Mungkin saat ini bukan waktu yang tepat untuk Ainka bertemu dengan Zevon. Terlalu cepat, ketika hari Ainka sedang sangat berantakan. Ia hanya bisa terdiam dengan tubuh yang sangat lemas, bahkan hatinya pun belum ia biarkan istirahat walaupun hanya sebentar. Terlalu cepat hingga Ainka tidak tau harus mengatakan apa kepada lelaki di depannya. Apakah ia harus menangis? Atau memaki Zevon saat keadaannya sendiri pun sudah sangat kacau?
Entah di mana amarah Ainka beberapa hari lalu saat ia melihat Zevon bersama dengan seorang wanita hamil sore itu, di mana kekesalan Ainka saat dengan tiba-tiba Zevon pergi entah kemana ketika sedang ada masalah dengan dirinya, dan entah kemana perginya rindu Ainka terhadap lelaki itu ketika hari-hari sebelumnya bayangan tentang Zevon selalu hadir. Yang jelas, sekarang Ainka hanya merasakan lelah dan kesedihan yang entah bagaimana lagi cara Ainka menggambarkan perasaan sedih itu.
Zevon masih berdiri di hadapannya dengan senyuman manis ciri khasnya, yang membuat Ainka langsung mengalihkan pandangannya dan langsung menunduk saat matanya mulai berkaca-kaca lagi.
"Lebih baik ... lo pulang."
Zevon terhenyak. Setelah terjadi keheningan beberapa menit, tentu bukan kalimat itu yang Zevon ingin dengar. Sebuah pengusiran? Kalimat itu yang terdengar jelas di telinga laki-laki itu membuat senyumnya langsung luntur di ganti dengan raut wajah kebingungan.
"Pulang?" Zevon langsung meletakkan kue dan balon di tangannya di meja teras saat Ainka hendak menutup pintu. "Hei, hei? Lo kenapa?" Zevon menahan pintu dan berusaha menggapai tangan Ainka.
"Pulang kemana? Gue kan tinggal di sini, maksudnya gimana?"
Dengan kepala yang masih menunduk Ainka menggelengkan kepalanya berulang kali berusaha menyembunyikan tangis yang mulai keluar lagi. Jika bisa, Ainka ingin mengatakan pada Zevon jika ia sedang lelah dan butuh istirahat, tapi baru ingin berucap saja isak sudah dulu mendahului membuat Ainka langsung menutup mulutnya.
"Ai ..."
Zevon memegang kedua bahu Ainka, menatap Ainka dengan raut wajah resah, mendapati penampilan Ainka yang sedikit kacau, jarang sekali terjadi pada Ainka.
Dengan cepat Zevon langsung menarik Ainka ke dalam pelukannya. Berulang kali ia usap kepala dan punggung Ainka saat tangisnya kian menguat. Berulang kali ia jatuhkan kecupan tertubi-tubi di kepala Ainka seraya menggumamkan kata maaf.
Rasa rindu yang memenuhi hatinya ia limpahkan pada pelukan itu, menumpahkan segala rasa emosi, amarah, kesal, rindu, dan cinta.
"Zev ..."
"Iya, sayang ... ini gue, Zevon." Zevon mengecup kening Ainka lama, lalu berucap lirih, "gue minta maaf."
Satu yang tak Zevon sadari, genggaman kalung yang berada di tangan Ainka kian menguat seiring dengan pecahnya tangisannya di pelukan Zevon. Ainka berharap suatu saat nanti Zevon akan mengerti, dan Ainka berharap suatu saat ia tak akan membenci Zevon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kost-Mate
Teen FictionBagaimana perasaanmu jika tinggal bersama lima orang cowok dalam satu rumah, dan kamu adalah cewek satu-satunya? Takut? Sedih? Atau malah bahagia karena tinggal bersama dengan cowok ganteng? Ainka Atlana terpaksa harus tinggal bersama kelima cowok...