30. Siapa yang Harus Dibanggakan?

895 179 23
                                    

Hari pertama masuk sekolah, setelah beberapa hari sebelumnya diskorsing, membuat Jungwon merasa berdebar dan bahagia dalam waktu bersamaan.

Dia berdebar karena merasa khawatir, sebab hari ini adalah hari di mana akan diadakannya ujian semester ganjil. Dia juga senang karena setelah sekian hari, ia akhirnya bisa bersekolah lagi.

Walaupun tidak ada kebaikan sama sekali yang diterimanya di 'sekolah' itu, tetapi tak apalah. Sebab yang sesungguhnya ia cari adalah pendidikan---meskipun nantinya ia hanya bisa menyelesaikan pendidikannya itu sebatas sekolah menengah pertama. Jungwon sama sekali tidak pernah bermasalah akan itu. Nanti, kalau misalnya ia memiliki uang yang lebih banyak, pasti akan lebih mudah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, bukan?

Jungwon mengeratkan pegangannya pada tali ransel yang menjuntai di depannya. Walaupun ransel itu sudah ditambal beberapa bagian, tetapi Jungwon tidak berniat untuk menggantinya. Maklum, dia lebih memilih menyimpan uang untuk hal yang lebih urgent daripada hanya sekadar membeli ransel baru.

Sesaat sebelum berangkat meninggalkan gubuk reyotnya tadi, entahlah, Jungwon merasa jika dirinya harus membawa barang-barang penting dari dalam sana. Seperti ijazah dan rapor sekolah dasar miliknya, juga beberapa barang milik mendiang Nenek Nam---contohnya sebuah kotak kayu kecil berukuran masing-masing satu jengkal tangan di kedua sisi dan setengah jengkal untuk di dua sisi yang lain.

Kotak itu sendiri dikunci dengan gembok kecil yang Jungwon sendiri tidak tahu apa isinya dan di mana kunci kotak itu berada. Nenek Nam tidak pernah memberikan kunci apa pun kepadanya. Jadi, Jungwon memilih membawanya saja---entah karena apa. Dia merasa, jika kotak itu nanti akan menjadi jimat keberuntungannya saat mengerjakan ujian.

Saat tiba di sekolah, beragam tatapan tidak suka dari teman-teman satu sekolahnya ia terima. Jungwon memilih tidak peduli dan tetap melanjutkan langkah hingga, menuju ke papan pengumuman untuk melihat di mana kelas yang akan ia gunakan untuk mengerjakan ujian nanti. Biasanya, urutan kelas dan bangku peserta ujian akan diacak untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan saat ujian berlangsung.

Dahi Jungwon mengernyit kala dirinya sudah berada di hadapan papan pengumuman. Berkali-kali ia membaca daftar yang tersedia, sama sekali ia tidak menemukan namanya tertera di sana. Jantungnya berdebar cepat. Sembari menggigit bagian dalam bibirnya, Jungwon membatin, Tenang, Won. Mungkin kelewat.

Sekali lagi, ia coba baca dengan lebih teliti. Siapa tahu memang benar-benar terlewat oleh matanya. Namun, lagi-lagi ia tidak dapat melihat namanya di dalam daftar. Cowok itu mulai tidak tenang. Keringat dingin tiba-tiba menetes dari dahinya begitu saja, terlebih saat sebuah suara menginterupsi kegiatannya memindai daftar nama peserta ujian semester ganjil yang tersedia di papan.

"Mau sampai matamu lepas dari tempatnya, pun, kau tak akan pernah mendapatkan namamu di sana, Yang Jungwon."

Jungwon menoleh cepat dan matanya langsung bertubrukan dengan tatapan yang terlihat begitu remeh dari sosok kepala sekolah yang berjalan mendekatinya. "P-pagi, Pak." Jungwon menyempatkan diri untuk tetap menyapa lelaki yang umurnya sudah cukup tua itu, demi kesopanan. Walaupun sejatinya, Jungwon benar-benar membenci tatapan remeh yang dilayangkan oleh lelaki tua itu.

"Ikut ke ruangan saya sekarang," ujarnya. "Ada yang ingin kuberikan padamu, Yang Jungwon."

Dengan ragu, Jungwon mengangguk. Mengikuti langkah lebar sang kepala sekolah. Cowok itu sibuk menggigit bibir bawahnya sendiri saat menyadari satu hal. Seragamnya. Seragam yang ia kenakan saat ini, masih seragam kelas delapan. Dia belum memiliki uang untuk menggantinya karena setelah mencari pekerjaan pun, dia tak kunjung mendapatkannya.

Apakah gara-gara hal ini, namanya tidak tertera pada daftar peserta ujian? Jika iya, astaga ... sumpah demi apa pun, Jungwon ingin mengutuk orang yang mencetuskan ide gila---mengganti seragam baru setiap kenaikan kelas---dengan ucapan yang buruk-buruk.

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang