Day 12 - Part 2
Ketika aku sedang berkumpul di kantin asrama bersama yang lain, Bu Astrid datang menghampiri kami sambil membawa tote bag yang isinya tidak diketahui.
"Selamat pagi!" sapa Bu Astrid.
"Pagi, Bu!" jawab kami serempak.
"Karena kalian sebentar lagi akan pergi bertualang, Ibu ingin memberikan benda penting milik kalian," pungkas Bu Astrid.
Benda penting milik kami? Jangan-jangan...
"Yap, ponsel!" ujar Bu Astrid sambil menumpahkan seluruh benda yang ada di dalam tote bag ke atas meja kosong di samping kami. Itu adalah ponsel milik kami!
"Kalian dibebaskan untuk memakai ponsel. Supaya ada momen yang bisa diabadikan."
Kak Erik mengangkat tangan. "Apa kami juga boleh membawa laptop milik kami?"
"Sayangnya itu tidak bisa. Karena nanti akan menyebabkan kesibukan baru bagi kalian. Sekian dari Ibu. Good luck!" tutur Bu Astrid.
Kami pun langsung mengambil ponsel yang ada di atas meja. Yang bisa dikenali secara langsung lewat kertas yang menempel di bagian belakang ponsel.
"Rasanya senang banget bisa main sosmed lagi!" seru Nala.
"Akhirnya bisa push rank!" cetus Frey.
"Yes! Aku bisa maraton drakor yang sudah sekian abad tertunda terus!" kata Feby semangat.
Aku hanya menggeleng maklum mendengar reaksi penuh semangat dari mereka semua. Di zaman yang serba modern ini, tentu kita tak akan bisa lepas dari yang namanya gawai. Tetapi karena tinggal di asrama, kami dituntut untuk sejenak melepas diri dari dunia maya—awalnya memang sulit, namun lama-lama, aku bisa mengetahui bagaimana rasanya terbebas dari sesuatu yang membelenggu secara tak nyata.
Menurutku, melepas diri dari sosial media yang maya itu sangat perlu. Waktu yang biasa dipakai untuk berselancar di dunia maya bisa dipakai untuk mengeksplor dunia nyata, atau bisa juga untuk mengenal diri sendiri lebih baik lagi. Dan, yang paling penting, kita bisa memiliki lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan orang lain secara langsung. Bisa menjaga jarak dari gawai dan segala hal yang ada di dalamnya, sangat menentramkan hati.
"Eh, Lin. Kita foto, yuk! Pengen aku post!" ajak Feby.
Aku mendekat, menuruti kemauan Feby. Tidak ada salahnya kan, foto bersama sahabat?
"Eh, ikutan dong!" teriak Nala sembari mendekat.
"Aku juga mau ikutan!" ujar Valerie.
Saat semuanya sudah mengambil posisi, Feby yang memegang ponsel tak kunjung memencet tombol.
"Kok belum dipencet, Feb?"
"Kok wajahku terlihat besar, ya? Jelek, ih! Kamu aja Lin yang pencet."
"Astaga, Feb! Kan kamu yang dipinggir," heranku.
Feby cemberut. "Atau Nala aja deh! Dia di pinggir juga kan, tuh!"
Nala menggeleng dengan cepat.
"Minta tolong yang lain buat fotoin kita aja, gimana?" saran Valerie.
"Nah, boleh, tuh! Frey! Jangan push rank mulu! Sini bantuin kita!" panggil Feby.
"No, thanks!" jawabnya tak acuh.
"Daran, daripada bengong aja, mending bantu kita!" ajak Valerie.
"Iya," ucapnya lesu.
Saat ponsel Feby sudah diambil alih Daran, kami berempat pun mulai mengeluarkan gaya andalan untuk berfoto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma Tersembunyi
Teen FictionSejak keikutsertaan Ralin dalam pertandingan HC Looking for Talents yang terkenal dan berlokasi di sekolahnya, ia menjadi terjebak dalam sebuah Kelompok Pejuang Keadilan yang disingkat KPK. KPK memiliki tujuan untuk mengungkap enigma yang telah dima...