Author POV
Nafasnya berhembus ketika ia keluar dari restaurant ke empat yang dikunjunginya sore ini. Giginya menggigit pelan bibir bagian dalamnya. Penolakan pahit yang harus ia terima karna restaurant ini juga tidak membutuhkan pekerja paruh waktu.
"Kenapa cari kerja itu sulit sekali". Batinnya sembari melangkahkan kembali kakinya menyusuri trotoar jalan yang nampak ramai sore ini.
Jennie.
Gadis itu terus memperhatikan beberapa cafe ataupun restaurant di sisi jalan yang saling berderetan. Keputusannya sudah bulat, ia harus mendapatkan pekerjaan untuk membantu kondisi keuangan keluarga mereka.
Sebenarnya, bisa saja ia meminta bantuan pada semua paman dan bibinya. Tapi, niat itu harus ia urungkan. Kedua orangtuanya pasti tidak ingin melibatkan oranglain dalam urusan keluarga mereka.
Merasa hari ini belum membuahkan hasil untuknya, ia pun terpaksa harus pulang. Berharap hari esok akan menyambutnya dengan baik.
Sementara itu, Jeno sedang membantu ibunya untuk merapihkan beberapa barang yang harus dipasang di ruang tamu kecil mereka. Hatinya begitu pilu karna harus menerima kenyataan ini. Ruangan ini bahkan jauh lebih kecil dibanding kamarnya dulu.
"Kau sudah pulang?". Ujar Jeno saat mendapati Jennie yang baru saja masuk ke dalam rumah dan melewatinya begitu saja dengan anggukan kepala yang lemah. Sepertinya hari ini jauh lebih berat dilalui oleh saudari kembarnya.
"Oppa, aku sudah merangkainya".
Senyum Jeno begitu manis saat Yerim mendekatinya dan memberikan sebuah vas bunga berwarna abu padanya.
"Anak pintar". Tangan kanan Jeno meraih vas bunga tersebut dan ia segera meletakkannya di sebuah meja kecil.
Yerim kembali berlari menuju dapur dimana Lisa berada.
Setelah kepergian Yerim, Jeno pun segera bergegas ke kamarnya.
Dilihatnya Jennie yang tengah merebahkan dirinya pada ranjang, "Apa kau dapat?". Tanya langsung tanpa harus basi-basi terlebih dahulu.
Gelengan kepala diberikan oleh Jennie, gadis itu pun meraih bantal kecil milik Yerim untuk menutupi wajahnya.
Keduanya memang sepakat untuk mencari kerja paruh waktu. Berkat koneksi yang dimilikinya, Jeno berhasil mendapatkan pekerjaan dari Chenle. Sahabatnya itu memang berasal dari keluarga kaya raya. Chenle memintanya untuk membantu mengurus cafe yang belum lama ini di buka oleh keluarganya di Korea. Apapun pekerjaannya, Jeno pasti menerimanya dengan senang hati.
"Masih ada hari esok, atau kau ingin bergabung bersama ku? Nanti aku yang akan mengatakannya pada Chenle".
"Kau cari mati?!". Sungut Jennie yang langsung bangun dari tidurnya, ia menatap kesal kembarannya itu.
"Dari pada tidak ada".
"Aku pasti akan dapat teror ,Fans Chenle lebih menyeramkan dibanding Jaemin".
Salah satu fakta naas yang ada di kehidupannya. Memiliki kembaran yang begitu tampan dan menjadi salah satu siswa terpopular di sekolah sungguh membuat dirinya sangat frustasi. Bayangkan saja, akan selalu ada teror jika mereka mendapati Jennie sedang mengobrol atau bahkan bertegur sapa dengan sahabat-sahabat Jeno.
Dan karena itu pula, ia lebih memilih kehidupannya seorang diri saat di sekolah. Bahkan tak jarang ia melewatkan jam makan siangnya di kantin dan berpindah tempat yang tidak pernah di jamah orang. Atap sekolah contohnya. Atau bahkan gudang di area belakang yang hanya berisikan meja dan bangku yang sudah tidak dipakai lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just like Now [ BLACKPINK X NCT ]
Fanfiction"mulai detik ini, jangan panggil aku Lalice". tatapannya masih kosong, menatap gundukan tanah yang masih basah. tidak ada setetes air mata yang mengalir membasahi pipinya. "kalau ku memanggil mu dengan Lisa, boleh kan?".