Gelisah

29 6 0
                                    

"Baik, karena sudah masuk pada waktu ujian, Ibu akan membagikan lembaran jawaban, tolong kalian isi dulu dengan benar jangan sampai salah." ucap Bu Gina lalu membagikan lembaran kertas jawaban ke arah murid-murid. Hari pertama di minggu ini sekaligus hari pertama untuk ujian kenaikan kelas di SMA Cendrawasih. Dengan posisi duduk yang berjarak 1 meter per meja dan berurutan sesuai absen, membuat Resya dan keempat temannya berjarak sedikit jauh.

"Ahahahah, kasian deh lo Ray, duduk di depan, gak bisa nyontek, kasian Raya," ejek Rani.

"Diem lo anak jurig! Gue tebas pala lo ilang nanti!" balas Raya dengan muka yang sangat kesal. Iya, Raya berada di barisan paling depan, mengingat namanya dimulai dari huruf pertama dalam abjad 'Anindya Raya Syahputri.'

"Makanya besok lo ganti nama tumpengan dulu, undang gue deh." Rani bukannya meminta maaf malah semakin jadi untuk menggoda Raya, mereka saling bertukar kalimat dengan suara yang kecil. Posisi Raya dan Rani hanya berjarak 2 kursi dari samping dan 1 kursi dari depan.

"Ran, diem nanti Bu Gina ngamuk ih." Mila selaku teman sebangku Rani selalu memperingatkan Rani, nama mereka juga sama dan absen mereka berdekatan.

"Maharani, kamu ingin di kelas atau keluar?" keluar sudah teguran dari Bu Gina.

"E-eh iya Bu, maaf saya mau di dalem aja." Rani menjawab dengan sedikit takut, bagaimana tidak masa iya sedang ujian lalu di usir, ingin mendapat nilai nol dengan sukarela atau bagaimana?

Rani kembali mengisi lembaran jawabannya, dan soal ujian juga sudah di bagikan beberapa menit yang lalu, semua murid fokus mengerjakan. Begitu pun dengan Resya yang mengerjakan dengan sangat fokus, berharap dengan usahanya selama setahun ini bisa membuat orang tuanya bangga lagi dengannya.

Berbagai tipe murid dalam mengerjakan ujian ada yang fokus sendiri, ada yang memilih untum bekerja sama antara teman, ada yang menunggu contekan dan lain sebagainya. Semua berjalan semestinya sampai kurang lebih waktu satu jam tiga puluh menit telah berlalu, mulai ada yang panik karena belum menyelesaikan soal-soalnya karena waktu hanya tinggal tersisa kurang lebih tiga puluh menit. Soal yang tersisa di lembar ujian Resya hanya tinggal satu saja, namun fikirannya merantau kemana-mana. Ia terfikirkan dengan kejadian yang ia lihat tadi pagi.

Flashback On
Resya melangkahkan kakinya yang jenjang ke arah kelasnya, dengan langkah yang mantap diiringi sebuah doa yang menjadi senjatanya di medan perang nanti. Ia meyakinkan dirinya bahwa nanti ia harus berusaha semaksimal mungkin agar apapun yang telah ia usahakan tidak akan sia-sia, dan penyesalan tidak akan pernah menyelimuti kehidupannya. Namun langkahnya sedikit goyah saat ia mendapati sosok yang semalam menemuinya berjarak beberapa langkah lebih depan darinya, mengingat kata-kata seramnya semalam benar-benar menjadi sebuah kenyataan pagi ini.

"Abis ribut sama anak mana lo?"tanya Rafael yang berjalan di sebelah Reyon.

"Tumben anak Cendrawasih kalah, padahal lo yang mimpin," tambahnya.
"Sakit gak?" Rafael menyentuh memar yang berwarna sedikit keunguan di ujung bibir kanannya. Namun luka yang memar bukan hanya ada di bagian bibir, bahkan tulang pipi sebelah kirinya pun juga memar, dan beberapa plester berada dari bagian siku sampai pergelangan tangan kanan, membuat Resya tak bisa memikirkan separah apa keadaannya semalam entah karena sebuah kecelakaan atau pertengkaran.

"Ssshh, kenapa di pegang sialan," balas Reyon yang meringis kesakitan. Bodoh juga ternyata Rafael, seperti itu saja masih ditanya sakit atau tidak.

Resya hanya melihat mereka berdua berbicara topik yang ringan, belum masuk pada inti permasalahannya. Namun dari raut wajah Resya, sungguh ia benar-benar khawatir dengan Reyon, pasalnya hal yang ia takutkan adalah setelah semalam Reyon bertemu dengannya, apa yang dilakukan Reyon, bahkan sampai bisa membuat dirinya terluka?

Forever With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang