Ran menyandang tas besar di punggungnya. Pagi-pagi sekali ia beranjak menuju kampus. Setelah semalam suntuk tidak tidur karena insomnianya, ia akhirnya sampai pada satu kesimpulan bahwa ia harus menyibukkan dirinya dengan fokus kuliah. Tidak ada waktu untuk leha-leha. Setelah semua yang terjadi, Ran benar-benar tidak ingin buang waktu. Minggu Sakralnya kini diisi sepenuhnya dengan belajar. Ia juga berhenti menulis. Di platform menulisnya, ia mengumumkan bahwa ia akan hiatus untuk jangka waktu yang belum bisa ditentukan. Semua pembacanya protes habis-habisan, tapi ia mengabaikannya. Mimpinya untuk jadi penulis pun surut begitu saja.
Kepergian Shiwa dan sakitnya Sandra memecutnya untuk serius menekuni jurusannya ini. Ia merasa bertanggung jawab akan mimpi dua orang yang amat ia sayangi itu. Juga mimpinya. Shiwa senang sekali mendengar kabar bahwa Ran tidak akan pindah jurusan. Pun Sandra yang akhirnya tahu bahwa ia sempat mendaftar dan ikut SBMPTN dari Anjas. Sementara kepergian Arkan makin membuatnya tidak tertarik pada hal di luar kuliah. Ia benar-benar ingin membuka lembaran baru kehidupannya.
Semua penghuni indekos terheran-heran melihat Ran yang kini seperti orang kesetanan. Intensitas belajarnya meningkat menjadi dua kali lipat bersamaan dengan intensitas keberadaannya di indekos yang menurun dua kali lipat pula. Pada jadwal menonton film mereka, Ran seringkali mangkir, kalau pun ikut, ia hanya akan membaca jurnal di barisan paling belakang, sama sekali tidak menikmati film yang sedang ditonton. Elya dan Lili malah prihatin melihat perubahan Ran. Teman sekamarnya itu seakan lupa cara bersenang-senang dan hanya sibuk dengan kuliahnya. Hal yang sungguh mengundang dilemma, haruskah merrja bersyukur atau khawatir pada perubahan ini.
Hari demi hari terus bergulir. Tiap waktu yang terlewat terasa amat berharga untuk Ran. Kini ia punya julukan baru di kampus: titisan Shiwa. Karena semenjak semester empat Ran selalu sukses meraih nilai tertinggi di angkatannya, baik pada ujian tulis maupun praktek, seperti sahabatnya dulu ketika masih kuliah.
Kewajibannya sebagai anggota himpunan juga masih ia jalani. Sekarang tidak lagi dengan sikap ogah-ogahan, namun benar-benar berdedikasi. Bahkan Ran menjadi Ketua Pelaksana untuk acara ospek mahasiswa baru tahun ini. Ia banyak belajar dari Danu yang menjadi tempatnya berdiskusi soal keorganisasian.
Bukan hanya teman-teman indekos, teman-teman kampusnya pun kebingungan melihat perubahan Ran ini. Sosoknya kini hampir tidak dikenali. Ran si Kupu-Kupu sepenuhnya menghilang. Berganti dengan sosoknya yang penuh gairah terhadap jurusannya.
-
Samarinda, malam tahun baru 2019 …
Tahun baru 2019 tahu-tahu sudah di depan mata. Waktu benar-benar cepat bergulir hingga Arkan kesulitan mengingat kembali apa saja yang terjadi selama setengah tahun ini. Tidak banyak yang bisa ia lakukan di malam tahun baru di tengah tugasnya ini. Di ruang tamu rumah tempat tinggal sementaranya bersama tim penelitiannya ini, Arkan duduk sambil menggenggam ponselnya.
Layarnya yang menyala terus menjadi objek yang ia pandangi. Satu nomor yang sama sejak tadi tertera di layar. Jarinya lama mengambang di atas benda pipih itu, namun tak kunjung mendarat pada tombol hijau bergambar telepon. Keraguan di hatinya membuatnyanya gelisah bukan main. Batinnya spontan berkata: Apa kabar kamu, Ran.
Dua menit menjelang pergantian tahun, Arkan akhirnya memberanikan diri mendial nomor itu. Pelan ia menempelkan ponselnya ke telinga. Menunggu. Mulutnya tiba-tiba terasa kering dan kepalanya kosong. Apa yang harus ia katakan jika teleponnya tersambung? Namun di ujung nada tunggu, suara merdu sang operatorlah yang menyambutnya.
Nomor yang anda hubungi tidak menjawab. Silakan coba beberapa saat lagi …
-
Jatinangor, malam tahun baru 2019 …
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMIT ATTACK [Selesai]
Teen FictionHalo, sebelum ketemu Ran dan Arkan, bisa follow aku dulu? Makasih~~ Arkan Halim baru putus cinta karena cewek yang dikencaninya selama bertahun-tahun selingkuh. Ranita Hanggini tak tahan lagi dengan orang tuanya yang selalu mendikte hidupnya. Sama...