BAB 34

11 2 0
                                    

Day 10 - Part 2

"Eh, kamu sudah datang Sabrina? Kamu tidak perlu repot-repot, kita tunggu ambulans saja," ujar Bu Astrid.

"Tapi, Bu. Kondisi Ralin sangat parah. Dia mengeluarkan banyak darah bahkan setelah aku coba bersihkan. Sepertinya kita harus menerima bantuan Kak Sabrina," kata Cheryl dibuat khawatir.

"Iya, Bu. Saya setuju sama Cheryl. Ralin butuh pertolongan medis lebih cepat!" timpal Zafar.

Sedari tadi, dalam mata terpejam di atas brankar, aku berharap-harap cemas mengenai keputusan Bu Astrid. Kalau Bu Astrid tetap menolak, terpaksa kita harus menjalankan rencana awal jika Cheryl dan temannya yang satu lagi tidak memeriksa kondisiku secara detail.

"Baiklah, baiklah. Ibu terima bantuanmu, Sabrina. Zafar, kamu tolong bopong Ralin sampai mobil Sabrina. Ibu mau ambil tas dulu."

Syukurlah.

"Bu Astrid, saya boleh ikut menemani?"

"Tidak," ucap Bu Astrid tegas kepada Zafar lalu terdengar langkah kaki menjauh.

"Ya sudah, ayo cepat bawa Ralin ke mobilku!" titah Kak Sabrina kepada Zafar.

"Sebentar, atas alasan apa Kak Sabrina datang dan masuk ke asrama Cindrawana?" bingungku.

"Kak Sabrina sudah ada janji dengan Bu Astrid membahas bagaimana cara supaya anak perempuannya bisa masuk ke agensi HC."

"Oh, begitu."

"Tapi, Zaf. Apa kamu yakin Bu Astrid akan memberikanmu izin jika kekacauan yang dibuat oleh Feby dan Valerie berhasil?" Aldric bertanya.

Zafar menjentikkan jari. "Itu salah satu hal krusial dalam rencana ini yang hanya bisa diketahui jawabannya saat eksekusi nanti."

Aku merasakan tubuhku terangkat dengan pelan oleh Zafar—aku mengetahui karena aroma tubuhnya yang selalu terpatri di dalam pikiranku. Alasan lainnya, aku tahu karena siapa lagi kalau bukan Zafar? Masa Cheryl? Kan tidak mungkin.

Begitu sampai di luar ruang perawatan, telingaku bisa mendengar suara Feby yang berteriak kencang, bahkan sangat marah yang pasti ditujukan kepada Valerie. "Maksud kamu bicara seperti itu apa? Kamu kali yang murahan!"

Di dalam gendongan Zafar, kuberanikan diri untuk membuka mata sedikit. Aku penasaran sekali dengan lakon yang dimainkan oleh Feby dan Valerie. Pasti seru!

Samar-samar, terlihat Valerie menampar kencang pipi Feby. "Dasar jalang! Berani-beraninya kamu menuduhku perempuan murahan!"

Feby terlihat geram. Dia pun balas menampar pipi Valerie. "Kamu yang jalang! Tidak punya harga diri!"

Valerie pun langsung menjambak rambut Feby yang pendek dan Feby tak mau kalah, ia membalas menjambak rambut Valerie. Tapi kalau diperhatikan lebih dalam lagi, pertengkaran mereka terlihat seperti betulan sekali. Bukan sekadar akting. Teman-temanku yang berada di kantin mulai beranjak menyaksikan perkelahian Feby dan Valerie yang memang terlihat menarik untuk disaksikan sampai mereka menghalangi pandanganku.

"ADA APA INI?" teriak seorang wanita kencang sekali. Aku tahu suara itu, aku pun langsung menutup mataku rapat-rapat. Dan Zafar segera beranjak dari sana.

Zafar membawa tubuhku memasuki mobil sedan milik Kak Sabrina di kursi penumpang yang dibantu Kak Sabrina. Setelah itu, Zafar dan Kak Sabrina pergi meninggalkanku di dalam mobil ini sendiri. Aku membuka mataku kembali, kali ini dengan sempurna. Menatap penuh harap ke arah gerbang Cindrawana. Beberapa menit kemudian, hadirlah sosok Zafar dan Kak Sabrina berjalan cepat ke arahku yang membuatku tersenyum lebar. Mereka pasti berhasil.

Enigma TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang