Asya masih berjalan ditengah hutan. Hari sudah gelap, hanya ada cahaya rembulan yang terus menemani Asya kemanapun ia pergi. Kelvin masih tidak sadarkan diri, suhu badannya semakin tinggi dan membuat Asya semakin takut. Pria itu masih ada digendongan Asya, ia masih setia menempel pada punggung wanita itu.
Kaki Asya mulai melemas. Asya sudah jatuh berkali-kali karena tubuh Kelvin yang memeng sangat berat, lagipun badan Asya jauh lebih kecil daripada pria itu. Seragam yang ia kenakan juga sudah habis kotor, penampilannya kian semakin berantakan.
Sejak tadi ia sama sekali tidak menemukan pemukiman warga. Tenaganya hampir habis karena ia sama sekali belum makan, sama seperti Kelvin.
"Kelvin...Asya gak kuat lagi"
"Kita istirahat disana ya, kaki Asya udah sakit" Gadis itu membawa Kelvin kesebuah pos kampling yang sudah terbengkalai. Ia mulai menaruh pria itu untuk bersender dan beristirahat.
Asya mulai meregangkan otot-ototnya, ia terus menatap ke sekujur tangan dan kakinya yang terdapat bekas goresan luka akibat ranting pohon yang begitu tajam. Ranting pohon itu sudah berani menyayat-nyayat kulit tubuh Asya.
"Aww..."
"Gue harap lu gak akan marah Vin, ketika lu liat luka ini"
"Gapapa gue terluka, dari pada gue harus ngeliat lu yang kesakitan. Sebucin itu emang gue sekarang, hahaha" ucap Asya dengan tertawa kecil. Ia kembali memegang kening dan belakang kepala Kelvin. Mengapa badan pria itu semakin panas? Asya semakin pusing dan khawatir.
"S--sakit Sya..." ucap Kelvin sangat lirih. Pria itu akhirnya tersadar, walaupun penglihatannya masih samar-samar.
"Vin, lu udah sadar? Apa yang sakit? Kepala lu sakit?"
"Perut gue perih..."
"Perih? Jangan bilang lu punya penyakit maag? Kenapa sih lu gak pernah bilang sama gue? Yaudah kalau gitu tahan sebentar, gue akan cari makanan buat lu" Asya sudah panik. Ia tidak bisa membiarkan pria itu kesakitan lebih lama lagi. Asya pergi seorang diri untuk mencari apapun yang bisa Kelvin makan. Dirinya kembali merasa bersalah, coba saja jika ia tidak lupa untuk membawa bekal Kelvin pagi tadi.
Asya terus berjalan dengan menahan luka ditubuhnya. Ia terus mencari sumber makanan yang bisa ia bawa. Tiba-tiba terlihat cahaya lampu yang menusuk mata Asya. Gadis itu mulai menghampirinya, ia menemukan sebuah kebun yang di penuhi dengan sayur dan juga buah. Asya langsung berlari bertekad mengambil buah-buahan itu, tangannya berhasil menyentuh buah itu namun niatnya terhenti ketika ia teringat pesan Asih.
"Kalau Asya kelaparan, mau sedikit apapun makanan yang ada di depan kita, itu tetap bukan milik kita. Selama pemiliknya belum mengijinkan, Asya tidak boleh memakan makanan itu ya?"
"Siap Bunda, laksanakan!"
Asya menurunkan tangannya. Ia tidak mau mencuri, namun saat ini Kelvin sangat membutuhkan makanan. Gadis itu sedikit bergetar karena merasa ketakutan, namun suara berat bariton lebih dulu mengejutkannya.
"Hei, sedang apa kamu?!"
"Kamu ingin mencuri hasil kebun saya?!"
"Dasan pencuri!"
Asya menatap pria dihadapannya dengan tatapan terkejut. Gadis itu mundur beberapa langkah berniat ingin kabur, namun pria itu sudah lebih dulu mencekal tangannya kuat, "M-maaf, saya bukan pencuri"
"Jika bukan pencuri lalu apa?! Kamu harus saya beri pelajaran!" Pria itu langsung menghujam Asya. Ia tidak peduli dihadapannya adalah seorang wanita. Sedangkan Asya hanya bisa diam lantaran tenaganya yang memang sudah habis dan tidak sanggup untuk melawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOODYCLASS : THE FIRST WAR ✓ [SEGERA TERBIT]
Fantasy"Kelvin, terimakasih dan sampai jumpa..." Ini tentang Zatasya Louvina. Wanita yang banyak sekali memiliki musuh dihidupnya. Bagaimana seorang Asya bisa memiliki musuh? Itu terjadi karena peristiwa dua tahun yang lalu. Asya sendiri termasuk salah sa...