BAB 29

6 4 0
                                    

Day 8

Sepulang sekolah, aku langsung bersiap dengan cepat. Pokoknya, masalahku dengan Kak Valerie harus selesai hari ini juga.

"Kamu mau ke mana lagi sih, Lin? Dari tadi kok repot banget aku lihatin," tanya Mita yang sedang sibuk membuka buku pelajaran.

Keyla ikut mengangguk. "Iya, Lin. Kamu mau ke mana? Bukankah kita tidak boleh meninggalkan asrama saat hari biasa?"

Aku yang sudah selesai mematut diri di depan cermin berbalik. "Aku tahu. Tapi, aku ingin menyelesaikan masalahku dengan Kak Valerie hari ini juga."

Mita langsung menghentikan aktivitasnya. "Bagaimana caranya?"

Aku menatap Keyla yang hanya diam memerhatikan dengan serius. "Nanti aku ceritakan semuanya ke kalian, kalau semuanya sudah benar-benar selesai."

"Yah, Lin, sekarang aja dong!" pinta Keyla.

"Aku tidak bisa, Key. Aku sudah dikejar waktu."

"Sudahlah, Key. Kita tunggu Ralin kembali saja. Kalau sampai dia tidak mau cerita juga, hm, awas aja!"

Aku terkekeh. "Aku pasti cerita kok, Mit, Key. Duluan, ya!" Setelahnya aku pergi meninggalkan kamar. Dari lantai dua asrama putri, aku bisa melihat Kak Valerie yang susah menunggu di depan gerbang asrama dengan pakaian rapi. Sepertinya dia bersemangat sekali.

"Selamat siang, Kak Valerie," sapaku ramah.

Kak Valerie menatapku sekilas. "Di mana Papamu? Dari tadi aku tidak melihat mobil memasuki asrama."

Aku tersenyum menunjuk mobil berwarna putih yang terparkir di samping mobil sedan berwarna hitam. "Itu mobil orang tuaku. Mereka sudah lama berada di sini, mungkin masih berusaha untuk membujuk Bu Astrid supaya kita bisa keluar asrama."

Beberapa menit terdiam, Kak Valerie bersuara, "Mengapa Zafar harus ikut campur dalam masalah di hidup kamu?"

"Zafar hanya ingin membantu. Dan, aku memang butuh pendapat Zafar."

Kak Valerie menggeleng heran. "Kamu tahu? Dia sudah terlalu jauh dalam mengenal diri kamu!"

"Hah?"

"Aku tidak ingin ada orang lain yang ikut campur dalam masalah kita."

"Tapi, aku tidak bisa melarangnya untuk tidak ikut. Karena Zafar bukan orang asing lagi bagiku dan keluargaku."

"Di saat yang sama pula, dia orang asing bagiku dan keluargaku."

Aku mengusap wajah frustasi. Ini semua sungguh membingungkan bagiku.

"Ini sebabnya aku tidak ingin jatuh cinta begitu cepat dengan orang asing. Karena, rasa cinta bisa menutup mata kita tentang baik dan buruknya sesuatu."

"Kamu bicara apa sih, Kak?"

"Tapi kalau kamu tetap menginginkan Zafar untuk ikut, aku tidak bisa berbuat apa-apa."

"Hei! Kalian sudah di sini ternyata," sapa Zafar hangat.

Kak Valerie langsung melipat tangan dan membuang muka. Sebenarnya, apa yang Kak Valerie ketahui tentang Zafar? Semoga apa pun dugaan buruk Kak Valerie terhadap Zafar semuanya keliru.

Zafar berdeham. Membuat aku langsung menatapnya.

"Lin, sepertinya kali ini aku tidak perlu ikut, deh. Masalahmu dengan Valerie pun sudah hampir selesai. Jadi, ini bukan bagianku lagi."

Aku tersenyum. "Baiklah kalau memang itu keinginanmu. Terima kasih banyak sudah membantu menyusun rencana untuk mendapatkan izin dari Bu Astrid lagi."

Saat kemarin di rumahku, ketika aku dan Zafar sudah mengetahui semuanya—kami langsung berdiskusi tentang bagaimana caranya bisa keluar dari asrama dengan legal. Zafar memberi usul supaya orang tuaku datang ke sekolah dan bilang bahwa Oma ku sedang kritis dan ingin bertemu dengan cucunya. Padahal sebenarnya Oma ku sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Juga, mengakui kalau Kak Valerie dan Zafar sebagai keponakan mereka yang berarti sepupuku.

Enigma TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang