Akankah berakhir?

58.9K 4.4K 192
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Gak usah basa basi...

Happy reading!

*****

Gladis mengerutkan dahi ketika mobil yang di kendarai oleh Daffa tak berhenti ke tempat yang ia minta. Cewek itu menoleh cepat, mendapati Daffa yang hanya menyetir mobil dengan raut datar.

Gladis menoleh ke belakang, kemudian matanya kembali ke Daffa. "Kok gak berhenti?" herannya. Pasalnya, ia harus ke Sabrina yang sudah menunggunya sangat lama di taman. Gladis sempat menyuruh Daffa untuk memberhentikannya saja di Taman yang sudah ia lewati itu. Tapi, sekarang, mobil yang ia duduki untuk saat itu terus melaju tanpa niat berhenti.

"Gue ada perlu." Gladis kembali menoleh ke belakang. Ia sungguh tak enak dengan Sabrina.

Daffa mengedikkan bahunya acuh. "Udah jauh."

"Karena Lo gak berhenti!" Gladis gondok sendiri, ia bersandar di kursi dengan kesal. Mukanya ia tekukukkan, membuat Daffa menghela nafas.

"Udah mau magrib, Adis...," terangnya pelan. Cowok itu menoleh sekilas ke arah Gladis yang nampak merajut. Mukanya terlihat kusut, minta di seterika. Diam-diam ia menggeram pelan. 'Ngambekan!' batinnya menyeletuk.

Tak menggubris lagi, Daffa akhirnya fokus mengendarai mobil. Hingga lima belas menit kemudian, mobil hitam miliknya sampai di halaman rumah minimalis.

"Turun atau gue turunin?"

Gladis tak bersuara, ia membuka pintu mobil dan meninggalkan laki-laki itu dengan kesal. Cewek itu berdiam diri di samping mobil.

Daffa mendengus kesal, keluar dan menghampiri Gladis. Cewek itu terlihat sedikit mendongak menatapnya. "Izin," ketusnya.

Daffa bersedekap dada, dengan alis yang ia naikkan. "Izin?"

"Mau ke Taman. Perlu banget----Aaaa!" Di detik selanjutnya, Gladis berbelalak kaget saat tubuhnya di angkat seperti Karun beras. Daffa, cowok itu langsung saja menggendong Gladis dengan tidak estetiknya.

"IH!--"

"Mau gue lempar?" potong Daffa cepat. Kakinya masuk ke dalam rumah. Gladis mendengus kesal. Ia di turunkan, di depan pintu kamar.

Daffa. Tangan cowok itu kini beralih, mengangkat dagu Gladis kemudian membuka kedua jarum pentul yang ada di hijab gadis itu. Setelahnya, ia membuka hijab itu, melepas Ciput milik gadis itu kemudian memberikannya kepada sang empu. "Gak di izinin," tandasnya mendorong Gladis agar masuk ke dalam kamar.

"Sebentar doang, perlu banget--"

"Gak."

Gladis memelas, ia terus menatap keluar dengan resah. Namun, lagi-lagi tubuhnya di gendong oleh laki-laki di depannya ala bridal style. Kedua tangan Gladis repleks mengalun di leher cowok itu. Jilbab beserta Ciput miliknya jatuh di lantai dengan menggenaskan. Gladis melototkan matanya.

"Turunin!" pekik Gladis.

Daffa berdiri di sisi ranjang. "Tetap mau pergi?"

Gladis mengangguk, di detik selanjutnya ia dihempaskan di kasur. "Enggak!" tegas Daffa melototkan matanya.

"Sebentar doang--"

KENAPA HARUS DIA? (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang