BAB 42

4 0 0
                                        

Day 12 | Part 5

Sebelum menaiki kuda, aku mengelus wajah Hici dari samping terlebih dahulu. Kali ini aku ingin belajar memacu kuda lebih cepat lagi. Setelah sebelumnya aku sempat terjatuh dari atas punggung Hici. Untungnya tidak ada luka yang parah.

"Siap, Ralin?"

"Siap!"

"Apa yang akan kamu lakukan jika terjatuh untuk kesekian kalinya karena Hici?" tanya Radit.

"Tidak ada cara lain selain bangkit!" jawabku yakin.

Radit tersenyum. "Bagus!"

Aku menaiki Hici dengan melompat dan kali ini aku bisa duduk di atas pelana dengan aman tanpa gerakan tiba-tiba Hici yang mengganggu.

Kugenggam tali kekang dengan baik, lalu memacu Hici untuk berlari dengan cepat. Kali ini aku memegang tali pecut juga, tetapi belum pernah aku gunakan karena aku tidak ingin menyakiti Hici. Lagipula, sejauh ini Hici berlari dengan tempo cepat, sekali ia sudah mulai pelan, tendangan kakiku sudah cukup untuk membuatnya kembali berlari.

"Good job, Ralin!" komentar Radit saat aku dan Hici sudah berhenti tepat di sampingnya.

Aku tersenyum lebar. "Thanks!"

"Kalau kamu masih ingin berlatih lanjutkan saja, atau sudah lelah dan ingin bersiap pulang, kamu boleh turun."

Aku melihat jam di pergelangan tangan sudah hampir jam lima sore—itu berarti sebentar lagi kami akan kembali ke vila. "Sepertinya berlatih satu putaran lagi masih cukup waktu. Aku mau lanjut saja, Dit!"

"Baiklah, aku memantau dari sini."

Aku mengangguk. Dan mulai memacu Hici lagi. Setelah beberapa jam berlatih dengan Hici, kurasa kami sudah memiliki ikatan. Aku tidak perlu terlalu sering menendang perut Hici, karena dia akan terus berlari. Sekalinya dia melangkah pelan, aku cukup menendangnya pelan. Juga ketika berlatih, aku sama sekali belum pernah menggunakan tali pecut. Bagi orang yang sudah ahli menunggangi kuda, mungkin menggunakan tali pecut adalah hal biasa. Tetapi bagiku yang awam, itu sangatlah tidak nyaman untuk dilakukan.

"Pemberitahuan, kepada seluruh peserta HC Looking for Talents harap segera berkumpul di parkiran, karena waktu berlatih kalian sudah habis. Terima kasih."

Aku menghentikan Hici, memerhatikan sekitar yang ternyata sudah sepi dan mendapatkan Feby serta Nala yang berjalan hendak keluar. Aku memutuskan untuk langsung turun di tempat itu juga. Radit berlari menghampiri, mengambil alih Hici.

"Aku duluan ya, Dit. Terima kasih banyak untuk ilmunya."

"Iya, sama-sama."

Setelahnya aku segera berlari menyusul Feby dan Nala yang sudah berjalan jauh di depanku.

***

Ketika sampai di vila, sebelum masuk kami kembali di suruh berkumpul di halaman.

"Sebelumnya, saya ingin memberitahu kalau kegiatan kalian nanti malam adalah free alias bebas. Kalian bisa beristirahat atau melakukan apa pun selagi masih di sekitar sini. Dan, saya juga ingin mengapresiasi kegigihan kalian dalam belajar berkuda. Sejauh yang saya amati, masing-masing dari kalian sudah bisa memahami dan mempraktekkan teknik dasar menunggangi kuda. Itu sangat hebat!"

Tentu saja pujian tersebut membuat kami senang dan merasa hebat.

"Tetapi jangan cepat merasa puas atau sombong dengan hal itu. Saya ingin kalian terus belajar dan mendorong batasan yang kalian miliki esok hari, sebelum pertandingan. Terima kasih."

Enigma TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang