18. Hari Terakhir: Nenek Nam

843 180 3
                                    

"Nek ... ayo kita ke rumah sakit! Nenek harus sehat, Nek."

Ajakan dari bocah sepuluh tahun itu, jelas dihadiahi gelengan samar dari sosok wanita tua yang terbaring di tempat biasanya dia tertidur. Wanita tua itu mengulurkan tangannya untuk meraih tangan si bocah, lalu menggenggamnya dengan genggaman lemah.

"Jangan aneh-aneh, Jungwon," ujarnya dengan suara lirih. Membuat bocah sepuluh tahun bernama Jungwon itu menggeleng ribut. Tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh sang nenek---Nenek Nam. Wanita yang tengah terbaring lemah tak berdaya karena sakit sejak beberapa hari yang lalu.

"Tapi Nek, Nenek sakit. Ki-kita harus berobat, Nek." Jungwon berujar kukuh. "J-Jungwon bakal minta bantuan sama---"

"Tidak ada yang akan menolong kita, Jungwon." Nenek Nam lagi-lagi menjawab dengan suara lirih dan serak. "Sudah, duduk saja di sini, temani Nenek, ya?"

Lagi-lagi, Jungwon menggeleng ribut. "Nenek harus tetap berobat, Nek."

"Memangnya kamu punya uang?" tanya Nenek Nam yang langsung membuat Jungwon terdiam. "Tidak, 'kan?"

Baiklah, Jungwon mengakui jika dirinya memang tidak memiliki uang banyak. Apalagi dengan Nenek Nam. Untuk makan beberapa hari terakhir---saat Nenek Nam sakit---saja sulit. Apalagi untuk berobat. Akan tetapi, jika tidak dibawa ke rumah sakit dan diperiksa, Jungwon sangat yakin jika kondisi Nenek Nam akan semakin memburuk. Dia tentunya tak mau sesuatu yang buruk terjadi.

Bagaimanapun Nenek Nam mendidik dan membesarkannya, Jungwon tetap bergantung kepada wanita tua itu. Apalagi di usianya yang baru saja menginjak sepuluh tahun. Masih terlalu kecil untuk menjalani kehidupan yang sangat berat ini sendiri. Pokoknya, Jungwon hanya ingin yang terbaik untuk Nenek Nam. Dia ingin sang nenek tetap sehat seperti sedia kala. Memarahinya kalau berbuat kesalahan, menghukumnya ketika tidak menurut dan lain sebagainya.

"Sudah, duduk dan temani Nenek di sini. Nenek nggak perlu berobat. Sebentar lagi Nenek juga bakal sembuh," ujar Nenek Nam lagi. Dia tetap berbaring sambil menggenggam tangan Jungwon dengan genggaman lemah. Dia tahu pasti, jika Jungwon sebenarnya tidak mau menurut. Masih ingin memaksakan niat awal untuk membawanya berobat.

Nenek Nam sebenarnya bukan tidak mau berobat. Hanya saja, dia juga mengingat-ingat kondisi sekarang. Dia hanya memegang sedikit uang yang memang sengaja ia siapkan untuk Jungwon kalau-kalau terjadi satu dan lain hal yang buruk ke depannya. Selain itu, dia juga memikirkan bagaimana Jungwon akan membawanya untuk berobat, sementara lingkungan di mana mereka tinggal saja seolah-olah tidak mau melihat bocah itu barang sebentar.

Sementara itu, Jungwon sendiri sejak beberapa hari lalu selalu merasakan perasaan tidak nyaman. Dia merasa takut kehilangan secara tiba-tiba. Takut ditinggalkan dan takut semua yang tidak ia inginkan terjadi begitu saja. Apalagi saat Nenek Nam jatuh sakit, maka rasa takut itu semakin menjadi-jadi menghampirinya. Bocah sepuluh tahun itu sudah mencoba untuk menenangkan diri, tetapi tidak bisa. Rasanya sangat sulit dan ini tidak nyaman.

Tanpa sadar, air mata bocah itu jatuh. Membuat Nenek Nam yang menggenggam tangannya, refleks mengernyitkan dahi karena bingung. "Kenapa menangis?" tanyanya. "Nenek sudah pernah bilang, bukan, kalau Nenek nggak suka anak cengeng?"

Jungwon otomatis mengusap air mata yang mengalir di pipinya setelah mendengar penuturan Nenek Nam, lantas membuang wajah---menghindari tatapan wanita tua itu. "Nggak cengeng, kok," jawabnya pelan. "Pengin nangis aja, memangnya nggak boleh?"

Nenek Nam menggeleng samar. "Nggak boleh," jawabnya datar. "Kalau Nenek pergi, nggak bakal ada yang marahin kamu kalau kamu cengeng."

Wanita tua itu mengatakannya dengan nada santai, sementara Jungwon menatapnya tidak senang. "Makanya Nenek nggak boleh pergi!" ucapnya sambil cemberut. Air matanya kembali jatuh, tidak bisa ditahan. Bohong kalau bocah itu bilang jika dirinya tidak takut ditinggalkan oleh Nenek Nam. Bagaimanapun, wanita tua itu adalah satu-satunya tempat bagi Jungwon untuk merasakan yang namanya 'hidup'.

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang