26. Anak Itu

978 197 10
                                    

"Sumpah ya, Jay! Selama lo nggak ada tuh, sekolah rasanya sepi banget! Kayak ada yang kurang, tahu. Iya, nggak, gengs?!"

Pertanyaan dari cowok jangkung yang tak lain dan tak bukan adalah Lee Heeseung itu, langsung dihadiahi anggukan oleh Jake, Sunghoon, Euijoo dan Nicholas yang juga ikut menjenguk Jay ke rumah sakit.

Sejatinya, sudah sejak pertama kali Jay dinyatakan sadar dari komanya mereka ingin menjenguk cowok itu. Akan tetapi, berhubung sekolah sedang mengadakan pertandingan antar sekolah dengan SMA Bakti Pertiwi yang menjadi tuan rumahnya, membuat kelima sahabat Jay itu terpaksa mengurungkan niat. Hal itu juga dikarenakan kelima cowok itu juga mengambil peran penting dalam pertandingan yang diadakan.

Seperti Heeseung yang menjadi perwakilan lomba menyanyi---karena suaranya yang merdu dan enak didengar itu, Nicholas yang ikut lomba dance, Euijoo dan Jake yang menjadi bagian dari tim futsal dan Sunghoon yang merupakan salah satu anggota tim basket membuat kelimanya harus menahan diri untuk tidak segera menjenguk Jay, sahabat mereka itu.

Walaupun apa yang dikatakan Heeseung tadi kelewat lebay, tetapi kelimanya diam-diam membenarkan. Jay memang seberarti itu dalam persahabatan mereka.

"Oh iya, Jay." Nicholas membuka suaranya setelah cukup lama diam. "Sebelumnya, gue minta maaf banget sama lo. Kalo aja waktu itu gue paksa lo buat ikut pulang bareng, pasti kejadiannya nggak bakal kayak gini."

Cowok itu terlihat menyesal. Sangat-sangat menyesal. Walaupun kelima sahabatnya tidak mempermasalahkan hal itu dan tidak juga menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa Jay, tetapi tentu saja Nicholas tetap merasa bersalah. Makanya, di kesempatan ini, dia akhirnya mengatakan keresahan hatinya langsung kepada Jay.

Namun, respons dari Jay terlihat biasa saja. Bahkan, cowok itu menyunggingkan senyum hangat seraya tertawa kecil. "Santai ajalah, Chill. Udah takdir gue juga," ujar cowok yang masih duduk di atas brankar rumah sakit itu. Lagian, kalo aja hal ini nggak terjadi ke gue, kemungkinan besar gue nggak bakal pernah bisa ketemu sama ... Adek. Begitu yang Jay katakan dalam benak.

"Bener kata Jay, Chill." Jake menepuk bahu sahabatnya itu perlahan. "Yang terpenting, kan, sekarang Jay udah balik lagi ke tengah-tengah kita. Jadi, sekarang mending kita fokus aja sama kesembuhannya Jay. Biar kita bisa kumlul bareng lagi, gitu. Asli, sih. Gue juga kangen banget mabar sama lo, Jay!"

Jay tertawa atas apa yang Jake katakan. Lantas, ia melirik ke arah Sunghoon yang sejak tadi hanya diam. "Lo kenapa, Hoon?" tanya cowok itu yang langsung membuat Sunghoon mengalihkan tatapannya kepada Jay.

"Nggak apa-apa," jawab cowok dengan kulit seputih susu itu. "Gue cuma masih nggak percaya aja ngeliat lo yang akhirnya ... bisa bangun lagi."

Oke, sekarang Jay dan keempat sahabatnya paham, kenapa Sunghoon dari tadi hanya diam. Terutama saat Sunghoon tiba-tiba saja menundukkan kepalanya, kemudian isakan-isakan kecil mulai terdengar dari cowok itu. Sunghoon menangis.

"Sumpah ... g-gue nggak tahu lagi, g-gimana kalau sampai lo nggak---"

"Hoon, udah." Jay menarik Sunghoon mendekat, lantas memeluknya dengan lembut. Dia paham betul bagaimana Sunghoon yang selalu saja mengkhawatirkan sesuatu secara berlebihan hingga terkadang, pikiran-pikiran buruk dengan dalih 'kemungkinan' menguasainya. Sunghoon juga terkadang bisa tiba-tiba menangis tanpa sebab.

Dulu, waktu pertama kali Jay mengenal Sunghoon---saat itu, orang tua Sunghoon yang merupakan sahabat Papa Jun dan Mama Eunha datang berkunjung, sekalian makan siang bersama. Kesan pertama Jay kepada Sunghoon waktu itu adalah, Sunghoon terlalu pendiam. Dia bahkan terlihat takut dan tidak berminat sama sekali untuk diajak berteman. Sampai akhirnya, Jay mengajaknya mengobrol di tepi kolam renang di rumahnya, sambil mencelupkan kaki mereka.

Sunghoon yang mulanya terlihat enggan meladeni Jay, lama-kelamaan mulai merasa nyaman dan akhirnya menceritakan alasan kenapa dia seperti itu. Sunghoon berkata, jika tidak ada yang mau berteman dengannya dan kalaupun ada, mereka hanya datang karena butuh saja---hal ini disebabkan oleh Sunghoon yang memang lahir di keluarga berada. Intinya, pada pertemuan itu, Sunghoon bercerita tentang kesulitannya memiliki teman dan berinteraksi dengan orang-orang.

Jay yang memang terbilang mudah bergaul dengan siapa pun saat itu berkata, jika dirinya akan menjadi teman Sunghoon. Dia berjanji akan selalu ada ketika Sunghoon membutuhkannya. Jay juga mengajak Sunghoon untuk berkenalan dengan Jake dan Heeseung hingga akhirnya mereka berteman sampai sekarang. Ya, meskipun hal ini tidak lepas dari pengaruh orang tua mereka yang juga bersahabat, sih.

Kembali ke masa sekarang, keenam sahabat itu kini saling bercanda dan tertawa. Membahas hal apa saja yang dilewatkan oleh Jay saat cowok itu tidak sadarkan diri. Walaupun terkadang, Jay tiba-tiba saja diam---entah apa yang ia pikirkan---atau Heeseung yang mencoba membuat lelucon, tetapi berakhir garing dan lain sebagainya.

Jay tersenyum senang hari ini. Berkumpul bersama kelima sahabatnya adalah hal yang paling ia sukai setelah bersama dengan keluarga tentu saja. Ah, ia jadi ingin cepat-cepat sehat agar bisa membawa kembali 'adik' yang selama ini selalu dicari keberadaannya oleh ayah dan ibunya itu. Jay juga jadi tidak sabar akan bagaimana reaksi para sahabatnya jika bertemu dengan adiknya itu, nanti?

Gue harap, temen-temen gue bisa nerima Adek dengan baik, ujarnya dalam benak.

JAYWON


Berhubung sedang ada teman-teman Jay yang datang menjenguk putra kesayangan mereka, alhasil, Junhui dan Eunha memilih untuk melipir sebentar---menghabiskan waktu berdua saja di kafetaria yang berada di rumah sakit sambil mengobrol. Sudah lumayan lama mereka tidak bisa mengobrol santai seperti ini, makanya, kehadiran teman-teman sang putra membuat mereka memanfaatkan kesempatan ini dengan baik.

"Mas mau tau, nggak?" Eunha mengaduk jus apel yang ada di gelas di hadapannya, sambil memperhatikan sang suami yang baru saja menyesap kopi dari cup kertas dengan tenang.

Jun mengalihkan pandangannya dari kopi yang sedang ia sesap, kepada sang istri, lantas berdeham pelan. "Apa?" tanyanya.

"Waktu Mama beli roti pagi tadi, di tempat biasa, aku ketemu sama anak laki-laki gitu."

"Terus?" Dahi Jun berkerut sama. Dia terlihat tertarik dengan cerita istrinya itu. Eunha menghela napas pendek. Wajahnya tiba-tiba saja terlihat murung. Hal itu turut menjadi perhatian sang suami yang kini memilih menggenggam jemari istrinya itu dengan lembut. "Kenapa, Sayang? Kok tiba-tiba murung gini?"

Eunha balas menggenggam jemari suaminya, tetapi lebih erat. "Jadi, dari yang aku lihat tadi, kayaknya anak itu lagi berusaha buat cari pekerjaan gitu, Mas. Aku nggak sengaja dengar, kalau si pemilik toko itu maki-maki dia. Sumpah deh, Mas. Rasanya nggak tega banget. Harusnya, kalau memang nggak ada pekerjaan yang bisa dikasih ke anak itu, nggak perlu pake acara maki-maki segala, 'kan?"

Junhui menghela napas pendek, lantas mengangguk. Dia mencoba mendengarkan cerita istrinya itu dengan baik. Begitu juga dengan Eunha yang mulai menceritakan apa saja yang ia lihat dengan detail. Lengkap dengan kekesalannya saat melihat bagaimana anak lelaki itu diperlakukan oleh si pemilik toko. Eunha juga tidak lupa menceritakan bagaimana pemilik toko tadi menyiramkan seember air kepada anak yang berniat mencari pekerjaan itu.

"Aku beneran nggak tega liatnya, Mas," ujar Eunha. Tanpa sadar, air mata mengalir lambat di pipinya. "Aku jadi ingat anak kita."

Dahi sang suami berkerut. "Jay maksudmu?"

Eunha menggeleng. "Adek ...," ujarnya lirih. "Kalau anak bungsu kita masih ada ... dia pasti sudah sama besarnya dengan anak yang kulihat tadi."

JAYWON
12 September 2021
K

amis, 16 September 2021

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang