Buru-buru aku bangkit menyusul So Hyun kekamar.
"Sayang". Kuketuk pintunya sambil memanggil namanya lembut namun tidak ada sahutan."Sayang".
Karena tidak ada sahutan dari dalam, aku memilih untuk memutar kenop pintu. Sial, tenyata So Hyun sudah mengunci pintunya terlebih dahulu dari dalam.
"Sayang buka pintunya, sayang".
Tetap tidak ada sahutan.
Kurogoh ponsel, mencari kontak milik So Hyun.
Kudekatkan ponsel itu ketelinga,
"Sayang, tolong buka pintunya". Kalimat yang pertama kali kuucapkan saat So Hyun mengangkat panggilanku
.Titttttt...
Namun tidak lama panggilan itu diputus. Aku tidak menyerah, kembali kutelepon nomor yang sama, namun kali ini So Hyun tak kunjung mengangkat panggilanku.Hingga dipanggilan yang kelima panggilan ku sudah tidak tersambung lagi. Itu artinya dia telah mematikan ponselnya.
Sambil mengusap wajahku kasar, aku berpikir apa yang harus kulakukan supaya So Hyun mau membuka pintu ini.
Aku khawatir, takut entah apa yang akan diperbuat So Hyun didalam kamar. Aku takut dia akan melakukan sesuatu hal yang nantinya akan mencelakai dirinya dan juga bayi kami.
Tok..tok..tokk....
"So Hyun". Lagi dan lagi kucoba mengetuk dan memanggil namanya, namun hasilnya nihil. Sepertinya So Hyun tidak berniat membukakan pintu untukku. Kuhela nafas kasar, apa yang harus kulakukan sekarang?Sudah hampir dari empat puluh menit aku disini membujuk So Hyun keluar, Tapi hasilnya nihil, aku berjalan mondar mandir didepan pintu kamar, memikirkan hal apa yang harus kugunakan untuk membujuk So Hyun supaya keluar dari kamar.
Lama aku berpikir hingga suatu ide melintas dikepalaku. Aku berjalan kearah dapur, mengambil pisau yang ukurannya lumayan besar.
Mengambil pisau untuk membantu membuka pintu lebih tepatnya merusak pintunya, biarlah kalau nanti pintu nya yang akan rusak, toh pintu lebih mudah diganti sekarang aku harus memastikan So Hyun tidak melakukan sesuatu hal yang akan mencelakai dia dengan bayi kami.Selepas dari dapur aku datang kembali ke depan pintu kamar, kali ini dengan pisau yang kupegang ditangan kiri sementara tangan kananku mengetuk pintu.
"So Hyun buka pintunya". Ucapku masih dengan suara yang lembut, mencoba membujuknya secara baik-baik.
Tok...tok....tok.....
"Sayang, beri waktu supaya Oppa bisa menjelaskan semuanya".
Ku ketuk lagi pintu sambil meneriaki nama So Hyun."So Hyun buka pintunya dan mari kita bicarakan semuanya baik-baik".
Kudekatkan telingaku kedaun pintu.
Ternyata So Hyun menangis didalam sana. Walaupun suara tangisannya terdengar begitu kecil tapi isakan tangis itu masih bisa terdengar jelas di indra pendengaranku."Sayang buka pintunya ya".
So Hyun tetap tidak menjawab panggilanku, hanya isak tangis nya yang terdengar dan itu membuatku semakin khawatir. Kedepannya aku harus lebih siaga, harus menyiapkan kunci cadangan setiap pintu rumah ini.Pisau yang sedari tadi kugenggam ditangan kiriku sudah kualihkan ketangan kananku, pisau itu kugenggam dengan erat, bersiap untuk merusak pintu kamar yang ada di hadapanku.
"So Hyun, kamu tidak mau membuka pintu ini, jangan salahkan Oppa, kalau pintu ini akan hancur nantinya".
Selesai berbicara begitu, kembali kudekatkan indra pendengaranku kedaun pintu, tidak ada sahutan tapi suara tangis itu masih tetap terdengar.Takk...takkk..takkk..
Kucoba merusak daun pintu yang berada dihadapanku, merusaknya dibagian yang menurutku paling tepat menumbangkan pintu ini.
Lagi dan lagi kuayunkan pisau itu membentur daun pintu dengan sekuat tenagaku hingga akhirnya pintu itu rusak dan dengan sekali tendangan pintu itu langsung terbuka.Pemandangan yang pertama kali kulihat adalah So Hyun yang tengah duduk di lantai yang beralaskan karpet bulu bersender di pinggiran ranjang dan menatapku dengan tatapan takut.
Dengan nada pelan dan lembut aku memanggilnya, melangkah mendatangi tempatnya duduk.
"Sayang, hey kenapa menangis?"
Semakin aku mendekat So Hyun semakin takut, badannya semakin meringkuk.
Awalnya aku bingung dengan reaksi ketakutannya, hingga akhirnya aku tersadar ternyata semuanya karena pisau yang berada ditangan ku, astaga bodohnya aku.
"So Hyun, maaf pisau ini mengagetkanmu. Aku tidak berniat mencelakai mu dengan ini". aku mencoba menjelaskan sambil mengangkat pisau nya.
"Tunggu sebentar".
Aku berbalik bergegas kembali kedapur mengembalikan pisau itu ketempat semula dimana aku menemukannya.
Lalu kembali berjalan kekamar dan terlihat wajah So Hyun sudah lebih tenang sekarang.
Aku menemaninya duduk tepat di sebelahnya."Sayang". Kupeluk So Hyun, tidak ada penolakan darinya.
"Ayo kembali ke bawah, kamu belum sempat makan malam tadi". Bujukku pelan.
Didalam pelukanku So Hyun menggeleng."Makanlah sedikit, kasian bayi kita nanti dia kelaparan".
Lagi dan lagi aku membujuknya dengan suara lembut takut nantinya aku kembali menyakiti hatinya.So Hyun menatapku tanpa melepaskan pelukan kami,
"Kalau aku tidak merasa lapar, itu artinya anakku juga pasti merasakan hal yang sama, dia juga pasti tidak lapar"."Anak kita sayang". Ralatku pelan.
"Tapi yang hamil kan aku, bukan Oppa". Protes So Hyun, kembali membenamkan kepalanya kedalam pelukanku.
"Ia memang kamu yang hamil, karena sudah kodrat begitu, jadi"."Jadi aku yang pastinya lebih mengetahui mengenai kondisi anakku yang saat ini tengah kukandung di dalam perutku". Ucapnya sengit memotong ucapanku membuatku hanya bisa menghela nafas.
"So Hyun dengarkan Oppa, mari kita kebawah, untuk makan malam". Kualihkan pembicaraan So Hyun, pembicaraan yang menurutku tidak penting dibahas karena pasti akan menimbulkan perdebatan baru.
Kucoba melepaskan pelukan kami, semakin kucoba melepasnya, So Hyun semakin memelukku erat.
"So Hyun".
"Kalau Oppa lapar, Oppa sendiri saja yang makan".Aku menghela nafas pelan, teryata benar kata orang-orang, kalau wanita yang sedang hamil pasti lebih sensitif, keras kepala dan selalu ingin menang sendiri.
"Kalau begitu lepaskan dulu pelukan nya".
So hyun langsung mengangkat wajahnya, melepaskan pelukannya dengan cepat."Jangan salahkan aku, karena Oppa yang awalnya memelukku bukan aku ".
Kuusap wajahku kasar, menghembuskan nafasku pelan, So Hyun menguji kesabaranku.
'Benar-benar keras kepala'."Jadi kamu tidak mau ikut Oppa makan malam?".
So Hyun menggeleng dan langsung membuang muka acuh tak acuh.
"Baiklah Oppa saja yang akan pergi kebawah untuk makan malam, Oppa benar-benar lapar sekarang".
Bangkit berdiri, aku menoleh kearah So Hyun berharap dia berubah pikiran dan mau ikut denganku untuk makan malam."Sayang".
"Kalau lapar dan mau makan pergi saja, aku tidak lapar". So Hyun berteriak keras tanpa menoleh kearahku.
Aku berjalan keluar kamar meninggalkan So Hyun. Lebih baik membiarkannya sendiri untuk sementara, supaya hatinya lebih tenang dan mungkin saja dia nanti mau menyusulku kebawah.
Pintu kamar kami telah rusak dan itu artinya So Hyun tidak bisa lagi mengunci dirinya di kamar itu. Hal itu membuatku bisa lebih tenang saat meninggalkannya sendirian didalam kamar. Semua kunci ruangan yang ada di dalam apartemen ini sudah kupegang jadi sudah bisa kupastikan So Hyun tidak bisa melakukan hal seperti tadi.
Sambil memakan makananku sesekali aku menatap kearah tangga, tidak ada tanda -tanda kemunculan So Hyun. Membuat rasa khawatir kembali menjalariku, dengan cepat kuhabiskan makan malamku. Berniat kembali kekamar menemui nya serta membawakannya makan malam.
![](https://img.wattpad.com/cover/83827685-288-k220694.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OH MY HUSBAND
LosoweApa jadinya jika seorang Kim so hyun dengan umur yang terbilang cukup mudah dinikahkan dengan seorang sunbaenya di sekolahnya akibat perjodohan konyol yang telah di sepakati oleh orang tua mereka? Apakah Kim so hyun mampu tingal dan hidup bersama d...