"Jadi, sebenernya alasan Kakek selain nyuruh Jay buat 'nemuin adek' dan bawa adek pulang, apa sih, Kek?"
Sepasang kakek dan cucu itu memperhatikan Jungwon yang berdiri di atas jembatan dari jarak yang cukup jauh. Jay sebenarnya juga tidak tahu, apa alasan sang kakek memantau Jungwon dari jauh seperti ini. Jujur saja, dia masih agak kesal dengan cowok itu gara-gara masalah waktu itu---di mana Jungwon rela menjadi samsak hidup hanya untuk mendapatkan beberapa lembar uang.
Sejatinya, Jay tidak mau menyalahkan Jungwon begitu saja. Kehidupanlah yang membuat Jungwon sampai bertingkah senekat itu. Namun, rasa sebal itu tetap ada karena Jungwon tidak mau mendengarkannya dan memilih egois untuk itu. Makanya Jay merasa kesal dan selama kurang lebih dua hari terakhir, dia sama sekali tidak berminat memunculkan diri di hadapan cowok berlesung pipi itu.
"Sekarang Kakek tanya balik sama kamu," Kakek Park menatap cucunya dengan tatapan tenang. "Kamu sudah ketemu belum, dengan adikmu?"
Astaga, Jay membatin seraya menutup kedua matanya rapat-rapat. Sosoknya mengembuskan napas sebal, lantas balas menatap sang kakek. "Kakek tahu nggak sih, kalau tugas yang Kakek kasih itu berat banget?" Setengah merengek, Jay mengadu kepada sosok kakeknya itu. "Lagian, clue yang Kakek kasih juga abu-abu banget. Seenggaknya, Kakek jelasin kek, ciri-ciri spesifiknya 'adek' itu kayak gimana, biar Jay---"
"Kalau Kakek jelaskan secara detail, lalu usahamu apa, Sayang?" Jay praktis meringis mendengar apa yang dikatakan oleh kakeknya itu. "Coba kamu liat Jungwon sekarang."
Sosok Jay menuruti titah sang kakek. Dia menatap Jungwon yang masih termenung di atas jembatan. Diam-diam, dia berharap jika Jungwon tidak memiliki niat bodoh saat berada di sana. Ya, semoga saja, sih. Ah iya, walaupun posisi mereka---Jay dan Kakek Park---berada cukup jauh dari Jungwon, tetapi suara cowok itu terdengar dengan jelas. Jadi, baik Jay maupun Kakek Park mendengar segala keluh kesah Jungwon tadi dengan baik.
"Kamu dengar 'kan, tadi Jungwon bilang apa?" Jay mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan sang kakek. "Kakek tanya lagi. Selama mengikuti Jungwon, kamu tahu 'kan, gimana susahnya dia?"
Lagi-lagi, Jay hanya menjawab dengan anggukan disertai dehaman kecil. Lalu, sang kakek kembali melanjutkan kata-katanya. "Seharusnya, kamu belajar dari Jungwon, Nak. Belajar kalau apa yang kamu inginkan, nggak selamanya bisa dicapai dengan mudah. Harus ada kerja keras, keringat dan darah dari usaha yang diambil."
"Apaan?" Jay berseru protes. "Kakek nggak tahu aja, Jungwon itu keras kepala. Masa iya Jay harus ngikutin sifat dia yang satu itu? Aneh-aneh aja. Cuma karena beberapa lembar uang, dia rela ngorbanin dirinya sendiri buat jadi samsak hidup. Apa iya nggak egois yang begitu, Kek? Kakek mau, Jay belajar dari Jungwon di bagian itunya?"
Kakek Park hanya bisa menghela napas panjang. Ia menepuk bahu cucunya dua kali, lalu memberikan rangkulan hangat sambil sesekali mengusap lengan sang cucu dengan sayang. "Tapi Jay tahu, 'kan, alasannya Jungwon melakukan itu?"
"Y-ya ... tau," cicit Jay takut-takut.
Sang kakek tersenyum tipis. "Jay pernah nggak, ada di posisi Jungwon?"
Jay menggeleng sebagai jawaban. Kakeknya benar, dia seketika kembali mengingat apa yang Jungwon katakan waktu itu.
Lo terus-terusan bilang kalo gue ini egois. Terus, emangnya lo mikir, buat orang yang hidup sebatang kara kayak gue, memangnya siapa lagi yang harus gue pentingin selain diri gue sendiri, hah?!
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓
Fanfiction[JayWon FF AU] 'BUKAN BXB YA ANJIR, CAPEK SAYA NGASIH TAU ಥ‿ಥ /FRUSTRASI LEVEL HARD/' "Setan doang kok banyak bacot, sih, lo?!"---Yang Jungwon. "Gue bukan setan, woy, plislah!"---Jay Park. ___________________________ Title: A Ghost-ing Me! (A Ghos...