Day 11 - Part 2
Aku berjalan melewati panggung yang berdiri di lapangan outdoor, di sana terlihat penampilan penyanyi jebolan acara pencarian bakat yang prestasinya sudah mentereng. Ini sudah masuk hitungan kedua aku melewati panggung hendak ke kamar mandi. Entahlah, menjelang pertandingan aku malah lebih sering gugup menyebabkan perutku mules dan berujung lari ke kamar mandi dengan cepat. Sekarang aku hendak kembali ke lapangan indoor sembari berharap perutku tidak mules lagi.
"Perutnya sudah aman, Lin?" tanya Zafar yang sepertinya menungguku di depan pintu masuk lapangan indoor.
Aku terkekeh. "Lumayan. Kenapa di luar?"
"Pengen denger artis yang lagi nyanyi."
Aku mengangguk. "Oh."
Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja Zafar menggenggam tanganku. "Kita nonton dari dekat, yuk?"
Sambil berusaha untuk rileks, aku membalas, "Tadi aku udah lihat."
"Lihat lagi aja!" Setelahnya dia menarik tubuhku menuju lapangan outdoor.
"Ih, memangnya kita boleh menonton dari sana?"
"Memangnya kenapa juga tidak boleh?"
"Kan kita peserta, siapa tahu nanti ada informasi penting?"
Kami berhenti di jarak sekitar tiga meter dari panggung. Kami berdiri di antara siswa Cindrawana lain yang menikmati lantunan lagu yang dibawakan oleh penyanyi di depan. Pakaian yang dipakai oleh aku dan Zafar sangat mencolok, sehingga mampu menarik semua pasang mata yang ada di sekitar kami.
Zafar menatapku. "Ada Aldric. Dia pasti bisa mengurus itu. Lagi pula, aku yakin sekali akan ada break panjang untuk Nala istirahat."
Aku menggeleng heran mendengar pembelaan Zafar. Dipaksa Zafar untuk menyaksikan secara dekat penampilan bintang tamu ternyata tidak begitu buruk. Aku bisa menjadi lebih rileks dari sebelumnya. Dan sekarang aku mulai terbawa oleh suasana yang sangat meriah. Sampai-sampai aku tidak sadar kalau ada kamera yang menyorotku dan Zafar dari atas. Kulirik Zafar dan dia terlihat biasa saja, padahal aku yakin dia mengetahui itu.
Akhirnya, aku memilih untuk menarik paksa lengan Zafar.
"Kenapa, Lin?" protesnya.
"Sebaiknya kita kembali lagi ke lapangan indoor. Apa tadi kamu tidak melihat ada kamera yang menyorot kita?"
"Aku tahu," jawabnya santai.
"Lalu kenapa kamu biasa saja?"
Zafar mengerutkan alis. "Kenapa aku harus panik, Lin?"
Aku memutar mata jengah. "Astaga, Zafar! Kita pergi tanpa izin dan mendadak."
"Tetapi kita juga punya hak untuk melihat apa yang ditunjukkan di atas panggung."
"Ya sudah, terserah kamu aja!" Setelah mengatakan itu, aku langsung melangkah pergi meninggalkan Zafar.
Tanpa kusangka, Zafar menahan lenganku. Membuatku berhenti secara paksa. "Ada apa?"
"Aku minta maaf, Lin. Aku cuma berusaha untuk membuat dirimu tenang dan tidak merasakan tekanan di atas lapangan yang terlalu besar nantinya. Karena aku pernah berada di posisi itu dan rasanya tidak enak."
Seketika saja aku merasa luluh dengan kata-kata Zafar barusan. Aku merekahkan senyum dengan malu-malu. "Ya sudah, sekarang kita kembali lagi ke lapangan indoor."
Kami melangkah bersisian dan lagi-lagi Zafar mengejutkanku dengan sikapnya—dia merangkul pundakku. Astaga, sedari tadi aku berusaha untuk menjaga sikap agar tidak terlalu ketara kalau aku sedang gugup akan sikap Zafar, namun kali ini rasanya aku ingin menghilang saja. Malu sekali, pasti pipiku sudah bersemu sangat merah sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma Tersembunyi
Roman pour AdolescentsSejak keikutsertaan Ralin dalam pertandingan HC Looking for Talents yang terkenal dan berlokasi di sekolahnya, ia menjadi terjebak dalam sebuah Kelompok Pejuang Keadilan yang disingkat KPK. KPK memiliki tujuan untuk mengungkap enigma yang telah dima...