BAB 5

90 46 21
                                    

31/05/24

Selamat pagi semuaaa!!

Enjoy the story!!

~~~

Aku diam termenung setelah mendengar perkataan Zafar. Dengan mengikuti HC Looking for Talents dan menang memang bisa langsung membantu keluargaku. Tetapi, apakah aku yakin bisa menang?

"Kalau pun kita kalah, hadiah uang tunainya juga bisa cukup, kok. Kamu bisa pakai bagianku dulu. Nanti tinggal ganti kapan pun kamu ada uangnya."

Aku menatap Zafar ragu.

"Semua itu tergantung kamu, Lin."

"Tetapi Zaf, bagaimana kalau isi kertas itu salah? Dan aku nggak terpilih?"

Zafar terdiam. Sepertinya dia tidak punya solusi atas kemungkinan itu.

Aku tersenyum kemudian. "Terima kasih atas solusinya, Zaf. Lebih baik kita lihat apa yang akan terjadi besok. Semoga bisa sesuai rencana awal."

Zafar mengangguk. "Maaf, aku nggak punya solusi atas pertanyaanmu sebelumnya."

"Gapapa, mungkin aku hanya belum menemukan solusinya."

"Iya, nanti aku bantu pikirkan."

"Sekali lagi terima kasih, Zaf. Kamu udah mau membantuku, padahal ini bukan tanggung jawab kamu."

"Jelas saja ini sudah menjadi tanggung jawabku, Lin. Keluarga kita sudah seperti saudara. Dan sudah sepantasnya saudara saling tolong menolong."

Aku tersentuh mendengarnya. Dan jantungku semakin berdebar kencang. "Oh iya, aku boleh minta tolong lagi, Zaf?"

"Apa?"

"Tolong panggilkan Dokter Sarah, aku ingin izin untuk kembali ke kamar asrama."

"Oke, sebentar. Aku juga sekalian pamit, mau kembali ke kamar asrama."

"Iya, terima kasih banyak."

"Sama-sama." Lalu Zafar berjalan keluar dari ruang rawat.

Tak lama, Feby dan Dokter Sarah memasuki ruang rawatku.

"Kamu mau kembali ke kamar?" tanya Dokter Sarah.

"Iya, dok. Sudah bisa, kan?"

"Kepalamu sudah tidak pusing, perih, atau sakit lagi?"

"Sudah lebih baik, dok."

"Baiklah kalau begitu. Feby, temani Ralin ke kamarnya, ya!"

"Siap, dok!" balas Feby semangat.

"Saya permisi dulu."

"Sudah selesai menjalani hukumannya, Feb?" tanyaku sambil duduk.

"Sudah, dong. Kan dibagi dua sama Kak Valerie itu."

"Berarti kalian sudah damai?"

"Damai demi mencari aman sih, sudah. Tapi kalau damai tulus dari hati mungkin belum."

"Bisa begitu, ya."

Kemudian, Feby menuntunku menuju kamar. Sekarang masih sore, mungkin sekitar pukul empat.

Sesampainya di depan kamar, Keyla dan Mita langsung menghampiriku, raut wajah mereka berdua terlihat sangat cemas.

"Duh, Lin. Kamu kenapa?" tanya Mita.

"Tidur aja sih, kalian. Temannya celaka jadi tidak tahu, kan?!" Feby yang menjawab.

"Ya namanya juga ngantuk, Feb," balas Keyla.

Enigma TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang