29. Papa Jun (2): Titah

903 185 12
                                    

Julian Park.

Junhui tentunya tidak akan pernah melupakan nama yang ia siapkan untuk putra keduanya jauh-jauh hari, bahkan sebelum bayi itu terlahir ke dunia---masih berusia tujuh bulan dalam kandungan sang istri.

Padahal, Eunha dan dirinya tidak mengecek jenis kelamin anak kedua mereka saat itu, tetapi entahlah, Junhui hanya merasa jika bayi yang istrinya kandung itu adalah anak laki-laki. Makanya ia mempersiapkan nama itu untuk anaknya nanti.

Tuhan rupanya benar-benar mewujudkan apa yang Junhui pikirkan, terlebih saat anak keduanya terlahir sebagai laki-laki. Nama 'Julian Park' pun langsung ia sematkan sebagai nama putra keduanya, tetapi sayang, bayi kecil itu tak sempat mengetahui namanya sendiri.

Entah takdir Tuhan semacam apa yang dengan kejamnya memisahkan bayi yang bahkan belum genap sehari usianya itu dari orang tuanya. Bahkan hingga sekarang pun, kejadian itu masih begitu membekas. Tidak mau pergi barang sekejap saja, seolah-olah mengingatkan jika tragedi waktu itu adalah sesuatu yang sama sekali tidak boleh dilupakan---walaupun rasanya begitu menyakitkan.

Junhui hampir saja kehilangan harapannya ratusan kali. Akan tetapi, dia selalu mengingat jika Tuhan tidak pernah tidur. Ia selalu percaya jika di mana pun anak keduanya berada---dalam kondisi apa pun ia, masih hidup ataukah sudah tiada---Tuhan pasti akan selalu menjaga dan melindunginya.

Lalu hari ini pun tiba. Di mana seorang anak lelaki yang baru saja menyelamatkan nyawanya, tepat berada di depan matanya. Ingin sekali rasanya Junhui menarik anak itu ke dalam pelukan dan memeluknya erat---tidak akan pernah ia lepaskan lagi. Namun, seketika Junhui seolah tertampar kenyataan. Mungkin saja, dia hanya memiliki mata yang sama dengan Eunha. Dan itu bukanlah hal yang mustahil di dunia ini.

"T-Tuan, sekali lagi, s-saya m-minta m-maaf k-karena nggak sopan sudah---"

"Terima kasih ...." Suara Jun terdengar bergetar. Ia sengaja memotong kalimat permintaan maaf dari anak lelaki itu yang sebenarnya tidak perlu.

Ayolah, anak itu sudah menyelamatkan nyawanya. Kalau tidak ada dia tadi, mungkin Junhui sudah kehilangan nyawa detik itu juga.

"A-ah ... i-iya, Tuan. Sekali lagi, maaf k-karena s-saya nggak sopan." Setelah mengatakan hal itu, si anak lelaki tampak membungkuk hormat, lantas segera berlari meninggalkan lokasi proyek, kala orang-orang mulai berdatangan.

Orang-orang itu tak lain adalah para bodyguard yang bekerja untuk Junhui. Jumlahnya sekitar tujuh orang yang datang atas perintah Hansol. Sekretaris Junhui itu seketika merasa panik dan cemas saat sang atasan tiba-tiba berhenti berbicara dan tak lagi menjawab panggilannya. Apalagi saat terdengar suara benda-benda jatuh yang begitu berisik, membuat Hansol tanpa membuang-buang waktu, langsung menghubungi beberapa bodyguard yang tinggal di sekitaran proyek tersebut untuk segera memeriksa kondisi atasan mereka.

"Nak, tunggu!" Junhui berusaha menghentikan anak itu, tetapi sayangnya, anak itu terus berlari menghindar. Junhui yang masih sedikit shock merasa jika dirinya tak mampu berlari mengejar. Kakinya lemas dan jantungnya terasa ingin copot.

"Tuan! Tuan baik-baik saja?" tanya salah satu bodyguard dan salah satu yang lain, mengulurkan sebotol air mineral kepada sang atasan.

Mereka sudah bertanya kepada para pekerja proyek mengenai apa yang terjadi, dilengkapi dengan mata mereka yang menangkap banyaknya besi-besi material yang tampak berantakan, memperkuat penuturan dari para pekerja yang menjelaskan jika nyawa atasan mereka hampir saja melayang karenanya.

Atas pertanyaan salah satu bodyguard-nya, Junhui hanya mampu mengangguk sebagai jawaban. Ia menerima air mineral yang diberikan, tetapi tidak langsung diminum. Lebih dulu, ia meremat badan botol tersebut cukup kuat, sebelum bertanya, "Kalian ... ingat wajah anak lelaki tadi?"

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang