5. Mimpi Ran

1.5K 211 0
                                    

Jalur Putri, Gunung Gede Pangrango, September 2016 ...

Rombongan mereka masih menyusuri trek tanah berbatu menanjak dari Pos 1 menuju Pos 2, sama sekali tidak ada jalur datar yang sering disebut 'bonus' oleh para pendaki. Udara gunung yang dingin membuat keringat mereka cepat mengering, membekukan kulit. Ditambah matahari yang kini tidak lagi menghangatkan dan mendung di atas kepala, membuat suhu udara makin menggigit.

Mulai dari titik ini, rombongan mereka sering kali berhenti sejenak di tengah trek karena tenaga yang mulai menurun. Satu setengah jam mereka terus mendaki-berhenti-mendaki-berhenti, menyibak hutan lereng Gunung Gede Pangrango hingga akhirnya Pos 2 terlihat.

Seperti pos sebelumnya, ada papan nama menempel di sebuah batang pohon. POS 2 LEUGOK LEUNCA. Pos ini berada di ketinggian 1993 mdpl, menandakan keberadaan mereka yang tepat berada di tengah ketinggian gunung.

"Apa artinya Ran?" tanya Dewi melihat nama pos yang sepertinya berasal dari bahasa Sunda.

"Welcome, ceunah!" jawab Ran, senyum jailnya melebar, melirik Arkan yang tentu mengerti artinya karena ia juga orang Sunda.

Arkan tak bisa menahan dirinya untuk membalas senyum cerah Ran.

"Apaan? Ceunah? Sesama orang Sunda nggak usah cengar-cengir, kalian ngeledek aku, ya?"

"Nggak, Teh ..." Ran mengusap lengan Dewi. "Itu artinya, 'katanya'. Suudzon aja ni bawaannya!"

Di Pos 2 ini mereka berpapasan dengan rombongan lain yang sedang dalam perjalanan turun. Sebagai sesama pendaki, mereka saling melempar senyum dan semangat. Ran berkali-kali dibuat terharu melihat betapa bersahabat para pendaki yang ia temui sejauh ini. Paling minim mereka akan tersenyum sambil menganggukkan kepala, yang ramah akan menambahkan 'Mari, Kang.. Teh...' dan yang kelewat ramah akan bersorak menyemangati-yang mana akan mengundang tawa di seluruh rombongan. Yang jelas, tak ada satu pun pendaki yang melengos begitu saja ketika bertemu.

"Airnya harus cukup sampai atas, ya! Soalnya sampai Pos 5 nggak ada sumber air sama sekali," Zaki mengumumkan.

Setelah lima menit istirahat, rombongan mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju Pos 3. Awan mendung masih setia mengikuti di atas kepala, sementara langkah mereka mulai menggontai. Keril di pundak terasa berkali lipat lebih berat dari sebelumnya. Pundak yang menopang pun rasanya bagai mau patah.

Ran melihat Tia bahkan sudah menyerah pada kerilnya dan mempercayakannya pada Dede. Dewi di sebelahnya juga sudah memberikan kerilnya pada Arkan.

"Aku kan udah bilang kamu nggak usah bawa keril, biar aku bawa keril yang lebih gede sekalian buat berdua," gerutu Arkan saat menumpuk keril Dewi di atas kerilnya.

"Kan naik gunung nggak ada sensasinya kalo nggak bawa keril!"

Arkan ingin sekali menoyor kepala sepupunya yang memang sering sok ini, tapi ia urungkan mengingat mereka ada di tengah hutan belantara dan sama sekali bukan ide yang bagus untuk gelut di atas jalur curam seperti ini.

"Sensasi! Sensasi! Nyusahin orang tau nggak!"

Ran nyengir melihat Dewi dan Arkan adu mulut, sama sekali tidak punya sisa energi untuk tertawa.

"Ran masih kuat?" tanya Faris, "Mau dibawain juga nggak kerilnya?"

Ran menggeleng, "Aku masih kuat!"

Ran sungguh-sungguh saat mengatakan bahwa ia masih sanggup. Meski pundaknya remuk dan kakinya mulai terasa seperti jeli, tapi ia masih kuat menggendong kerilnya. Ia diam-diam mengamini ujaran Dewi. Ia benar-benar ingin merasakan naik gunung yang sesungguhnya, untuk itu ia harus terus menggendong kerilnya sampai akhir.

SUMMIT ATTACK [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang