Aku seorang gadis pecinta hujan, namun aku sangat takut dengan suara gemuruh petir.
- asya"Lu manis Sya"
"Gue baru sadar, kalau mata lu persis Vina"
Asya beralih menatap wajah Kelvin dengan tersenyum tipis. Wajahnya sangat tampan jika dilihat dari dekat. Hidungnya juga mancung, sampai-sampai Asya ingin sekali menggigit hidung pria itu.
Asya memilih untuk mencubit kedua pipi Kelvin gemas, "Yang punya mata kayak Vina banyak kalik, contohnya mata gue,"
"Udah ah. Kelvin, ayo kita main hujan-hujanan"
"Jalanannya juga sepi"
"Gak ada ya Sya, entar lu sakit. Gue gamau, udah lu diem aja disini"
"Gue gak bakal sakit. Males ah Kelvin lama" Asya langsung berlari dari hadapan Kelvin. Gadis itu tengah asik bermain dengan air hujan. Tangannya terbuka lebar, seakan-akan ia mengijinkan air hujan untuk memeluk tubuhnya.
Kelvin masih berdiri di halte bus, tangannya sengaja ia lipat didepan dada. Tatapannya terus menatap Asya yang tengah berlari kecil menikmati derasnya air hujan, "Dasar cewe unik"
Pria itu akhirnya menghampiri Asya dan ikut bermain air hujan bersamanya. Mereka saling kejar-kejaran dibawah hamparan air hujan. Rasanya jalanan ini seperti milik mereka berdua.
Asya terus tertawa dan tersenyum. Tak hanya Asya, Kelvin juga sama sepertinya. Ia juga terus tertawa ketika melihat tingkah konyol Asya. Namun kebahagiaan mereka terhenti ketika suara petir terdengar jelas dan menyambar tiba-tiba.
Asya langsung berlari menuju halte bus. Ia terus menutup telinganya rapat-rapat dan berjongkok di sudut halte itu. Tubuh Asya bergetar ketakutan. Asya sangat membenci suara itu.
Kelvin menatapnya khawatir, ia segera menghampiri Asya yang masih saja bergetar lantaran takut akan suara petir, "Lu kenapa Sya?"
"T-takut..."
"Lu takut suara petir?" Asya langsung mengangguk cepat, tapi kemudian Kelvin langsung membawa gadis itu kedalam dekapannya. Kelvin memeluk Asya sangat erat, di elusnya rambut Asya dengan perlahan.
"Jangan takut lagi,"
"Gue ada disini, itu cuma suara petir"
"Lu aman sama gue"
Asya mulai tenang, tubuhnya tidak lagi bergetar hebat. Namun tatapan gadis itu masih dipenuhi dengan ketakutan. Sejak dulu ia memang takut dengan suara petir, sampai-sampai Asya pernah berlindung didalam kamar mandi rumahnya hanya karena Asya tidak ingin mendengar suara itu.
Mereka masih berjongkok dibawah halte bus dengan tangan Kelvin yang masih memeluknya erat. Gadis itu juga masih setia berada di dekapan Kelvin. Perasaan nyaman kembali Asya rasakan. Ketakutannya kian makin mereda.
Sama seperti hujan, tetesan air itu sudah tidak lagi deras. Hanya beberapa tetesan air hujan yang terjatuh menjadi genangan penuh dengan kenangan. Bagaimanapun, hujan yang menjadi saksi betapa bahagianya Asya berada di dekat pria yang sedang ia dambakan. Ah, rasanya Asya ingin seperti ini selamanya.
Gadis itu segera keluar dari dalam pelukan Kelvin untuk menatap jalanan didepannya. Nampaknya hujan sudah semakin reda. Ia segara menjauh dari Kelvin dengan perasaan gugup. Jika dilihat sejak tadi, mereka layaknya seperti sepasang kekasih.
"Vin, kayak nya udah reda deh"
"O-oh iya,"
Keduanya ternyata sama-sama gugup. Gadis itu terus memainkan jemarinya untuk menghilangkan suasana canggung yang menyelimuti mereka. Asya tidak berani untuk memulai obrolan terlebih dahulu, karena ia masih merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOODYCLASS : THE FIRST WAR ✓ [SEGERA TERBIT]
Fantasy"Kelvin, terimakasih dan sampai jumpa..." Ini tentang Zatasya Louvina. Wanita yang banyak sekali memiliki musuh dihidupnya. Bagaimana seorang Asya bisa memiliki musuh? Itu terjadi karena peristiwa dua tahun yang lalu. Asya sendiri termasuk salah sa...