22. Jay (1): Penculikan

940 179 6
                                    

Lagi, Jungwon kembali di bawa ke suatu tempat yang entah di mana dan tidak tahu apa alasannya.

Setelah bergumul dengan pertanyaan, apakah perempuan yang menjadi salah satu komplotan penculik bayi itu benar-benar Nenek Nam?

Pusing. Setidaknya, itu yang dapat Jungwon rasakan saat ini. Hal itu membuat cowok berlesung pipi tersebut memutuskan untuk bersandar di balik tembok---yang entahlah tembok apa itu---sambil menatap ke depan dengan tatapan kosong.

"Orang-orang tadi beberapa kali sebut nama 'Park'. Apa hubungannya?" tanya Jungwon kepada dirinya sendiri. "Terus ... yang tadi bener-bener Nenek Nam?"

Selang beberapa saat, ia menggeleng. "Nggak, nggak. Mungkin cuma namanya aja yang mirip." Ia mencoba meyakinkan diri. Akan tetapi, semakin diingat, Jungwon seketika menyadari jika wajah perempuan yang kira-kira berusia hampir empat puluhan tahun tadi sangat mirip dengan Nenek Nam. Orang yang mengurusnya selama sepuluh tahun.

"Lagian, nggak mungkin banget Nenek Nam nyulik anak orang. Buktinya, selama ini Nenek cuma ngurusin gue sampai beliau meninggal, tuh. Nggak ada anak lain yang dia asuh---" Keringat dingin seketika membanjiri tubuh cowok itu kala pikirannya tiba-tiba merangkai sesuatu yang tidak masuk akal bagi Jungwon. "Nggak mungkin juga, 'kan, kalo bayi tadi itu gue? Mustahil banget!"

Cowok itu memaksakan tawanya, walaupun pada akhirnya terdengar begitu hambar.

Namun, pikiran-pikirannya itu tidak berlangsung lama. Kepalanya mendadak terasa pusing dan ia merasa mengantuk. Sangat-sangat mengantuk hingga akhirnya ia tertidur sambil bersandar di tembok. Padahal, dia masih berada di tempat antah berantah itu. Semasa bodohlah, pikir Jungwon. Jelasnya, dia hanya ingin tertidur saat ini sampai-sampai sebuah mimpi yang entah milik siapa tiba-tiba saja merangsek memasuki pikirannya.

JAYWON


"Jay, lo belum dijemput, ya?"

Cowok yang disapa Jay itu menoleh, lantas menggeleng kecil. "Kata Pak Koo, mobilnya lagi dibawa ke bengkel. Ban-nya bocor gitu, katanya."

Teman yang bertanya tadi---Nicholas---mengangguk. "Sunghoon, Jake sama Bang Heeseung mana? Udah pulang, mereka?"

Jay mengangguk sebagai jawaban. "Udah," katanya. "Lo belum pulang, Chill?"

Nicholas yang sering dipanggil Chill itu mengangguk. "Ini mau pulang. Lo mau nebeng nggak, Jay?"

"Nggak usah, deh. Gue mau nungguin Pak Koo aja. Paling bentar lagi dateng," jawab Jay sambil mengeluarkan ponsel di saku almamater yang ia kenakan.

"Yakin?" Nicholas bertanya lagi. "Panas lho, hari ini, Jay. Nggak takut item, lo?"

"Ya enggaklah, anjir! Sun block gue mahal, haha!"

Keduanya tertawa karena candaan garing tadi.

"Ya udah, kalo gitu gue duluan, ya. Mau mabar gue sama Euijoo. Ikutan nggak lo?" Lagi-lagi, Nicholas berusaha untuk mengajak Jay ikut pulang bersamanya. Apalagi, suasana sekolah lama-kelamaan mulai sepi karena para siswa sudah pulang. Paling kalaupun ada, mereka sudah sibuk dengan ekstrakurikuler masing-masing di ruang yang sudah disediakan---sesuai jenis ekstrakurikuler yang dipilih.

"Nggak, deh," jawab Jay lagi. "Pengin rebahan ajalah gue, di rumah."

Pada akhirnya, Nicholas menyerah untuk mengajak Jay. Ia menepuk bahu sahabatnya itu seraya berujar, "Pokoknya kalo misal lo pengin balik dan Pak Koo belum jemput, telepon aja gue, ya?"

"Nggak salah?" tanya Jay sedikit meledek. "Emangnya lo ojek online, apa?"

"Sialan, lo!"

Jay terbahak, pun juga dengan Nicholas yang lama-lama ikutan tertawa juga karenanya. Selang beberapa menit kemudian, Nicholas beranjak pulang. Menyisakan Jay yang menunggu tak jauh dari gerbang sekolah. Dia juga tak lupa mengirimkan pesan kepada Pak Koo agar segera menyelesaikan urusannya. Jujur saja, Jay sudah tidak betah berpanas-panasan seperti sekarang.

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang