8. Tak Ingin Kembali Kehilangan

1K 215 7
                                    

Pagi-pagi sekali, Jay sudah melihat Jungwon yang baru saja kembali ke rumah---gubuk---tempatnya tinggal, sambil menenteng kresek bening yang sepertinya berisi makanan.

"Dari mana, Won?" tanya Jay kepada Jungwon yang kini duduk sambil meluruskan kakinya di lantai.

"Beli makan," jawab cowok itu. Ia membuka plastik bening yang dibawanya dan mengeluarkan bungkusan kertas cokelat berisi makanan---seperti yang cowok itu bilang. Kendati demikian, Jay tidak tahu apa isinya.

Jay kemudian mengingat-ingat lamanya ia dan Jungwon kenal. Sepertinya, sudah hampir empat atau bahkan lima hari mereka saling mengenal, tetapi baru kali ini dia melihat Jungwon membeli makanan. Jay hanya ingat Jungwon makan adalah saat di rumah Kak Yuju. Itu pun hanya semangkuk bubur saja.

"Won," panggil Jay hingga membuat Jungwon menghentikan kegiatannya sejenak. Cowok itu berdeham sebagai jawaban, sementara tangannya kembali sibuk meraih satu bungkusan plastik bening berisi air---yang sepertinya air minum---menggigit salah satu sudut, kemudian meminumnya untuk beberapa tegukan.

"Perasaan dari pertama kita kenal, baru kali ini deh, gue liat lo beli makanan."

Jungwon diam sejenak, kemudian mengangkat bahunya acuh. "Emang iya," jawabnya. "Lo tau? Di kamus gue, makan itu cuma formalitas biar nggak meninggal doang."

Sosok Jay mendadak diam setelah mendengar jawaban Jungwon, sementara cowok itu malah terkekeh kecil. Dia melebarkan bungkusan makanan yang ia bawa tadi hingga menampakkan isinya, lantas membagi makanan itu ke dalam dua bagian. Oh, yang membuat Jay sedikit kaget adalah, Jungwon menuangkan sebagian makanan itu ke dalam plastik pembungkus tadi, kemudian membungkus sisa yang lain kembali.

Mulanya, Jay ingin bertanya. Akan tetapi, ada sesuatu yang jauh lebih menarik daripada pertanyaan 'kenapa makanannya dibagi dua?'.

"Won," panggilnya. "L-lo ... serius cuma beli nasi sama ... gorengan doang?"

Pupil Jay membesar saat melihat makanan milik Jungwon yang sudah dibagi dua tadi. Hanya berupa nasi putih dan sepotong tahu isi goreng tepung seribuan yang biasa ia lihat di warung kopi.

"Kenapa emang?" tanya Jungwon santai. Cowok itu mulai melahap makanannya dan mengunyahnya dengan pipi menggembung. "Lagian, lumayan tau. Gue cuma keluar duit lima ribu dan bisa buat makan dua kali."

Hati Jay rasanya sedikit tercubit kala mendengar apa yang Jungwon katakan. "T-tapi, Won ... itu nggak sehat, tau. Nggak ada gizinya."

Kali ini, giliran Jungwon yang diam. Pipinya masih menggembung penuh dengan makanan. Kemudian, cowok itu memilih mengunyah cepat, lantas menjawab, "'Kan udah gue bilang tadi. Makan cuma buat formalitas aja biar nggak meninggal. Santailah."

Jungwon boleh saja terlihat santai. Cowok itu bahkan kembali menyuap makanannya dengan tenang---dari dalam plastik yang sengaja ia lipat sedikit bagian atasanya agar lebih mudah. Menggigit tahu isi yang tersisa sepotong itu dan mengunyahnya cepat. Akan tetapi, lain lagi dengan hatinya.

Cowok itu mengerti jika Jay mungkin merasa aneh dan ... bisa saja sedikit jijik saat melihat bagaimana caranya makan. Namun, memangnya Jungwon bisa memilih cara lain? Tidak, bukan? Dia juga terpaksa melakukan ini. Jika tidak makan, dia bisa mati dan jika dia mati, artinya sia-sia saja dong, selama ini ia bertahan hidup dalam segala kesulitan yang mencekiknya?

Sementara itu, Jay yang tiba-tiba saja diam membuat Jungwon melirik sosok itu. Pupilnya sontak membulat saat melihat Jay diam-diam ternyata menangis. "Lah, Jay!" Jungwon memekik kecil. "Kenapa nangis, deh?!"

Mendadak, Jungwon merasa tak enak. "A-ah ... lo nangis karena gue nggak nawarin lo makan, ya?" Cowok itu refleks menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Maaf deh, ya, Jay ... gue ... gue nggak tau, memangnya arwah kayak lo bisa makan juga, ya?"

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang