8 | Pertemuan

5.3K 650 9
                                    

Mata Ainka masih terfokus pada layar laptop di depannya yang menunjukkan deretan tulisan yang membuat matanya lelah. Sejak dua jam yang lalu ia masih saja betah duduk anteng di dalam kafe miliknya. Sedangkan Wayang dan Doyong yang melihatnya dari meja bar ingin sekali membuang laptop Ainka itu. Kenapa niat sekali cewek itu. Pikir mereka.

Saking fokusnya, Ainka sampai melupakan kopinya yang sekarang sudah dingin. Kadang Ainka bisa menjadi orang yang sangat memforsir tugas-tugasnya, bahkan sampai seharian ia mengurung dirinya di kamar.  Tapi kadang ia juga bisa menjadi orang yang sangat pemalas, sampai-sampai membiarkan tugasnya menumpuk. 

Sekilas ia melirik pada layar ponselnya. Pukul 15.00 belum begitu sore. Bahkan langitnya saja masih begitu sangat cerah, terlihat seperti masih siang. Ainka menatap lalu lalang para pejalan kaki yang lewat di depannya. Sesekali ia mengulum senyumnya saat tak sengaja melihat cowok ganteng lewat di depannya. Mata keranjang memang.

"Makan dulu, Buk. Kadang halu itu juga butuh tenaga," tegur Amatheia, barista di Kafe Kaldera, lalu meletakkan sepiring nasi goreng dan segelas susu di samping Ainka.

Ainka menoleh pada Amatheia yang sekarang sudah duduk di sampingnya. Sebenarnya sudah sejak tadi cacing-cacing di perut Ainka mulai berdemo. Tapi ia membiarkan suara perutnya terus berbunyi, hitung-hitung sebagai backsound.

Ainka menarik nasi goreng itu dengan mata berbinar lalu melahapnya. "Nggak sia-sia gue nerima lo di sini, berasa punya babysitter gue. Lo tipe babysitter gue banget, The. Tertarik mau ngelamar nggak? Gue buka lowongan, nih," tawar Ainka dengan mulut yang masih penuh dengan makanan sambil tersenyum manis.

Amatheia mendengus, "Terus kalo lo berak gue yang cebokin gitu?"

Ainka menutup mulutnya agar nasi di mulutnya tidak menyembur. "Siapa tau kita bisa partneran together till Jannah, The," guraunya sambil terkekeh, sementara Amatheia memutar matanya malas.

Amatheia menarik laptop Ainka, melihat apa yang sedang Ainka kerjakan. Baru sebentar membaca tulisan itu saja mata Amatheia langsung menjadi pusing, bagaimana bisa Ainka yang berjam-jam menatap itu biasa saja?

"Mata lo nggak juling apa, Ka. Dari tadi liatin kayak gini mulu. Lagian ini tugas kelompok, 'kan? Mau-maunya lo ngerjain sendiri, kalo gue jadi lo sih, ogah banget!" seloroh Amatheia.

Ainka diam sekejap, menelan kunyahan-nya terlebih dahulu. "Mending ngerjain sendiri lah! Enak nggak usah pake debat, ngerjainnya cepet pula. Kalo dikerjain bareng tuh adanya malah ghibah bukan kerja kelompok."

Hening. Mereka berdua menatap ke arah jalanan lewat jendela kaca besar di depannya, orang-orang di luar sana berjalan cepat, entah karena apa mereka tidak tau. Ainka mengerutkan alisnya lalu mendongakkan kepalanya menatap ke arah langit yang tadinya cerah kini berganti menjadi sangat gelap. Suara gemuruh mulai terdengar di telinganya.

Baru saja Ainka mengerjapkan matanya hujan langsung turun begitu deras, membuat orang-orang di luar sana berlarian mencari tempat tempat untuk berteduh.

"The, cariin cowok dong, gue gabut banget asli. Tiap hari cuma luntang-luntung sendiri nggak jelas banget."

Amatheia berdecak malas, matanya menatap buliran air yang mengalir di kaca jendela. "Berapa cowok lagi yang harus gue kenalin sama lo? Udah berapa cowok yang udah lo buat minggat? Ha?!"

"Dimas, baru deket dua minggu, udah lo buat nyerah. Alan yang gantengnya nggak ketulungan aja lo tolak. Ravi yang udah kenal selama bertahun-tahun aja juga lo tolak, Ka. Ini nih, Fajri anak alim, pinter ngaji pula, lo blok semua akunnya. Dahlah, Ka, cari sendiri aja, atau nggak lo ke take me out aja sana!" lanjutnya.

Kost-MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang