Tandai kalau ada typo😉
****
Hari semakin sore ketika jarum jam sudah bergerak ke angka lima. Tapi hal itu tak membuat kedua orang yang berbeda gender itu berpindah untuk pergi dari sana.
Daffa duduk berhadapan dengan Vanya di sebuah kedai es kelapa pinggir jalan.
"Mama lo masih gak ada perubahan?" tanya Daffa ke Vanya yang asik memakan es kelapanya.
Vanya terdiam. Gadis itu menunduk dalam, kemudian menggeleng. Daffa yang emang dasarnya peka, menggerakkan tangannya menggenggam tangan milik kekasihnya tersebut. Menyalurkan kekuatan kepada gadis itu.
Vanya mendongak.
"Mama masih gitu-gitu aja Daf, gak ada perubahan," aduhnya dengan suara serak, satu helaan nafas berhasil lolos dari bibirnya.
Daffa tersenyum hangat. Tangan satunya terangkat menepuk-nepuk tangan milik Vanya yang masih ia genggam.
"Cewek gue orangnya kuat, 'kan?"
Vanya terkekeh, di detik berikutnya mengangguk. "Iya dong!" Tangan gadis itu yang bebas, mengepal ke udara. Membuat Daffa tersenyum.
"Makasih yah. Kalau gak ada kamu, gak tau gimana aku hidup."
"Hidup aku terlalu ribet"
"Jangan terlalu tergantung sama gue, Van." Daffa menatap kedua mata Vanya dengan lembut, "kita gak tau kedepannya gimana"
"Tapi Daf--"
Daffa menggeleng dengan cepat. "Sekarang kita pulang, kasihan mama lo sendiri. Jangan sedih-sedih, gue gak suka."
"Iya"
Sedangkan di sisi lain namun di waktu yang sama, tepatnya di rumah bernuansa putih yang gak terlalu besar. Terjadi pertikaian antara, orangtua dan putri satu-satunya.
"Gladis gak mau Nikah yah. Gladis masih sekolah--"
Plak!
Satu tamparan bebas, mengenai salah satu pipi Gladis. Gadis itu menutup matanya kuat, agar air matanya tidak turun secepat ini.
Telunjuk pria paru baya yang merupakan ayah dari Gladis itu menodong tepat di muka gadis itu.
"Kamu nurut, kalau ada yang Ayah bilang!" telunjuk Pria itu beralih menoyor kepala Gladis ke samping. "Anak bodoh!"
"Ayah..." Ferdi memutar matanya malas, ia duduk dengan santai menyuruput kopi miliknya yang masih hangat. "Ikutin aja bisa gak sih?" ketusnya.
Satu helaan nafas lolos dari mulut Gladis. Gadis itu menggeleng tegas, kakinya bergerak menghampiri bundanya. "Bun---"
"Ini kebaikan kamu Glad, gak usah membantah. Lagi pula, anak dari sahabat Ayah kamu orang kaya!" Wanita paru baya itu berucap tanpa menoleh. Sibuk dengan laptop miliknya.
"Ini juga karena kesalahan kamu! harusnya kamu sadar!"
Air mata yang sedari tadi Gladis tahan turun membasahi pipinya. Gadis itu menatap kedua orang tuanya satu persatu dengan kecewa.
Ferdi mengangguk menyetujui, ia menatap putrinya dalam. Sebelum itu ia menghela nafas berat, kemudian berkata tegas. "Namanya Daffa, anak dari Arkana Althaf...orang yang telah kamu buat mati!"
Gladis mengepalkan tangannya kuat.
🦋🦋🦋
Fawaz mengedipkan matanya satu kali, ke arah cewek yang duduk tak jauh dari mereka. Dan seperti biasa, cewek yang ia gombal itu pasti salting. Namun, pergerakannya itu gak lama, ketika sebuah tangan mengeplak kepalanya gemes.

KAMU SEDANG MEMBACA
KENAPA HARUS DIA? (New Version)
Teen Fiction"Vanya emang Pacar gue, tapi lo..." "Lo istri gue, Glad..." *** Kata Vanya, Gladis itu penghianat... Gladis itu perebut... Gladis itu munafik... Tentang Gladis Shafa Raisha yang harus menikah muda dengan Daffa laki-laki bermata dingin berwajah jutek...