BAB 16

12 11 7
                                    

Day 3 - Part 1

Ini adalah hari ketiga selama aku menjadi peserta HC Looking for Talents—yang berarti hari ini akan diselenggarakan pertandingan kedua. Rasanya, tubuhku lelah sekali. Tadi malam saja, tidurku tidak nyenyak. Tetapi aku harus tetap semangat demi membantu keluargaku.

Saat ini aku sedang celingukan di depan kantin, mencari Kak Daran untuk diajak bicara mengenai Kak Valerie dan Feby. Dua menit memeriksa kantin, aku tidak melihat sosok yang kucari. Tak lama, Kak Daran melangkah melewatiku. Dengan cepat, aku langsung memanggilnya. "Kak Daran!"

Dia yang sedang berjalan dengan satu temannya berhenti dan menoleh. "Eh, Ralin. Ada apa?"

"Aku mau bicara sama Kak Daran sebentar. Bisa?"

"Bicara tentang apa?"

"Tentang Feby dan Kak Valerie. Aku punya rencana untuk mendamaikan mereka. Tetapi aku butuh bantuan kamu."

Dia mengangguk mengerti. Lalu bicara dengan teman di sampingnya, bahwa ia meminta ruang untuk bicara berdua saja denganku. Setelah temannya pergi, ia berkata, "Rencana apa?"

"Kamu mau bantu?"

"Tentu, selagi aku bisa."

Kita berdua sedikit menepi ke pinggir kantin dan aku mulai menjelaskan semua rencanaku, termasuk bagian yang harus Kak Daran lakukan. "Bagaimana?"

"Tidak buruk. Oke, waktunya besok saat jam istirahat pertama, kan?"

"Iya."

"Siap."

"Terima kasih."

"Aku yang harusnya berterima kasih, karena kamu telah mau membantu timku."

Aku tersenyum. "Kalau begitu, aku duluan, ya!"

"Iya."

Setelah itu aku kembali berjalan menuju kelas, sengaja tidak jajan di kantin, karena aku bawa bekal berupa sandwich, beli di kantin asrama, lebih tepatnya aku yang meminta dibikinkan itu oleh ibu kantin asrama yang sangat baik. Sesampainya di kelas, aku langsung duduk dan memakan bekalku. Keadaan kelas sepi, hanya ada aku dan Zafar yang sibuk berkutat dengan buku tulisnya.

Tiba-tiba Zafar duduk di kursi Feby. "Lin, kamu bisa ajarin aku materi ini?"

Sambil memegang sandwich, aku memerhatikan soal yang ditanyakan Zafar. "Bisa." Lalu aku menjelaskannya sedetail mungkin sambil sesekali mengunyah roti.

"Terima kasih. Eh, kamu bawa bekal?"

"Iya, bosen jajanan di kantin sekolah."

"Bener, sih. Tetapi di kantin asrama memang ada yang menjual itu? Atau itu sarapan kita yang langsung habis dalam sekejap?"

"Oh, ini aku minta tolong Bu Tyas bikin, terus aku bayar. Mau?" tanyaku sambil menawarkan satu roti yang masih utuh di kotak bekal.

Dia menggeleng. "Buat kamu aja."

"Oke."

"Lin, menurutmu apa arti bahagia yang sesungguhnya?"

Aku menatap Zafar bingung. "Kenapa tanya begitu?"

"Aku cuma mau tahu pendapatmu saja."

"Menurutku, bahagia itu memiliki banyak arti yang tidak bisa kita sama ratakan. Karena kadar bahagia setiap orang berbeda-beda. Tetapi kalau kamu bertanya arti bahagia versi aku, aku belum tahu."

"Karena?"

"Aku belum menemukannya. Kita memang dapat dengan mudah mengatakan, hari ini aku bahagia sekali, karena bla bla. Tetapi, pernah tidak sih, kamu berpikir bahwa, adakah orang yang merasa tersakiti akan kebahagiaan kita? Adakah orang yang menangis tersedu akan senyuman paling lebar yang kita tunjukkan? Pernahkah kamu peduli dengan itu?"

Enigma TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang