Kehidupan yang Berat

24 7 0
                                    

"Hoammm! Udah pagi!?" Resya sedikit teriak. Sepertinya semalam ia tertidur setelah memikirkan perkataan Reyon. Bahkan ia sampai lupa untuk makan malam kemarin. Apakah Resya se-lelah itu? Sampai bisa tertidur dalam keadaan yang belum makan?

"Bentar, jam berapa ini?" Resya menyipitkan kedua matanya, menatap jam dinding putihnya.
"Astagfirullah! Sholat subuh!" ia menepuk jidatnya dengan pelan, bergegas mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat subuh.

Usai melaksanakan sholat subuh, suara lembut dari bunda nya terdengar.
"Syasa? Udah bangun sayang?" tanya Bunda Raisya yang terasa berada di depan pintu kamar Resya.

"Udah Bun, masuk aja kalo mau.." Jawab Resya. Resya memang masih kesal perihal kemarin. Namun ia mencoba untuk tidak menjadikan Bunda atau Ayah nya sebagai pelampiasannya.

Bunda Raisya membuka pintu kamar, lalu menghampiri putri kesayangannya yang masih duduk di atas ranjang.
"Masih marah sama Bunda sama Ayah? Bunda mint-"

"Gak Bun, Syasa gak marah sama Bunda apalahi Ayah, Syasa minta maaf karena kemarin ngebentak Bunda!" Resya memeluk Bunda nya, memeluk dengan erat, ingin sekali menyalurkan semua rasa kesedihannya.

"Gak apa apa, Bunda ngerti, kemarin Bunda sama Ayah cuma khawatir, karena Syasa gak makan dari pagi, bahkan malemnya Syasa gak ikut makan malem.." nada kekhawatiran seorang Ibu terdengar dikalimatnya.

"Maafin Syasa, semalem Syasa ketiduran Bunda." Resya masih dalam posisi sama yang memeluk Bundanya. Dan Bunda Raisya hanya mengelus rambut Resya dengan pelan.

"Syasa pasti laper kan sekarang, ke dapur temenin Bunda bikin sarapanya." Raisya melepas pelukannya, beralih menatap putrinya yang semakin lama semakin dewasa.

"Iyaa, Syasa bantuin sekalian." balas Resya.

Mereka pergi ke dapur untuk membuat sarapan, menu mereka hanya nasi goreng dengan telur ceplok ditambahi dengan toping krupuk yang menggiurkan.

"Bunda panggil Ayah dulu ya." Bunda Raisya meninggalkan Resya yang sedang mengambil beberapa piring dari rak piring di dapur lalu meletakkannya di meja makan. Tidak butuh waktu lama Bunda Raisya kembali disusul dengan Ayah Daniel. Mereka duduk bersama memulai ritual sarapan mereka.

"Syasa? Ayah kemarin gak maks-" sepertinya Ayah Daniel sedang ingin mengucapkan permintaan maafnya kemarin.

"Ayah, Syasa gak marah, kemarin Syasa emosi, maaf Syasa egois kemarin." Resya melihat ke arah Ayahnya.

"Maaf Ayah gak bangunin Syasa kema-"

"Ayah gak usah minta maaf, Syasa yang salah, Syasa juga yakin Bang Rayen pasti bakal sering nelfon nanti." Resya mencoba menguntaskan senyumnya. Ayah Daniel membalas dengan mengelus kepala Resya dengan lembut sambil menyunggingkan senyumnya.

"Nana udah lama gak ke sini Syasa? Kemana dia?" tanya Ayah Daniel, yang mulai mengalihkan topik.

"Nana.. "lirih Resya.

"Iya, Ayah udah lama gak liat dia, gimana kabarnya?" Ayah Daniel terus menyodorkan pertanyaannya.

"Baik yah, Nana kemarin.." Resya menggantungkan kalimatnya menatap kosong ke arah piring berisinasi goreng yang sudah setengah habis.

"Kemarin kenapa dia?"

"Dia kemarin.. tiba-tiba ke Bandung.. tanpa ngasih alasan yang jelas ke Syasa.." Resya mengatakannya dengan berat.

Ayah Daniel menyerngiykan dahinya bingung, apa yang sebenarnya terjadi.
"Bandung? Liburan?"

"Syasa gak tau yah, Syasa berharap Nana di sana cuma liburan."
"Syasa ke kamar dulu ya, ada tugas yang harus Syasa selesaiin!" Resya berdiri dari kursinya, menaiki anak tangga dan berjalan menuju kamarnya. Ayah Daniel dan Bunda Raisya hanya saling melempar tatapan bingung.

Forever With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang