Kambek...
****
"Gue ikut!" Gladis berdiri di belakang Daffa saat laki-laki itu baru berjalan dua langkah dengan raut khawatir.
"Terserah!" Daffa berjalan cepat di ikuti oleh Gladis di belakangnya, keduanya masuk ke dalam mobil milik laki-laki itu.
Ketika melihat cewe itu sudah berada di mobilnya Daffa menancapkan gas dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia juga tidak peduli jika cewek itu ketakutan.
Mobil warna hitam miliknya kini mulai berbaur dengan berbagai kendaraan. Tak ada ekspresi apapun yang di tujukan laki-laki itu, hanya raut datar tak berekspresi.
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, Daffa memberhentikan mobilnya.
"Turun!"
Gladis mengangguk mengerti, laki-laki itu sangat menghargai perasaan pacarnya. Gadis itu turun setelah mengucapkan terimakasih. Lagi pula tinggal jalan sedikit, rumah milik Vanya sudah kelihatan.
Menghela nafas. Gladis melangkahkan kakinya berjalan, masih sekitar beberapa rumah lagi baru sampai di rumah sahabatnya. Ia berjalan sambil sesekali berlari kecil.
🦋🦋🦋
Daffa yang baru sampai buru-buru turun dari mobilnya. Matanya menangkap perempuan berambut panjang yang langsung berdiri dari tempatnya ketika melihatnya ada.
Perempuan dengan senyum yang selalu menghiasi bibirnya.
"Hai pacar Vanya!" Vanya menghampiri Daffa.
"Mama lo gimana?" Daffa bertanya cepat, ia merapikan tata letak rambut gadis itu yang berantakan. Mungkin karena sedari tadi menunggunya di teras. "Berantakan banget"
Satu helaan nafas keluar dari mulut gadis itu. "Tadi teriak-teriak cariin papa, tapi udah tidur kok!" Vanya menepuk-nepuk dadanya bangga.
"Vanya kan jagaon!"
Daffa tersenyum tipis. "Pacar gue, gemesin."
Ia paham, kekasihnya itu tak sekuat apa yang di perlihatkan. Vanya punya sisi kerapuhannya sendiri.
Keduanya berjalan untuk duduk di kursi yang berada di teras gadis itu. Duduk untuk menikmati malam yang sunyi itu.
"Dap?" panggil Vanya.
Daffa menoleh. "Apa?"
"Aku ngerepotin yah?"
Daffa berdecak pelan ia membalik kursinya hingga berhadapan dengan Vanya. Ia menggeleng.
"Enggak."
"Beneran?"
"Iya."
"Boong ih!" Gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi kayu yang ia duduki saat ini.
"Van?"
Vanya menoleh. "Apa?"
Daffa tersenyum tipis. "Gue suka di repotin sama lo, jadi sekarang gue tanya."
Vanya melirik dengan dagu yang ia angkat. "Apa?"
"Udah makan?"
"Aaaa Dapaa!"
🦋🦋🦋
Gladis menendang-nendang udara, untuk menghilangkan pegal di kakinya. Gadis itu tersenyum lebar ketika sudah berada di depan gerbang sahabatnya. Jika bukan karena khawatir, ia gak mungkin keluar tanpa izin sama kedua orangtuanya. Ini salahnya, karena buru-buru tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENAPA HARUS DIA? (New Version)
Teen Fiction"Vanya emang Pacar gue, tapi lo..." "Lo istri gue, Glad..." *** Kata Vanya, Gladis itu penghianat... Gladis itu perebut... Gladis itu munafik... Tentang Gladis Shafa Raisha yang harus menikah muda dengan Daffa laki-laki bermata dingin berwajah jutek...