“Dasar kupu-kupu!” seloroh Danu, cowok teman sekelasnya, untuk kesekian kalinya.
Julukan itu sudah sejak semester satu Ran sandang. Singkatan dari kuliah-pulang-kuliah-pulang itu memang sangat cocok untuknya. Tiap kali kelas terakhir selesai, Ran langsung angkat kaki dari kampus tanpa buang tempo. Menyapa anak-anak lain pun tidak, sosoknya langsung menghilang, bahkan lebih cepat dari penampakan hantu kampus.
“Mau ngapain lagi emang di kampus? Kelas udah kelar, nggak ada kegiatan, mending tidur di kosan,” sahut Ran seperti biasa dengan nada lelah yang dibuat-buat sementara tangannya dengan cepat memasang resleting tasnya.
Danu menatap Shiwa, sahabat Ran yang super genius itu hanya bisa tertawa tiap kali keduanya mulai adu mulut perihal ini. Topik yang sama selama tiga semester membuatnya menyerah untuk melerai, sepertinya sampai lulus pun mereka akan bertengkar mengenai hal yang sama, kecuali Ran tiba-tiba mendapat teluh yang membuatnya jadi mau berorganisasi.
“Shiwa, lu kalau ada waktu tolong banget nasihatin dia. Sayang waktu kuliahnya cuma dipakai belajar dan tidur. Sesekali dia harus main, bergaul sama teman seangkatannya, kenalan sama senior, alumni. Dasar ansos!” cibir Danu seraya mengikuti langkah Shiwa dan Ran keluar dari kelas.
“Wawa, tolong dong bilangin cowok kamu ini kalo aku nggak ansos. Temanku banyak dan aku tau caranya main. Dasar bawel!” sembur Ran.
“Dia bukan cowokku!” Shiwa menggeleng tidak terima.
"Lu nyalon jadi ketua himpunan periode ini katanya?” tanya Ran pada Danu.
“Kok lu tau?” ekspresi wajah Danu terlihat sangat heran, seolah Ran baru saja mengatakan kalau ia tahu warna celana dalam yang dipakai Danu hari ini.
Ran menaik turunkan alisnya, “Gua nggak sekuper yang lu kira, kan?! Jadi bener lu calon ketua himpunan?”
Danu menggedikkan bahu, “Kalau ada yang percaya gua, kenapa nggak. Gua mau memperlihatkan ke orang-orang kayak lu kalau jadi mahasiswa kedokteran kerjanya bukan cuma belajar. Kayak Shiwa nih, udah pintar, aktif organisasi pula!”
Ran tertawa terpaksa. “Wawa emang yang terbaik! Nggak kayak lu, udah nggak pintar, malas belajar, malah kebanyakan main pula!”
Danu mendecak, “Kita taruhan, deh! Kalau gua kepilih jadi ketua himpunan, lu harus masuk himpunan!”
“Kamu kayaknya akan terpilih, deh, Danu,” Shiwa ikut menggoda Ran. Ia juga sebenarnya ingin Ran sedikit menikmati kuliahnya.
“Deal, Ran?” Danu menepuk pundak Shiwa, berterima kasih atas dukungannya.
Ran menghentikan langkah, menatap keduanya datar, “Apa untungnya buat gua?”
Di tengah lorong ketiganya berhenti berjalan hingga mahasiswa yang lewat harus menyingkir ke sisi. Shiwa melirik Danu. Danu melirik Shiwa. Ran menatap Shiwa dan Danu bergantian.
“Lu jadi bisa nambah koneksi teman. Kenal sama alumni-alumni yang udah terjun ke dunia praktek …” jawab Danu agak ragu.
“Dan siapa tau kamu bakal nemuin alasan untuk tetap di jurusan ini.” Shiwa menambahkan. Senyum lembutnya terbit. Ia sangat tahu Ran ingin sekali keluar dari jurusan ini dan pindah ke kampus lain. Mungkin ini akan terdengar egois, tapi Shiwa tidak ingin Ran pindah karena tidak mau berpisah.
Ran tersenyum lebar, menepuk pundak Shiwa dan Danu, “Tidak menguntungkan rupanya. Gua ke kosan dulu kalau gitu.”
-
Hari ini setelah kuliah berakhir, segerombolan kakak tingkat masuk ke dalam kelas Ran bersama dengan segerombol teman seangkatannya dari kelas lain. Ran yang duduk di bangku paling belakang mendesah berat kerena terlambat melarikan diri. Harusnya ia segera angkat kaki bersamaan dengan dosen tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMIT ATTACK [Selesai]
Teen FictionHalo, sebelum ketemu Ran dan Arkan, bisa follow aku dulu? Makasih~~ Arkan Halim baru putus cinta karena cewek yang dikencaninya selama bertahun-tahun selingkuh. Ranita Hanggini tak tahan lagi dengan orang tuanya yang selalu mendikte hidupnya. Sama...