Day 11 - Part 1
Pukul 10 pagi. Aku benar-benar sudah mati gaya di dalam kamar asrama sendirian. Sejak tadi, aku sudah membuka buku, membacanya, mengerjakan latihan soal dan itu tetap tidak cukup untuk mengisi kekosonganku. Tidak ada ponsel maka tidak bisa bermain sosial media. Tiba-tiba saja satu ide terlintas di benakku. Semoga saja seseorang yang ingin aku temui berada di tempatnya.
Setelah sampai di tempat yang aku maksud, aku langsung mengetuk pintu ruangannya pelan. Pintu terbuka menunjukkan seorang wanita dengan rambut disanggul. "Ada apa?"
"Bu, nanti sore izinin saya ikut pertandingan HC Looking for Talents, ya? Kondisi saya sekarang sudah sangat baik-baik saja."
Bu Astrid menatapku menelisik. "Kamu yakin?"
"Yakin sekali, Bu. Malah sekarang saya mati gaya banget, tidak tahu harus ngapain."
"Kamu memang ajaib ya, Lin. Padahal kondisimu kemarin sangat mengkhawatirkan tetapi sekarang malah berbanding terbalik."
Aku menyengir. "Iya dong, Bu. Sakit lama-lama juga tidak enak. Jadi gimana Bu, saya bolehkan ikut pertandingan HC Looking for Talents?"
"Ya sudah, terserah kamu saja. Kalau ada apa-apa, saya lepas tanggung jawab," Bu Astrid menyerah.
"Yey! Terima kasih banyak, Bu!"
Sebelum berbalik, aku sempat melihat Bu Astrid menggeleng heran. Jujur, sampai sekarang pun aku masih merasa bersalah sekali dengan Bu Astrid. Ingin sekali berkata yang sebenarnya, tetapi kalau aku melakukan itu, nanti aku malah merasa bersalah sekali dengan Zafar. Aku menghela napas panjang. Untuk saat ini, tidak ada yang bisa kulakukan selain membiarkan diriku terbawa arus.
Fakta bahwa aku adalah anak kandung Pak Theo masih saja menghantui pikiranku. Berkali-kali coba aku tepis, namun hal itu kembali datang membayangi. Aku tentu saja sedih mengetahui hal itu, siapa juga yang akan bahagia jika mengetahui kedua malaikat tak bersayap yang bersama kita sejak kecil bukanlah milik kita seutuhnya?
***
Sekarang sudah pukul 3 sore dan aku pun sedang bersiap untuk mengikuti pertandingan HC Looking for Talents. Aku telah mengganti perban yang tadinya melingkar menutupi seluruh keningku depan belakang menjadi plester kecil yang bisa ditutupi dengan poni rambut.
"Kamu yakin sudah sehat, Lin?" tanya Mita.
"Seperti yang terlihat, Mit."
"Padahal kemarin aku dan Mita sangat risau akan kondisimu yang sangat memprihatinkan."
Aku melipat tangan di depan dada. "Oh, jadi kalian menginginkan aku sakit lagi?"
Keyla menggeleng. "Bukan begitu, Lin. Maksudku tuh, kamu aneh sekali."
"Masa?"
Mita menjentikkan jari. "Oh, apa jangan-jangan kemarin kamu hanya pura-pura supaya bisa jalan berduaan sama Zafar? Lalu kalian minta tolong ke Kak Sabrina untuk diantar sekaligus sebagai penjamin. Iya, kan?"
"Wah, masuk akal juga!" sahut Keyla.
Aku melotot, kaget sekali dengan pemikiran Mita yang sangat liar. "Ih, apaan sih! Masa aku pura-pura dan sampai seniat itu dalam merencanakannya?!"
"Bisa aja, kan?" kata Mita menyindir.
Aku menggeleng. "Kamu berpikir terlalu jauh, Mit! Sudah ah, aku mau berangkat dulu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma Tersembunyi
Teen FictionSejak keikutsertaan Ralin dalam pertandingan HC Looking for Talents yang terkenal dan berlokasi di sekolahnya, ia menjadi terjebak dalam sebuah Kelompok Pejuang Keadilan yang disingkat KPK. KPK memiliki tujuan untuk mengungkap enigma yang telah dima...