BAB 1

192 63 58
                                        

20/05/24
Enjoy The Story!

***

Angin sepoi-sepoi menerpa wajahku ketika aku memilih untuk menurunkan kaca jendela mobil. Aku sedang berada di dalam mobil bersama mama untuk pergi ke pusat belanja di tengah kota sebelum kembali ke asrama sekolahku.

Di perjalanan, mobil yang dikendarai mama melewati sebuah gedung pencakar langit dengan design logo unik bertuliskan HC di bagian atasnya. Kepalaku sampai harus menenggak untuk bisa membaca logo itu.

"Gedungnya besar sekali ya, ma," kataku.

"Iya, sayang. Orang yang bekerja di sana sangat malang," ungkap mama dengan nada datar.

"Kenapa malang? Bukankah seharusnya beruntung?"

Mama menoleh kepadaku sesaat. "Tidak semua hal yang terlihat mewah bersumber dari hal baik, Ralin."

***

Aku sedang menatap langit. Melihat guratan semesta yang masih berwarna jingga dan terasa sayang untuk dilewati. Sekarang masih pukul enam kurang sepuluh menit pagi. Iya, aku sudah bersiap berangkat ke sekolah sepagi itu. Aku selalu ingin melihat sunrise dari taman belakang asrama. Duduk di bangku yang tersedia, serta tersenyum menatap langit.

"Ralin!" panggil seseorang.

Aku menoleh dan kembali tersenyum. "Eh, tumben datang pagi-pagi."

Dia menyengir. "Aku belum ngerjain PR, Lin. Lihat punyamu, boleh ya?"

"Tumben, biasanya rajin banget ngerjain PR."

"Kemarin aku pulang malam, Lin. Lupa kalau ada PR."

"Mau nyalin PR aku di mana? Di sekolah atau di sini?"

"Di sekolah aja."

"Kalau begitu, tunggu lima menit lagi. Duduk sini!" kataku sambil menggeser tubuh, memberi ruang untuk Feby.

"Kamu sedang lihat sunrise lagi?"

"Seperti biasa."

Feby mengangguk.

Dia Feby, sahabat baikku. Rambutnya sebahu, rajin sekali kalau masalah sekolah. Aku jadi termotivasi untuk memperbaiki nilai supaya lebih bagus lagi karena dekat dengannya. Iya, dia pintar. Sangat pintar malah. Dia sering mengajariku dengan sabar. Kami sering mengobrol masalah pelajaran, bertukar pikiran tentang rumus atau hal-hal yang baru saja kami ketahui. Peringkatku di kelas terkadang hanya beda satu atau dua dari Feby.

Aku menoleh. "Kamu bilang tadi, kamu pulang larut malam. Kok bisa berangkat sepagi ini?"

"Biasalah, Lin. Peraturan tak tertulis di rumah. Harus bangun sesuai jadwal seperti biasa walau tidur larut malam, kalau tidak, bisa habis aku diamuk mama."

Aku mengangguk mengerti. "Oh begitu."

"Bagaimana keadaan di asrama tanpaku? Pasti sepi, ya?"

Di sekolahku memang mewajibkan muridnya untuk tinggal di asrama yang jaraknya tidak jauh ke sekolah. Dan Feby kemarin izin untuk tidak menginap karena ingin mengunjungi omanya yang sedang sakit. "Tidak buruk."

Enigma TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang