32. Perasaan yang Sama

1K 204 24
                                    

"Tuan, apakah Anda yakin akan ikut dalam pemantauan hari ini? Pasalnya, target pantauan kita saat ini sedang dalam keadaan yang cukup buruk. Saya tidak yakin jika---"

"Saya sudah berada di lokasi, Dooyoum."

Sosok 'Tuan' yang disebut oleh Jang Dooyoum lewat sambungan telepon itu menjawab dengan suara tenang, sementara matanya yang tajam, tampak memperhatikan satu objek yang kini berjalan dengan langkah tak bersemangat, tanpa arah. Ingin sekali rasanya ia segera berlari menyusul, lalu menarik sosok itu ke dalam pelukannya. Akan tetapi, ia seketika tidak memiliki keberanian untuk itu.

"Lalu, apa yang harus kami lakukan setelah ini, Tuan?" Dooyoum bertanya kepada sang atasan tentang langkah yang harus ia ambil nantinya. Tentunya, lelaki itu tidak mau bertindak sembarangan, terlebih lagi sang atasan ikut terjun langsung untuk memantau 'target' mereka saat ini.

"Tetap pantau dia, sampai saya memberi aba-aba kepada kalian. Atau ... jika terjadi suatu hal secara mendadak yang tidak bisa diprediksi, tolong untuk segera mengambil tindakan."

Sosok 'Tuan' itu---Junhui---masih memusatkan perhatiannya kepada sang target dari dalam mobilnya. Ia memperhatikan dengan baik, saat targetnya itu berjalan menuju sebuah jembatan yang berada di atas sungai. Jujur, perasaannya mulai tidak enak saat ini. Maka dari itu, Junhui memilih untuk keluar dari mobil dan berdiri di depan kap mobilnya sendiri.

Sementara itu, sosok 'target' yang sedang dipantau oleh Junhui dan para bawahannya yang tak lain dan tak bukan adalah Jungwon, kini terlihat memegang erat pagar pembatas jembatan hingga buku-buku jarinya memutih. Pikirannya masih terasa begitu penuh dan berisik. Tidak sejalan dengan tatapannya yang kosong.

Berkali-kali, ia mencoba mengatur napasnya, tetapi yang ia dapat hanyalah sesak tak berkesudahan. Hatinya semakin terasa sakit. Akan tetapi, dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menghilangkan rasa sakit itu.

Jungwon ingin menangis, tetapi belum bisa. Sejak tadi ia sudah mencoba, tetapi air mata itu tetap tidak mau keluar. Sepertinya, air matanya juga membenci dirinya sendiri.

"Mau jadi apa lo, Won?" Jungwon bermonolog dengan suara lirih. Tatapannya kini tak lagi kosong. Air sungai yang terlihat mengalir dengan tenang kini menjadi fokusnya. Ia merasa lebih damai saat melihat itu---walaupun hanya sedikit. Setidaknya, aliran sungai beserta suara gemericik air membuat hatinya menjadi 'sedikit' lebih tenang.

"Lo nggak lulus sekolah ...," tambahnya. "SMP aja lo nggak lulus. Mau jadi apa?"

Angin berembus menggerakkan rambutnya yang lepek. Begitu juga dengan tubuhnya yang semula basah kuyup, kini perlahan mengering dengan sendirinya. Ransel usang yang juga ikut basah dan kotor di beberapa sisi, masih menggantung di pundak, enggan dilepas.

"Sekarang, lo udah nggak punya apa-apa lagi, Won." Rasa sesaknya lama-kelamaan semakin menjadi-jadi. Kepalanya bertambah pusing dan pikirannya begitu penuh. Kalimat-kalimat penuh caci maki yang pernah ia dengar, terus-terusan berputar bak kaset rusak yang tidak bisa dihentikan.

Jungwon tertawa kecil, tetapi tawanya terdengar begitu menyakitkan. "Lo udah nggak punya rumah. Lo nggak punya tempat tinggal lagi." Salah satu tangannya bergerak untuk meremas dadanya sendiri kala rasa sakit kembali terasa menyerangnya secara bertubi-tubi.

"Lo juga nggak punya kerjaan, 'kan, Won? Lo udah dikeluarin dari sekolah. Diusir dari lingkungan tempat tinggal lo." Napas cowok itu terdengar begitu memburu, seiring dengan kata-kata menyakitkan yang ia lontarkan. "Lo mau ngapain lagi habis ini?"

Mata cowok itu memejam erat. Setetes air mata, jatuh membasahi pipinya. Akhirnya, setelah berjuta kesakitan yang ia rasakan, air mata itu turut jatuh menemani kakinya yang tak mampu lagi melangkah. Jungwon kesakitan, tetapi tidak tahu harus dengan cara apa ia menyembuhkan lukanya sendiri.

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang