Putuskan Vanya

69.1K 4.7K 139
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.....

Happy Reading!!

Daffa berdiri di depan pintu rawat. matanya menatap lurus ke depan. Lelaki itu lagi lagi mengabaikan pertanyaan Abdiel. Membuat Abdiel kesal sendiri.

Hening. Tak ada suara di antara keduanya sampai suara yang sangat Daffa kenali mengisi keheningan di antara keduanya.

"Kenapa bisa?" cemas Lisa, di belakangnya ada mertua Daffa, Bunda Reni dan Ayah Ferdi. Tatapan ketiga paru baya itu sangat mengisyaratkan akan kecemasan. Daffa jadi merasa bersalah.

"Apa yang terjadi Daf?" tanya Reni. Tatapannya teralih ke seorang gadis yang belum sadarkan diri itu. Tak tunggu waktu lama, ketiga orang dewasa itu masuk ke kamar rawat.

Dalam keadaan hening itu, helaan nafas lolos dari bibir tebal milik Daffa. Laki-laki itu menghampiri Abdiel yang duduk tak jauh dari tempatnya.

"Lo pulang," perintahnya tak terbantahkan.

"Tapi---

"Ab"

"Oke, tapi tanya pertanyaan gue dulu. Lo punya hubungan apa dengan Gladis?" tanya Abdiel, kali ini harus di jawab oleh Daffa.

"Istri." Daffa membuang dirinya di samping Abdiel, cowok itu menyandarkan tubuhnya.

"Serius lah!"

Daffa berdecak kesal ia menegakkan badannya, menyimpan kedua tangannya di atas paha. Senyum miris terukir di bibir tebalnya.

"Pulang gak lo, pakaian lo kotor." Daffa tak mengulangi ucapannya yang tadi melainkan menyuruh sahabatnya itu untuk pulang.

Abdiel terdiam, ia mengubah posisinya sehingga menoleh bebas di Daffa. "Daf," panggilnya.

"Hm."

"Jadi?"

Daffa mendengus lirih. "Lo pikir gue bohong?"

Abdiel mengusap leher belakangnya yang tak gatal. Jadi temannya itu udah menikah? dijodohin? terus Vanya? aih pikirannya semakin menumpuk saja.

Daffa mengacak rambutnya prustasi, ia menipiskan bibirnya. "Gue dijodohin Ab, gue gak bisa nolak. Lo tau kan, Mama gue gimana?"

Abdiel mengangguk, ia ngerti tante Lisa adalah harta satu-satunya yang di miliki oleh Daffa.

"Yang lo tabrak itu, istri gue." Cukup aneh saat mengatakannya. "Gue udah nikahin dia, waktu gue gak masuk sekolah beberapa hari yang lalu."

Abdiel merubah posisinya, ia sandarkan tubuhnya di sandaran kursi yang ia duduki. Pandangannya lurus ke depan, sama seperti Daffa di sampingnya. Dalam beberapa menit, hening terjadi di antara keduanya. "Jadi, gak bisa lo putusin Vanya?"

Daffa menoleh dengan tatapan tak tentu arah. Laki-laki itu menggeleng membuat Abdiel menghembuskan nafas kasar.

"Gue cinta sama dia, Ab. Tolong ngertiin gue."

"Tapi lo udah nikahin anak orang, lo harus ngerti posisi lo sekarang." Abdiel berdecak. "Putusin Vanya, Daf."

Daffa mengepalkan tangannya, tatapannya merubah menjadi nyalang. "Berhak lo ngatur gue?"

"Ayolah Daf, lo nyakitin dua perempuan di sini."

"Lo pikir gampang, ha!" Daffa tak dapat menahan emosinya, rasa rasanya ia ingin menonjok wajah sok di depannya. "Gue gak bisa."

Abdiel memegang pundak cowok itu dengan salah satu tangannya, perlakuannya itu mendapat tepisan kasar. Abdiel menarik nafas kemudian menghembuskannya perlahan. "Putusin, gue gak suka lo bersikap kayak gini."

KENAPA HARUS DIA? (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang