Jangan sampai terebut

45.1K 4.2K 702
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Absen dulu nih, kalian dari mana?

Vote dulu dong:)

"Woi Dap!" Shaka menyapa dengan sangat santai, bahkan satu tangannya yang tidak menggenggam tangan Vanya ia gunakan untuk meninju pelan lengan Daffa.

Daffa terdiam, melihat tangan Gladis yang menganggur, ia langsung meraihnya kemudian menyatukannya dengan telapak tangannya. Gladis kaget, jika ada Vanya. Ia canggung. Bukan gimana-gimana Daffa melakukan itu, tapi---

'Pelan-pelan gue bisa lupain Vanya seutuhnya, demi Lo, Adis...' Batin laki-laki berucap tulus, jempol tangannya bergerak mengelus lembut punggung tangan Gladis yang ia genggam.

Vanya menatap diam kedua tangan orang di depannya yang saling menggenggam. Matanya memanas, oh ayolah kenapa ia sangat cengeng?

Vanya melepas pelan kaitan tangannya dengan Shaka, membuat cowok itu kini mengalihkan penglihatannya pada dirinya. Pandangan keduanya bertemu. Shaka bisa melihat mata gadis itu berkaca-kaca. "Kenapa bawah gue kesini, sialan?" desis Vanya.

Shaka kelagapan. "Biar dia jelasin di depan gue."

"Sinting Lo!" decak Vanya.

"Jelasin apa?" Kini Daffa menyambar, tatapan datarnya ia tujukan untuk kedua manusia di depannya. "Ganggu."

"Lo pasti taulah." Shaka terkekeh.

"Shaka!" Vanya menegur.

Daffa mengembuskan nafas kasar, ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel miliknya. Ia membuka galeri, mencari sebuah foto yang mamanya udah kirimkan untuknya. Setelah mendapatkannya. Segera itu memberikan ponselnya pada Shaka.

"Foto itu udah jadi bukti." Daffa melirik Gladis yang hanya diam membisu. "Orang di samping gue ini, istri gue."

Itu adalah foto Daffa dan Gladis ketika melangsungkan pernikahan kecil-kecilan.

Shaka langsung saja menarik kepala Vanya untuk bersandar di dadanya. Ia tau, perempuan itu sangat terluka. Pelan-pelan, ia memberikan ponsel itu kepada sang pemilik.

Daffa meraih ponselnya kembali. Karena udah tak ada kepentingan. Daffa putar balik, ia ikut menarik Gladis pelan agar ikut bersamanya. Dua langkah menjauh dari sana, Vanya bersuara.

"Bicara Glad!"

Daffa berhenti berjalan, begitupun dengan Gladis. Cewek itu mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Bicara kalau Lo itu sebenarnya perebut!"

Vanya melepas diri dari Shaka. Ia menatap dengan air mata yang mengalir kedua punggung yang tak kunjung berbalik itu.

"Lo itu penghianat Glad!" Beberapa pasang mata kini mengarah ke dirinya. "Lo itu munafik!"

Gladis semakin mengepalkan tangannya, ia menunduk dengan rasa bersalah yang memuncak.

"Lo itu buruk seburuk-buruknya!" Tak ingin berlama-lama, Daffa menutup telinga Gladis dengan kedua telapak tangannya. Ia sedikit mendorong gadis itu agar melangkah menjauh.

Gladis mendongak. Raut rupawan itu, seolah memaksanya untuk menjauh dari Vanya. "Gue buruk?" katanya pelan. Di detik selanjutnya, tubuhnya melayang menggunakan kedua tangan Daffa sebagai tumpuannya. Daffa menggendong Gladis ala bridal style.

"Gak usah di dengarin," katanya. Keduanya semakin jauh, Daffa membawa Gladis agar menjauhi Vanya.

Vanya tersenyum miris. Ia berbalik ke arah Shaka yang diam membisu. "Shak, gue susah buat ikhlas. Tapi gue bukan siapa-siapa."

KENAPA HARUS DIA? (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang