5. Sosok yang Dirindukan

1.3K 245 4
                                    

Cowok dengan seragam salah satu sekolah menengah atas ternama sepenjuru kota ini, terlihat berjalan menyusuri koridor. Dia tampak memperhatikan tempat-tempat yang dilewatinya dengan tatapan sendu.

Setiap tempat yang ia lewati, selalu mengingatkannya kepada seorang sahabat yang hingga saat ini belum juga mau kembali. Menyakitkan. Rasanya benar-benar menyakitkan ketika orang yang selalu ada di sampingnya dalam keadaan apa pun kini tak kunjung kembali. Masih betah dengan dunia yang sejatinya tak nyata.

Cowok itu menghela napas berat, kemudian mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang letaknya di ujung koridor. Tidak ada siswa yang datang ke sini karena mereka selalu berpikiran jika tempat ini memiliki aura horor yang begitu kentara. Akan tetapi, tentunya berbeda dengan dirinya dan dua temannya yang lain. Mereka---bertiga---selalu menghabiskan waktu istirahat di sini jika tidak pergi ke kantin.

Normalnya, orang-orang akan menjadikan rooftop sebagai tempat untuk berkumpul---seperti di banyak kisah yang pernah cowok jangkung itu dengar. Namun, pada kenyataannya, di sekolah yang sangat-sangat besar ini, rooftop adalah satu-satunya tempat paling dilarang untuk dikunjungi. Bahkan, cucu pemilik sekolah sekali pun tidak dapat memiliki akses untuk itu.

Mereka bilang, itu untuk alasan keamanan. Beruntunglah siswa-siswi yang bersekolah di tempat ini bukan termasuk ke jajaran 'anak bandel' yang akan melanggar larangan mengunjungi rooftop sekolah yang hanya menunjukkan pemandangan berupa gedung-gedung pencakar langit yang membosankan.

Cowok itu hanya diam, menghela napas berat beberapa kali sambil menatap kosong ke depan. Tangannya kemudian meraih earphone bluetooth dari dalam sakunya. Mendengarkan musik-musik menenangkan yang mungkin saja dapat membuat suasana hatinya membaik.

Bro, cepet balik! ujar cowok itu dalam benak. Kepalanya menengadah menatap langit biru yang membentang luas. Kini, awan-awan yang berada di atas sana tampak berkumpul membentuk sesuatu---berupa huruf---yang menarik perhatian cowok itu.

J.

Senyum tipis cowok jangkung itu terbit seketika. "Lihat, bahkan awan aja paham gimana rindunya gue sama lo, Jamal!" monolognya sambil tertawa kecil.

Tak lama berselang, sebuah tepukan di bahunya mengagetkan cowok itu. Refleks ia menoleh dan mendapati salah satu temannya datang, kemudian duduk sambil merangkul bahunya.

"Lo dicariin juga dari tadi, ternyata malah ke sini," dumel cowok yang baru saja datang itu.

Si jangkung menghela napas pendek. "Ya lagian, lo kayak nggak tahu aja kalo gue ngilang pasti tujuannya ke mana?"

Cowok di sampingnya ikut menghela napas, kali ini lebih panjang. "Gue suka aneh kalo ke sini," ujarnya sambil menengadah. Awan yang tadi si jangkung lihat sudah memudar. Menjauh karena tertiup angin hingga tak sempat dilihat oleh sang sahabat. "Lo nggak aneh gitu, Hoon?"

Park Sunghoon---si cowok jangkung itu---menggeleng pelan. "Nggak aneh, kok," jawabnya. "Cuma ... setiap ke sini, ngelewatin koridor dan semua tempat yang pernah kita lewati sama-sama, selalu bikin gue kangen dia."

Sang teman mengangguk membenarkan. "Gue bahkan kayak ngedenger suara ketawanya dia tadi, pas lewatin koridor," sahutnya. Cowok itu tertawa kecil. "Serindu itu ya, kita, sama dia?"

"Dia yang seharusnya rindu kita, Jake." Sunghoon tertawa kecil. Balas merangkul bahu sang sahabat yang duduk di sampingnya---Shim Jaeyoon atau yang biasanya dipanggil Jake, sesuai nama lahirnya.

"Lo bener." Jake menyahut diiringi suara tawanya yang khas. "Nanti pulang sekolah, kita mampir nemuin dia, kuy!"

Sunghoon mengangguk. "Boleh," jawabnya. "Lagian, terakhir kita ke sana 'kan dua hari lalu. Pantes aja bawaannya keingetan dia mulu. Si Jamal kangen nih, pasti."

[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang