Happy Reading
***
Ainka membuka pintu gerbangnya dengan wajah berseri-seri. Sejak turun dari motor Zein tadi senyum manis tak pernah luntur dari wajahnya, lebih tepatnya sejak bersama Zein. Rasanya ingin sekali menjerit sekeras-kerasnya, namun ia takut malah membangunkan warga komplek.
Setelah menutup dan mengunci pintu gerbangnya. Ainka berjalan menuju teras sambil bersenandung ria. Sedangkan di teras sudah ada Zevon yang sedang menggendong anak angkatnya.
"Ckck. Liat Mama kamu, udah punya anak masih aja genit sama cowok lain. Minta diapain, ya, enaknya?" sindir Zevon sambil menatap Vodka yang juga menatapnya. Ainka malah menyengir lebar.
"Dih, Mama kamu udah gila, Vod. Pake senyum-senyum segala lagi, dia pikir dia cantik apa? Liat aja tuh ingusnya, beleber kemana-mana," ejek Zevon sambil melirik Ainka sinis.
Ainka yang tadinya masih menyengir lebar seketika langsung merengut kesal. Benar-benar ya mulut Zevon ini minta ditumbuk. Apalagi wajah songongnya itu ingin sekali Ainka melemparnya dengan sarang tawon.
Ainka langsung menarik ingusnya lalu mengelapnya dengan tangan yang padahal tidak ada. "Mana? Nggak usah ngadi-ngadi lo!"
"Ih! Ih! Ih! Jorok banget, sih!"
"Situ pikir situ ganteng banget apa? Sok banget, kalo gue cantik selera gue bukan lo kali. Udah mukanya songong, mulutnya julid, medit pula!" sarkas Ainka tajam.
"Lo pikir lo tipe gue? Ntar kalo gue bonceng lo, dikira majikan bonceng pembantu lagi, 'kan, malu!"
Mulut Zevon ini memang benar-benar minta ditampol.
Ainka mengangkat tangannya seolah ingin mencakar wajah Zevon. "Heh! Gue biasa aja tapi banyak yang mau! Lo liat sendiri kan tadi, gue dianter cowok, udah ganteng, baik, sopan, kalem. Nggak kayak lo! Lah situ? Katanya ganteng tapi nggak laku. Uh, kasian, mamam tuh ganteng!" Ainka langsung merebut Vodka dari dekapan Zevon, lalu melenggang pergi ke dalam rumah.
"Bukannya gak laku, emang gak jualan!" bukan Zevon jika tak membalas perkataan Ainka.
"Nah ... sudahlah bro udah dibilang jangan debat sama cewek, mereka tuh lebih pinter ngejatuhin mental," celetuk Gusti yang duduk di ruang keluarga bersama dengan Sindu, Abi dan Raja. Mereka sejak tadi mendengarkan perdebatan kedua orang itu dari dalam.
"Duduk sini, Ai." Abi menggeser tubuhnya memberi tempat untuk Ainka duduk di sampingnya.
"Enak ya, yang apel dari pagi sampe malem nggak pulang-pulang. Padahal suami sama anak udah nungguin dari tadi, bagus. Kemarin dianter sama cowok, sekarang dianter sama cowok beda lagi, banyak banget, Bu, cowoknya." Gusti membuka suaranya lagi.
"Cuma temen," jawab Ainka singkat.
Gusti mendelik. "Cum–"
"Kalo cowok banyak cewek namanya fakboy, kalo cewek banyak cowoknya, 'kan, cuma temen," sela Ainka membuat tawa Abi mengudara.
"Kan lo udah bilang jangan debat atau apapun itu dengan cewek Udin!"
"Lagian ngapain bahas gue, sih? Yang patutnya dibahas tuh lo berlima, kenapa nggak laku-laku!" ucap Ainka membuat kelima cowok itu terdiam.
"Ini si Sindu sekali-kali tebar senyum kek biar cewek-cewek mati di pinggir jalan liat senyum lo. Raja, lo bersosialisasi kek, tiap hari kerjaannya hapalin pasal-pasal mulu, lama-lama lo yang gue seret ke meja hijau. Lo Abi, tiap hari foto cewek cantik nggak ada juga yang nyantol. Itu kamera lo ngeblur apa mata lo yang burem? Keseringan liat pantat sapi, sih, jadi ya gini!" ucap Ainka panjang lebar membuat kelima cowok itu menelan ludahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kost-Mate
Novela JuvenilBagaimana perasaanmu jika tinggal bersama lima orang cowok dalam satu rumah, dan kamu adalah cewek satu-satunya? Takut? Sedih? Atau malah bahagia karena tinggal bersama dengan cowok ganteng? Ainka Atlana terpaksa harus tinggal bersama kelima cowok...