43. Nenek Park (1): Sebuah Kotak

928 186 24
                                    

Setelah hasil dari tes DNA yang dilakukan beberapa waktu lalu, menunjukkan hasil jika Jungwon memanglah putra bungsu keluarga Park yang hilang empat belas tahun silam, Ibu Park yang tak lain dan tak bukan adalah ibu kandung Junhui segera bertandang ke kediaman putra bungsunya.

Sejujurnya, ia merasa tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Namun, ia kembali mengingat jika kuasa Tuhan memanglah sebesar itu. Lee Hye Rin atau yang sejak berpuluh tahun lalu telah berganti marga mengikuti marga sang suami, menjadi Park Hye Rin, jelas saja merasa begitu bahagia. Ia ingin bertemu dengan cucu keduanya dari Junhui. Maka dari itu, di sinilah ia berada sekarang. Memeluk seorang remaja laki-laki dengan begitu erat.

Air mata ibu dari Junhui itu mengalir begitu saja membasahi pipi. Tangannya mengusap lembut punggung cucunya, tidak mau lepas. Sementara sosok remaja yang tak lain adalah Jungwon hanya bisa diam. Ia tidak tahu harus melakukan apa kecuali diam. Merasakan pelukan hangat seorang wanita tua yang Jay bilang kalau itu adalah Nenek Park.

Rengkuhan hangat yang diberikan oleh Nenek Park, seketika mengingatkan Jungwon kepada sosok Nenek Nam. Rasanya sama. Sama-sama nyaman dan menenangkan. Ia merasa seolah-olah Nenek Nam kembali hidup dan merengkuhnya dalam pelukan hangat.

Jungwon juga diam saja saat Nenek Park mengecupi pucuk kepalanya berkali-kali, kemudian menangkup kedua pipinya dengan sayang. "Cucu Nenek ...," gumamnya dengan suara bergetar. Jungwon dapat melihat air mata yang mengalir di pipi wanita tua itu. Sontak, hal tersebut membuat jemarinya refleks terangkat. Menghapus air mata di pipi Nenek Park.

"N-Nenek k-kenapa nangis? J-Jungwon bikin Nenek sedih, ya?" tanya remaja lelaki dengan lesung pipi itu, kepada Nenek Park.

Pertanyaan dari cucunya itu membuat Nenek Park tersenyum kecil. Walaupun air mata masih saja tidak mau berhenti mengalir. "Enggak, Sayang," jawabnya. "Nenek terlalu bahagia karena melihatmu."

Lagi-lagi, Jungwon hanya diam. Ia menggigit bibir bawahnya sembari mengedarkan tatapan ke arah Jay yang tersenyum hangat kepadanya. Remaja itu juga menatap Mama Eunha dan Papa Jun yang berdiri di sana dengan senyum yang tak kalah hangat. Kenapa mereka semua senyum-senyum gitu, sih? gumam Jungwon dalam benak.

"Bu, ayo kita ke bawah. Kita ngobrol saja di sana, ya?" ajak Mama Eunha kepada ibu mertuanya itu. Omong-omong, posisi mereka sekarang berada di kamar Jungwon. Pasalnya, saat baru saja tiba di kediaman sang putra, Nenek Park langsung mencari Jay dan memeluk cucu sulungnya itu dengan erat. Setelahnya, barulah ia menanyakan keberadaan cucu bungsunya yang sudah kembali ditemukan itu.

Nenek Park benar-benar tidak menyangka jika bayi yang dulunya tidak sempat ia lihat, kini tumbuh menjadi remaja lelaki yang manis dengan mata bulat seperti sang menantu, Eunha. Air mata pun tak lagi dapat dibendung kala membayangkan bagaimana kehidupan sang cucu selama belasan tahun ini di luar sana?

"Ibu masih mau di sini, Eunha," jawab Nenek Park seraya menghapus jejak air matanya menggunakan sapu tangan yang selalu ia bawa. "Ibu mau bercerita dengan cucu-cucu Ibu."

Papa Jun tersenyum tipis mendengar ucapan sang ibu. "Baiklah," ujarnya kemudian. "Kita mengobrolnya di sini saja."

"Tapi Ibu mau mengobrol bersama cucu-cucu Ibu, Jun! Bukan dengan anak dan menantu ibu!" Nenek Park memprotes ide dari sang putra yang menurutnya tidak fair itu. Padahal, dia ingin menghabiskan waktu bersama kedua cucunya, tetapi kenapa putranya itu tidak mau mengerti, sih?

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang