Luka Baru

14 6 0
                                    

Resya meremas pelan jaket Reyon dengan maksud menjaga tubuhnya agar tidak terjatuh. Apalagi Reyon membawa kecepatan motornya di atas rata-rata, makin gila saja jantung Resya dibuatnya.

Pulang sekolah tadi setelah berdebat sekian lamanya, Resya mengiyakan ajakan Reyon pergi ke rumahnya. Resya sebenarnya juga tidak tahu kenapa Reyon mengajaknya tiba-tiba ke rumahnya.

"Rey gak bisa ya pelan dikit?" tanya Resya yang sedikit berteriak dibalik helm putihnya.

Reyon melirik sedikit kaca spion yang mengarah pada Resya. "Gak," jawabnya singkat.

Resya menghembuskan napasnya pelan. Resya lupa, Reyon kan tidak waras jadi wajar saja bukan.

Reyon membelokan motornya ke kiri berhenti di rumah yang memiliki gerbang tinggi. Hanya dengan membunyikan klakson motornya, gerbang tadi sudah dibuka lebar oleh satpam di rumahnya.

"Siang den, ini pacarnya den?" sapa satpam pada Reyon.

Bukan menjawab, Reyon malah diam tak bersuara. Resya dengan cepat menjawabnya. "Siang pak, bukan. Saya cuma temennya Reyon."

Satpam tadi tersenyum simpul mendengar balasan Resya. Lalu Reyon langsung masuk ke dalam rumahnya. Memberhentikan motornya di perkarangan sana. "Turun," ucapnya.

Resya turun seraya menyodorkan helm putih yang baru saja ia lepas dari kepalanya. "Rey, mau ngapain?"

Reyon sibuk mengaitkan helm yang Resya pakai tadi pada jok motornya. Lalu menatap Resya dengan penuh arti. "Ikut aja."

Reyon menarik pergelangan tangan Resya. Resya hanya mengikutinya, ia sudah pasrah. Yang terpenting Reyon bukan berniat untuk membunuhnya kan.

Saat Reyon membuka pintu rumahnya pelan, seorang pria berperawakan tua sudah duduk di sofa berwarna hitam. Awalnya Resya memperhatikan sekeliling rumah Reyon yang luasnya bukan main tapi karena ada pria tua tadi atensinya jadi teralihkan dengan cepat.

Pria tua tadi menghampiri Reyon. "Sudah pulang kamu Reyon?" tanyanya.

Wajah Reyon yang datar tidak bisa mendeskripsikan apa pun. "Seperti yang papa lihat," jawabnya tak acuh.

Ah benar, Resya baru ingat pria tua tadi adalah papa Reyon. Yang dulu pernah menemuinya sekaligus menghancurkan harga diri ayahnya. Meski begitu, ia tetap menghormati papa Reyon sebagai orang tuanya.

"Masuk dulu," titahnya pelan seraya mendorong pelan bahu Reyon.

Reyon berjalan menuju sofa hitam di sana, tangannya masih menggenggam pergelangan tangan Resya. Ia mengajak Resya duduk bersebelahan dengannya.

Papa Reyon yang sedari tadi memperhatikan, hanya bisa tersenyum. "Saya papa Reyon, kita sudah pernah ketemu dulu."

Resya memanggutkan kepalanya pelan. Ia bingung, papa Reyon punya kepribadian ganda atau bagaimana? Sepertinya papa Reyon yang ada di cafe dengan di rumahnya berbeda 180 derajat.

Papa Reyon menatap lurus ke arah meja yang ada di depannya. "Saya yang salah. Ternyata selama ini saya sudah membiarkan Reyon terluka dengan perlakuan saya. Saya memang tidak pernah berusaha untuk menerima apa yang terjadi di masa lalu."

Tanpa sadar Reyon mencengkram pergelangan Resya semakin kuat, membuat Resya meringis pelan. Resya menarik tangannya, jika tidak tulang pergelangannya mungkin sudah tak berbentuk seperti tulang pipi.

Papa Reyon menarik napasnya berat. "Selama ini saya tidak tahu jika Reyon juga sangat terpukul. Saya yang egois merasa bahwa saya yang paling tersakiti."

Resya mendengarkan cerita-cerita kehidupan dalam keluarga Reyon yang keluar dari mulut papa Reyon. Ia melihat perubahan raut wajah Reyon yang sudah berbeda.

Forever With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang