Pos Putri, Gunung Gede, September 2016 ...
Ran melempar tubuhnya di lantai semen pos pemeriksaan jalur Putri setelah enam jam perjalanan turun. Setelah sampai di puncak pagi tadi, siangnya mereka segera membenahi tenda dan segala tetek bengek lainnya dan memulai perlanan turun. Zaki berpesan bahwa perjalan turun bukan perkara mudah. Menurutnya perjalan turun bisa lebih menyiksa daripada mendaki karena posisi lutut yang terus menahan beban tubuh dan keril. Teknisnya begitu. Namun prakteknya perjalan turun memakan waktu lebih pendek dari pendakian. Enam jam mereka menuruni jalur Putri dan sampai di pos pemeriksaan awal ini pas sekali dengan maghrib yang berkumandang.
Di ujung kebun kol luas yang mengelilingi pos pemeriksaan terlihat gurat senja oranye menyepuh langit barat, bercampur dengan biru langit yang menggelap. Malam jatuh begitu saja. Tia dengan santai keluar dari kamar mandi, sudah rapi berganti pakaian dan wangi sekali. Dia memang sampai satu jam lebih dulu dari Ran, ikut kelompok Faris yang menuruni gunung dengan sedikit berlari. Ran sempat heran melihat dia begitu cekatan mengikuti para cowok yang sudah biasa naik gunung, tapi Tia menjawab santai, "Kan aku gak bawa keril HAHAHA."
"Yuk ke basecamp situ, yang laper makan, yang sholat, sholat, yang capek, tidur sebentar. Santai kan kalian pulangnya, gak buru-buru?" Zaki bangun dari duduk setelah selesai dengan rokok keduanya sejak sampai di pos.
Ran bergerak mengikuti Zaki dengan cepat. Rasanya baru tadi ia sampai di pos ini untuk berangkat mendaki, malam ini tanpa terasa ia sudah akan kembali ke rumah. Matanya nanar memandangan jalan pematang yang membelah perkebunan. Sampai di basecamp ia segera masuk bersama anggota cewek lain, sementara yang cowok tidak repot, langsung duduk di balai depan dan menyerbu makanan di warung nasi.
"Ran laper nggak?" Tanya Dewi setelah selesai bersih-bersih dan ibadah.
Ran mengangguk lesu. Tangannya sibuk mengoles krim wajah seadanya karena tidak ada kaca. "Banget."
Keduanya keluar dan memesan nasi. Ran memilih lauk telur dadar, sambal dan sayur asem yang diguyurkan ke nasinya hingga banjir. Ia duduk bersebelahan dengan Dewi di atas balai.
"Arkan, kamu udah makan?" Tanya Dewi.
Arkan mengangguk. Di tangannya ada dua gelas teh manis panas. Ia berjalan mendekat dan meletakkan gelas itu di depan Ran dan Dewi.
"Nasinya dingin, ya?" Tanya Arkan.
Ran dan Dewi mengangguk serempak, "Padahal baru keluar dari mejikom, tadi ngebul banget," kata Ran.
"Suhu sekarang berapa?" Tanya Dewi.
Arkan menggedikkan bahu. "Kalian mandi?"
"Nggaklah!" Dewi bergidik. "Gak kuat, gila. Udah dua hari aku gak mandi. Dari kemarin pertama nyampe sini."
"Jorok!" Sembur Arkan.
Ran memicingkan mata, "Emang A Arkan mandi?"
Arkan mengangguk mantap, "Barusan. Cobain, deh. Udahannya malah anget."
Ran menggeleng. Lagipula sejak sampai daerah pegunungan ini, ia tidak mengeluarkan keringat sebutir pun. Jadi rasanya tak mandi pun ia baik-baik saja, paling hanya ganti dalaman.
"Kita jalan pulang kapan?" Tanya Dewi.
"Sekarang," jawab Arkan sambil menunjuk seorang bapak yang asyik mengunyah rempeyek dengan segelas kopi di hadapannya.
Ran mengangkat alis tidak mengerti.
"Supir mobil kita udah datang jemput."
-
Setelah menurunkan rombongan Zaki di pos Cibodas, mobil mereka langsung tancap gas menuju stasiun Bogor. Sepanjang daerah Puncak, mobil mereka masih ramai karena mereka sibuk berseru melihat pemandangan malam Puncak yang penuh wisatawan itu. Kebun teh yang menghampar di kegelapan, jalan menurun dengan kelokan tajam, pemandangan kota Bogor di kejauhan yang kerlap-kerlip jadi teman perjalanan sampai daerah Cisarua. Selepas itu, mobil menjadi hening karena sebagian besar mereka tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMIT ATTACK [Selesai]
Novela JuvenilHalo, sebelum ketemu Ran dan Arkan, bisa follow aku dulu? Makasih~~ Arkan Halim baru putus cinta karena cewek yang dikencaninya selama bertahun-tahun selingkuh. Ranita Hanggini tak tahan lagi dengan orang tuanya yang selalu mendikte hidupnya. Sama...