Dago Minggu Pagi

1.3K 223 3
                                    

Setelah dua hari membujuk Ran, hingga Elya sengaja memundurkan jadwal pulang pekanannya menjadi minggu malam, akhirnya ia berhasil membawa Ran untuk ikut pulang dengannya ke Bandung dan menghabiskan hari Minggu di rumahnya. Ika girang sekali hingga selama menyiapkan gurame asam manis ia bersenandung. Lukman yang baru tahu cerita tentang 'sejarah' hubungan Ran dan kedua anaknya juga menyambut kedatangannya.

Meja makan kecil yang biasa diisi empat orang saat akhir pekan itu sekarang terisi lima. Percakapan yang biasanya di dominasi oleh Elya, kini tetap di dominasi olehnya. Bedanya sekarang ia sibuk membahas perihal Ran yang orangnya jadi salah tingkah di sampingnya.

"Udah ... jangan gua mulu yg diomongin," bisik Ran seraya menyikut Elya.

"Shiwa kenapa ya nggak ikut, Ran?" Tanya Ika.

"Dia ada acara sama anak-anak himpunan mahasiswa Jambi, Tante ... tadinya udah kita paksa buat ikut ke sini, tapi dia malah panitianya."

"Kapan-kapan main lagi makanya ya, nanti Shiwa nya di ajak, ibu masakin yang enak-enak lagi, deh!" Ika tersenyum lebar.

Sementara, Arkan masih terbengong-bengong menemukan cewek berkaca mata itu di rumahnya. Rasanya asing dan entah kenapa aneh. Bukan dalam artian buruk, ia tentu suka Ran datang. Bahkan hingga keesokan paginya ketika mereka sudah bersiap untuk olah raga pagi di Car Free Day Dago, ia masih tergugu.

Dasar aneh.

“Kita ke Car Free Day naik mobil??” tanya Ran kebingungan.

“Lucu, ya?” Arkan balik bertanya, “Makanya saya nggak terlalu suka Car Free DayEvent ini sebenarnya nggak efektif."

"Banyak komen ni ah kayak netijen!" Seloroh Elya.

"Eh liat dong muka Ran sekarang, dia aja bingung dengernya," Arkan menatap Ran penuh pengertian. "Katanya sih niatnya mau ngurangin polusi dengan ninggalin sebentar kendaraan bermotor kita dan jalan kaki, tapi kebanyakan orang ke lokasinya malah naik kendaraan bermotor. Sama aja bohong.”

“Ya udahlah ya kita sebagai rakyat cuma bisa meramaikan program pemerintah ini." Elya menatap Arkan sebal. "Niatku baik mau ngajak jalan Ran mumpung dia main ke Dago. Sini A’ kunci mobilnya, biar aku yang nyetir.”

“Emang lokasinya jauh sampai harus naik mobil segala?” tanya Ran

“Lumayan. Di pertigaan jalan Dayang Sumbi, lurus terus sampai jalan layang Pasupati di Dago Bawah sana.” jawab Arkan

“Terus nanti mobilnya diparkir di—?”

“Dayang Sumbi aja, biar kita bisa jalan dari ujung ke ujung,” jawab Elya.

Melihat Ran mengerutkan dahinya, Arkan menambahkan, “Kayak yang saya bilang. Nggak efektif! Jalan-jalan yang bermuara ke Jalan Dago malah jadi tempat parkir kendaraan orang-orang yang mau CFD-an.”

Elya mendelik pada Arkan yang duduk di sebelahnya, “Aa’ kalau nggak suka ngapain ikut, sih ...”

“Kamu yang maksa tadi subuh, dek.” Arkan menjawab cepat.

Elya mendecak, tidak bisa menyanggah, “Tenang Ran. Di sana nanti seru kok, banyak yang jualan macam-macam. Makanan, baju, sepatu, boneka, pernak-pernik lucu buat dekor kamar, ada juga yang suka perform di sana, pokoknya ramai, deh!” Elya melirik Ran yang ada di bangku belakang dari spion tengah.

“Tuh kan!" Arkan menggelengkan kepalanya. "CFD itu niatnya olah raga dong, bu... bukan jajan!"

“Ye ... maksudnya disambi! Sambil olahraga, sambil jajan juga! Ah, nyesel gua ngajak lu!”

Ran di bangku belakang tidak bersuara. Ia lebih suka menikmati pertunjukkan adu mulut antara kakak beradik di depannya. Punya saudara pasti menyenangkan. Bukan sekali dua kali Ran iri pada teman-temannya yang punya adik atau kakak. Selama ini ia harus puas menjadi anak tunggal dengan segala beban harapan orang tua yang ditumpukan padanya. Kalau saja ia punya saudara, mereka pasti bisa berbagi beban itu.

SUMMIT ATTACK [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang