kursinya yang saat ini didudukinya diletakkan di kamar ini hanya karena alasan yang cukup untuk membuatku merasa bahagia.

'Aku tahu kamu hamil maka jangan sungkan untuk meminta apapun kepadaku. Aku akan tetap disini untuk kalian berdua. Beberapa  pekerjaan kantorku akan kubawah kesini supaya aku dapat memberi setiap kebutuhanmu  dan kamu jangan keberatan ya ketika aku menambah perabotan dikamar kita ini. '

Ucapan itu masih terngiang jelas di pikiranku. Awalnya aku tidak mengerti apa maksud dari kalimatnya, aku hanya mengiayakan saja. Tapi kemudian beberapa hari setelah itu aku mengerti.

Mataku beralih menatap Sehun yang sibuk dalam pekerjaannya. Jantungku berdegup kencang saat aku memperhatikan setiap garis dan lekukan diwajahnya.

Ketika kerutan dikeningnya muncul atau pun saat Sehun menajamkan pandangan matanya kearah lembaran-lembaran kertas yang mungkin terlihat menarik sekarang  dihadapannya.

Aku memalingkan wajahku kembali kedepan, memandang televisi yang tidak terlihat menarik dihadapanku.

Aku meraih ponselku yang kuletakkan asal di sampingku. Setelah kejadian aku dan Sehun baikan setiap kebutuhanku bahkan sekecil apapun itu sepertinya menjadi perhatian yang cukup penting di mata Sehun, seperti ponsel yang sekarang ada digenggamanku sekarang yang merupakan produk terbaru yang saat ini sedang laris manis di pasaran dibelikan Sehun untukku.

Aku membuka social media milikku.
Ada beberapa notif yang masuk.

Kubuka satu persatu hingga tanpa sengaja jariku berhenti ketika melihat media social milik Naeun.

Ada rasa sesak di dakam hatiku ketika melihat  senyum yang kuakui cukup manis di foto itu.

Walaupun begitu rasa penasaran didalam diriku tak bisa kupungkiri.
Aku beberapa kali mengklik social media Naeun dan tanpa sengaja aku menemukan foto miliknya saat berangkulan dengan Sehun.

Rasanya hatiku sakit saat melihat foto itu, semakin kugerakkan jari-jariku kearah bawah semakin sakit juga hatiku.

Sesekali aku membaca beberapa komentar-komentar diantara foto itu yang isinya semua seakan mendukung jika Sehun dan Naeun menjadi pasangan.

Kutarik nafasku lagi untuk menetralkan setiap gejolak didalam hatiku yang sekarang tidak dapat kujelaskan. Semuanya terasa campur aduk.

Aku mematikan ponselku menaruhnya kembali berganti untuk meraih remote. Kuganti channel berulang kali hingga aku merasa geram sendiri karena tidak menemukan acara televisi yang sesuai dengan keinginanku lantas kumatikan televisi itu dengan sekali tekan.

"Kenapa? Apa kau tidak menyukai acaranya?".

Aku memalingkan wajahku saat Sehun bertanya kepadaku, baru saja aku ingin menjawab Sehun tapi kuurungkan ketika kudengar ponsel milik Sehun berdering.

Membuatku memilih diam untuk saat ini , aku lebih memilih setiap pergerakan Sehun.

Dihitungan kelima saat menjawab panggilan Sehun bangkit dari duduknya dalam sekali hentakan membuatku ikut terlonjak kaget.

Baru saja aku ingin bertanya padanya tapi Sehun langsung memberikan kode melalui tangannya supaya aku tidak bertanya membuatku kembali menutup mulutku.

Sedetik pun tidak luput dari pandanganku ketika Sehun beranjak dari duduknya dengan kasar hingga kursi yang didudukinya hampir terjungkal kebelakang dan lagi lagi aku harus merasakan keterkejutan akibat ulah Sehun.

Dengan jalan yang tergesa dia  meraih kunci mobilnya yang berada dia atas meja nakas yang berada tepat disampingku.

Sehun berjalan kearah pintu lalu memutar kenop pintu tanpa mengucapkan sepatah katapun kepadaku.

Aku langsung beranjak dari atas tempat tidur menyusul Sehun.

Dengan sedikit berlari aku meraih ujung bajunya.

"Mau kemana?" Bisiiku pelan.

"Tidurlah ini sudah malam. Aku ada urusan sebentar. Mungkin malam ini aku tidak pulang".

Cup. Dia menciumku lalu menghilang dibalik pintu.

Aku memandang jam dinding sudah pukul sepuluh malam.
Urusan sepenting apakah itu dijam yang selarut ini?.

Aku berjalan pelan kembali menuju kamar lalu merebahkan tubuhku.

Kutarik selimut sampai sebatas dada kucoba memejamkan kedua kelopak mataku berharap rasa kantuk datang menghampiriku.

Dan hasilnya nihil walaupun aku sudah berulang kali menukar posisi tidurku agar aku merasa senyaman mungkin.

Aku memilih menyerah. Aku memutuskan bangkit dari tidurku berjalan menuju balkon mencari udara segar dan menatap bintang yang bertaburan dilangit.

Lelah berdiri aku memutuskan untuk duduk diatas ubin walau terasa dingin untuk mengusir rasa pegalku sambil sesekali melihat ponsel milikku yang berada didalam genggamanku barangkali Sehun menghubungiku itu yang kuharapkan.

☆☆☆☆☆


OH MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang