"Udah?" Chiko menatap Acha yang baru keluar dari kamar mandi Gentral
Acha menganggukkan kepalanya. Mereka kembali berjalan ke kamar Acha. Mereka merebahkan tubuh masing masing di kasur milik Acha
"Sayang?"ucapan lembut membuat tubuh Acha menegang
Acha mendudukkan tubuhnya. Tubuhnya melemah. Menatap sosok wanita paruh baya yang sudah 5 hari tak di lihatnya
"Mommy?" Mata Acha berkaca kaca
Acha melompat dari kasurnya, berlari memeluk Meta yang merentangkan tangannya
Mereka berpelukan menyalurkan kerinduan masing masing. Jangan anggap Acha lebay. Baru kali ini Acha berpisah bersama Meta selama ini. Biasanya paling lama 2 hari. Itupun selama 2 hari selalu ada Elang yang memutuskan tak pergi ke kantor
"Acha sehat kan?" Meta mengelus lembut kepala Acha
Acha mengganguk semangat air matanya tak dapat lagi di bendung
" Mommy juga sehat kan?" Tanya Acha balik. Mereka melepaskan pelukan
"Iya. Mommy sehat. Maafin mommy ga pulang 5 hari. Mommy ada cabang baru di Kalimantan" ujar meta
"Gapapa mommy. Harusnya mommy bilang kalo mommy buka cabang di sana. Acha khawatir mommy kenapa napa" air amata Acha mengalir deras
Tak dapat membayangkan bagaimana hidupnya jika tanpa Meta dan Elang. Ia sudah kehilangan kasih sayang seorang Abang. Ia tak ingin kehilangan kasih sayang ke 2 orang tuanya juga
"Cha. Gue pulang ya. Mommy. Aldo pamit" Chiko menatap ponselnya lalu menyalimi Meta dan bergegas pergi
*
Acha tersentak dalam tidurnya mendengar barang pecah. Dengan setengah kesadaran. Ia turun dari ranjang, langkah kakinya menuruni anak tangga dengan perlahan. Suara bising dari dapur terdengar jelas, Acha menyebulkan kepala melihat suasana dapur
Tubuhnya yang berada di balik dinding mendadak dingin. Mulutnya terbuka lebar tak percaya. Papanya mabuk dan membanting gelas gelas kaca yang ada di meja makan
Teriakan histeris mommynya terdengar, namun Acha tak mengerti apa yang mereka bahas, Acha terlalu shock melihat kejadian ini. Mereka tak saling menyakiti, namun saling membanting barang yang ada di sebelah mereka ke lantai
Acha tak bisa berkata kata, ia takut, dengan seluruh kesadarannya yang tersisa. Acha lari menaiki tangga menuju kamarnya. Menelpon seseorang. Satu satunya harapannya saat ini
"Halo kenapa Cha"
"Chiko. Acha takut Chiko" suara, bahkan tubuh Acha bergetar hebat
"Hah apa. Ga denger. Disini rame"
Acha menatap jam dinding yang ada di kamarnya. Jam menunjukkkan setengah 8 malam. Sepertinya Chiko ada di luar
"Acha takut. Papa sama mommy. Acha gatau" Acha terisak hebat. Pikirannya kalut. Hanya Chiko satu satunya harapan Acha saat ini
"Cha. Gue masih di luar. Kenapa? Gue ada acara" ujar Chiko sedikit meninggikan nada bicaranya
"Aldo kamu ngapain? Ayo gabung kesana tuh" suara perempuan dari seberang semakin meyakinkan Acha bahwa chiko tak berada di rumahnya
"Iya Berlian, ntar gue Masi telfonan sama Acha"
Acha terisak hebat, tubuhnya meluruh di belakang pintu. Ia menenggelamkan dan memeluk tubuhnya sendiri. Telpon yang di genggamannya lepas. Acha takut. Acha takut
Seketika seisi ruangan gelap. Acha mengambil kembali handphone nya berharap panggilan Chiko masih terhubung
" Chiko. Disini gelap. Acha takut" suara Acha melemah. Tangisannya tak terhenti. Tubuhnya lemas
Ia berharap saat ini Chiko yang berada di sampingnya, memeluknya, menenangkannya dan menghiburnya seperti biasanya
"Cha. Gue gapaham. Disini terlalu rame. Tapi maaf. Gue gabisa kesana. Gue ada acara sama Berlian. Ga mungkin juga gue ninggalin dia sendiri disini. Disini terlalu rame. Lo baik baik ya di sana. Nanti gue telpon lagi" Tut. Sambungan telefon terputus
Tubuh Acha tak berdaya. Hanya bertopang pada lututnya. Kegelapan menguasai pandangannya
Panggilan telefon masuk
"Halo Cha. Gimana. Suka ngga novelnya?"
Brak
Ponsel Acha terjatuh. Tubuhnya tergeletak di lantai lantaran lututnya sudah tak mampu menyangga tubuhnya lagi, pandangannya gelap seluruhnya
Di sisi lain
" Cha. Halo. Halo. Cha. Lo ga papa kan?" Bimo panik saat melihat panggilan terputus
Ia bergegas mengambil kunci mobilnya dan tak lupa memakai jaket levis kesayangannya
"Bimo mau kemana?" Tanya seorang wanita paruh baya yang melihat wajah panik anaknya
"Ke rumah temen sebentar bunda. Kayaknya lagi ada masalah. Soalnya tadi Bimo telpon tiba tiba ada suara jatuh terus telponnya terputus" Bimo meraih tangan wanita paruh baya yang masih memiliki aura muda di dalam dirinya
"Siapa? Acha?" Tanya wanita itu menggoda
"Iya. Udah ya bund. Bimo berangkat"
" Hati hati. Kalo ada apa apa telpon bunda ya " ingat wanita itu
"Siap bunda"
Brimo catacah nama panjang di sekolahnya. Sebenarnya ada lagi singkatan di belakang nama catacah. Namun orang terlalu tak peduli akan hal itu, yakni nama marga keluarga mereka
Bimo menginjak gas mobil kuat kuat. Tak peduli berapa banyak orang yang memakinya. Yang ia pedulikan kondisi Acha. Pemuda itu heran saat melihat gerbang rumah Acha yang terbuka lebar. Mungkinkah gadis itu lupa dengan gerbangnya yang belum di tutup?
Bimo memasuki pekarangan rumah Acha lalu memarkinkan mobilnya. Mengetuk pintu sebanyak banyaknya. Tak peduli bila di anggap tidak sopan. Sepi. Tak ada sautan. Bimo melangkah maju memasuki rumah. Namun terhenti. Ia kembali memundurkan langkahnya
"Gimana nih. Ga sopan kalo masuk rumah orang sembarangan. Tapi ini darurat. Gapapa deh" Bimo berdebat dengan asumsinya sendiri pun memutuskan memasuki rumah bergaya Eropa itu
Perjalanan Bimo menuju rumah Acha sekitar 15 menit. Dan 10 menit yang lalu listrik yang sempat padam di kompleks rumah Acha menyala. Bimo mencari kamar Acha. Di lantai 1 tak ada tanda tanda kamar Acha karena pintu yang polos
Tak mungkin gadis seperti Acha membiarkan pintu kamarnya polos. Bimo menaiki tangga. Terlihat sebuah pintu yang dari tadi di carinya. Bimo mengetuk pintu kamar Acha. Tak ada sahutan
Bimo mencoba membuka. Namun seperti ada yang menjanggal pintu itu sehingga tak bisa di buka. Bimo mencoba mendorong pelan, sedikit terbuka. Namun tak bisa untuk dirinya masuk. Bimo mencari cara agar dapat masuk kedalam kamar Acha. Ia khawatir jika tubuh Acha yang ada di balik pintu
Bimo menuju keluar rumah Acha dengan berlari. Ia menatap dari luar dinding kamar Acha. Ada 2 balkon. Yang artinya ruangan di sebelah tadi memiliki balkon juga. Bimo kembali berlari ke dalam menaiki tangga dengan keringat menetes di sekujur tubuhnya
Bimo membuka sebuah ruangan di samping kamar Acha. Benar. Namun ini kamar lelaki. Bimo tak peduli. Ia membuka balkon. Menaiki pagar balkon lalu meloncat ke balkon kamar Acha
Bimo membuka pintu balkon yang tidak terkunci. Tubuhnya membeku melihat Acha yang tergeletak di balik pintu dengan keadaan mengenaskan
Bimo menghampiri Acha meraih kepala gadis itu meletakkan di atas pahanya. Bimo menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Acha
" Cha. Acha. Cha. " Bimo menepuk pelan pipi Acha
Bibir Acha pucat, rambut berantakan, tangannya dingin. Bimo membopong Acha menaiki kasur yang ada di kamar Acha. Bimo mencari kotak P3K di kamar Acha. Ia menemukan di samping rak buku yang ada di pojok kamar
Bimo mengambil minyak kayu putih menuangkan ke tangannya, lalu ia usapkan ke tangan, leher, kaki dan tak lupa mendekatkan minyak itu di hidung Acha
"Lo ada masalah apa sii" Bimo mengelus lembut pipi Acha dengan tangan kanannya, tangan kirinya tetap ia gunakan untuk mendekatkan minyak kayu putih di hidung Acha
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Thanks for reading
Don't forget voment
![](https://img.wattpad.com/cover/207359846-288-k100858.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bestfriend
Teen FictionNatasya Crasandra Pricilla Gadis blasteran Amerika-Indonesia. Kerap di panggil acha, cewek yang manjanya naudubillah, gabisa diem, pecicilan, memiliki sahabat yang selalu kemana mana bersama, sama halnya perangko. Dimana ada Acha, disitu ada Chiko...