Sebenarnya, Eunha tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh sang putra beberapa saat lalu, perihal ia yang katanya telah bertemu dengan sang adik. Ada perasaan di mana ia merasa kaget, senang dan haru, tetapi juga tidak bisa percaya begitu saja.
Bagaimana mungkin? Begitu pikir Eunha. Walaupun selama belasan tahun ini, ia tidak pernah merasa putus harapan---berharap jika Tuhan melindungi putra keduanya di mana pun ia berada dan bagaimanapun kondisinya, tetapi mengingat Jay yang tiba-tiba berkata seperti itu, sementara dengan jelas jika sang putra selama lebih dari sebulan lamanya dirawat di rumah sakit, bagaimana mungkin ia bisa percaya dengan mudah?
Kapan Jay bertemu dengan 'adiknya'? Apakah ia dan sang adik bertemu di dalam mimpi? Atau, Jay melihat sang adik sebagai sosok 'sesuatu yang lain' yang ditemuinya di alam bawah sadarnya? Sumpah demi apa pun, yang Eunha lakukan saat ini hanya diam dengan ponsel yang tengah memutar video memasak lewat salah satu aplikasi menonton. Namun, matanya tidak bisa berbohong kala tatapannya terlihat begitu kosong.
Sementara itu, Jay sendiri masih duduk di atas brankar yang posisi kepalanya sedikit lebih tinggi, sambil memainkan game lewat ponsel. Sesekali matanya akan berkedip dengan cepat---dalam beberapa kali kedipan---dan mem-pause permainannya saat merasa lelah.
Papanya lama sekali. Bahkan setelah menunggu lebih dari tiga jam pun, lelaki itu tidak kunjung datang hingga membuat Jay merasa bosan. Ayolah, dia sudah sangat merindukan kasurnya di rumah.
"Ma, Papa mana, sih? Kok lama banget, nggak sampe-sampe?" Jay bertanya sambil menoleh ke arah sang ibu yang duduk bersandar di sofa. Barulah ia sadar, jika ibunya itu hanya diam saja---tidak fokus kepada ponselnya sendiri yang kini tergeletak begitu saja di atas meja dan masih menayangkan video memasak.
"Ma?" panggil Jay lagi. "Mama ...."
"Eh---iya. Apa, Nak?" Eunha tersentak, lantas dengan bingung mencari-cari ponselnya yang masih menayangkan video itu untuk dimatikan. "Abang manggil Mama kenapa? Butuh sesuatu?"
Dahi Jay berkerut samar, lantas cowok itu menggeleng kecil. "Nggak apa-apa, Ma," jawabnya. "Tadi Mama bengong, kenapa?"
Eunha memilih menyunggingkan senyum tipis. "Enggak, Mama nggak bengong. Cuma ... lagi coba hafalin step-step masaknya aja, biar nanti nggak perlu liat resep lagi."
Jay bukan anak kecil yang bisa dibohongi. Dia sudah besar. Sudah enam belas tahun, hampir tujuh belas. Makanya saat sang ibu berkata begitu, dia tidak bisa langsung mempercayainya. Akan tetapi, melihat bagaimana wajah sang ibu yang terlihat lelah, Jay memilih untuk percaya saja---tidak mau bertanya macam-macam.
"Papamu kok lama banget, sih, ya?" Mama Eunha kini terlihat mengalihkan pembicaraan. Ia sudah berdiri sambil memegang ponselnya. Berencana untuk menghubungi sang suami. "Padahal kalau sibuk nggak bisa jemput, 'kan bisa minta tolong Hansol, atau Seokmin aja, 'kan?"
Cowok itu mengangguk kecil, membenarkan apa yang dikatakan oleh sang ibu. Ia tahu. Sangat-sangat tahu, jika ayahnya adalah orang yang super sibuk. Sang ayah juga sering meminta Seokmin---tangan kiri sang ayah, yang juga sering wara-wiri membantu tugas ayahnya itu---atau Hansol untuk mewakilinya dalam segala hal ketika dirinya sedang dilanda kesibukan lain. Akan tetapi, kenapa hari ini tidak? Bahkan, sang ayah sama sekali tidak memberikan kabar apa pun.
Jujur, Jay jadi khawatir, begitu juga dengan Mama Eunha.
Maka dari itu, perempuan 37 tahun itu memilih untuk segera menelepon sang suami untuk memastikan. Akan tetapi, belum sempat ia menekan tombol 'panggil', pintu ruangan di mana Jay dirawat dibuka dari luar dan sosok Jun melangkah masuk dengan senyum yang tampak tak secerah biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] a Ghost-ing Me! [JayWon] ✓
Fiksi Penggemar[JayWon FF AU] 'BUKAN BXB YA ANJIR, CAPEK SAYA NGASIH TAU ಥ‿ಥ /FRUSTRASI LEVEL HARD/' "Setan doang kok banyak bacot, sih, lo?!"---Yang Jungwon. "Gue bukan setan, woy, plislah!"---Jay Park. ___________________________ Title: A Ghost-ing Me! (A Ghos...