Ini Akhirnya (End)

57.4K 3.5K 762
                                    

Bismillahirrahmanirrahim....

Happy Reading..

_

___

Beberapa hari telah berlalu, semuanya masih sama. Iya dimana, hilangnya sikap manis seorang Daffa. Seperti sekarang ini. Gladis tengah sibuk menanyai kemana lelaki itu ingin pergi, padahal udah hampir larut malam.

"Kamu mau kemana?" tanya Gladis meraih lengan Daffa yang hendak keluar rumah.

"Bukan urusan lo!" Daffa menghempaskan tangan Gladis cukup kasar, lelaki itu berbalik menatap tajam perempuan di hadapannya.

"Jangan pernah sentuh gue, gue gak sudih bersentuhan dengan penjahat kayak lo!" ujar Daffa tegas menunjuk wajah Gladis.

"Udah Daf, aku mohon."

Gladis menghela nafas berat. "Sampai kapan?" gadis itu menatap lembut ke arah suaminya yang memberikan tatapan tajam.

"Sampai kapan kamu gak mau dengerin  aku?"

"Itu murni kecelakaan---"

Ucapan Gladis berhenti kala lelaki berjaket biru Dongker itu melongos pergi begitu saja. Tanpa niat mendengarkan penjelasan dari mulutnya. Berkali-kali ia mencoba menjelaskan, lelaki itu tetap tak sudih mendengarkan.

Gladis tersenyum kecut. "Sejijik itu yah, gue di mata kamu?"

****

"Jangan berprilaku yang membuat lo menyesal nantinya"

Daffa menoleh ke arah seorang cowok baru saja berbicara. Kemudian ia putuskan menatap ke depan, menatap bintang-bintang di di langit yang gelap.

Tempat pelariannya ketika bermasalah dengan perasaannya sendiri. Rumah Abdiel, entah kenapa tempat ini yang selalu ia tuju. Sahabat sedari kecilnya itu selalu saja memberinya saran. Walaupun pada akhirnya, ia tak mengikuti ucapan lelaki itu.

"Gue gak akan menyesal!" tegas Daffa dengan cengkraman keras di pembatas balkon.

Keduanya sedang berada balkon kamar milik Abdiel. Abdiel berdiri di samping Daffa, menatap sahabatnya itu dengan sedikit kesal.

"Ck, keras kepala"

"Jadi mau lo apa sekarang?" tanya Abdiel jengah

Daffa beralih menatap wajah sahabatnya, ia diam sejenak. Bingung keputusan yang akan ia ambil.

"Apa?" tanya Abdiel lagi karena sahabatnya itu gak kunjung bicara.

"Gue pulangin Gladis ke orangtuanya," ucap Daffa tanpa berpikir terdahulu.

Bugh!

"Lo gila!" pekik Abdiel setelah berhasil memberikan bogeman mentah ke pipi kiri Daffa yang membuat lelaki itu menoleh ke samping.

Daffa menyeka darah yang keluar dari bibirnya, pukulan Abdiel cukup keras sehingga membuat bibirnya robek.

Abdiel menatap nyalang ke arah Daffa "Pikir kalau ngomong!" bentak lelaki itu dengan dada naik turun. Ia benar-benar kesal dengan ucapan sahabatnya itu.

Lelaki berjaket biru Dongker itu tersenyum miring "Gue masih gak bisa damai, Ab. Gue masih gak bisa ikutin apa kata hati gue." Daffa menatap Abdiel dengan tajam.

"Cuma satu, Daf…" Abdiel menepuk pelan bahu sahabatnya. "Belajar menerima takdir."

"Kalau Gladis ninggalin Lo karena ini, Lo bakal nyesel."

****

Jam sepuluh malam Daffa baru pulang dari rumah Abdiel. Dengan menggunakan kunci cadangan yang ia punya, laki-laki itu membuka pintu seeorang diri.

KENAPA HARUS DIA? (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang